Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dipagari duri

Rumah mbok surip dipagari onak dan duri gara-gara si mbok dituding ngotot berdiam di tanah milik paimin. setelah polisi turun tangan menyelesaikan sengketa ini, rumah mbok surip diperbaiki lagi. (ina)

30 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SILANG-sengketa tanah, punya cerita lain lagi di Desa Bence Kulon, Garum, 9 km dari Kota Blitar, Jawa Timur. Selama 3 bulan rumah Mbok Surip dipagari orang dengan onak dan duri, gara-gara si mbok penjual kembang itu dituding ngotot berdiam di tanah milik Paimin Haji Abu Hanifah. Akibatnya, Mbok Surip serta dua cucunya harus merunduk-runduk bila keluar masuk rumahnya. Rumah itu 4 x 6 meter terbuat dari gedek berlantai tanah, sedang tanah itu sendiri luasnya sekitar 100 m2. Meski giginya tinggal empat, Mbok Surip belum bungkuk. "Tapi lebih seratus kali sehari saya harus membungkuk sekarang," tuturnya. Usahanya meminta sedikit saja pintu ke luar tak digubris Paimin. Lurah pun konon kewalahan. Urusannya lalu digarap Muspika setempat: Camat, Koramil, dan Kepolisian. Riwayatnya ternyata harus membuka cerita 20 tahun yang silam. Ketika itu, Mbok Surip hidup serba sulit. Lalu berutang pada tetangganya, Paimin itu. "Tapi satu sen pun saya merasa tak mengutangi Mbok Surip," ujar Paimin. Menurut pahamnya, tanah yang didiami Mbok Surip itu sudah jadi miliknya, setelah dijual oleh orangtua Mbok Surip. Bukti jual beli itu dibuat di kertas segel tahun 1960, cuma tanpa tanggal, dan disahkan Carik Sukiman -- yang kini menjadi kepala desa itu. Namun di tingkat Camat, urusan jual beli tak beroleh pengesahan. Paimin, pensiunan sersan mayor, kini 64 tahun -- sudah berkurang pendengaran dan juga pelupa, waktu itu mengajak Mbok Surip damai saja. Caranya: Mbok Surip mengembalikan uangnya Rp 100 ribu (harga belinya Rp 45 ribu). Si mbok setuju, asal bisa dicicil. Maka pembayaran pertama sudah diberikan sejumlah Rp 65 ribu. Itu tahun 1972. Namun urusan macet ketika proses pelunasan. Paimin menolak, karena dia menghitung harga tanahnya kini bernilai lebih sejuta. Lalu dibujuknya lagi Mbok Surip supaya mau pindah saja ke tanah lain, 300 meter dari rumah semula. Giliran Mbok Surip menolak. Sejak itu Paimin ambil keputusan mengerangkeng saja tanah kediaman Mbok Surip itu dengan pagar berduri. Setelah perkaranya diusut poiisi, Muspika setempat bertindak: pagar itu dibongkar, dan rumah Mbok Surip yang doyong itu malah ramai-ramai diperbaiki. Waktu Lebaran barusan, tamu-tamu Mbok Surip tak sampai menyuruk-nyuruk masuk ke pekarangannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus