Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Puluhan ketua pengadilan tingkat banding melaporkan komisioner di Komisi Yudisial (KY) ke Polda Metro Jaya, Senin 17 September 2018 atas tuduhan pencemaran nama. Mereka tidak terima dengan pernyataan sang komisioner tentang dugaan pungli dan setoran uang untuk penyelenggaraan kejuaraan nasional tenis beregu memperebutkan Piala Ketua Mahkamah Agung di Bali.
Baca:
Ini Pernyataan Rizal Ramli yang Berujung Laporan ke Polisi
Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi jelas merujuk pelaporan mengarah ke juru bicara KY, Farid Wajdi. Lewat wawancara di media cetak dan daring, Farid disebutkannya menduga ada pungutan liar sebesar Rp 150 juta dari setiap pengadilan tingkat banding. “Hal ini tidak benar dan hal inilah yang kami laporkan ke polisi,” kata Suhadi di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin 17 September 2018.
Menurut Suhadi, sebanyak 64 ketua pengadilan tingkat banding merasa tersinggung setelah membaca pernyataan Farid itu di media harian nasional pada 12 September 2018. Ketua pengadilan tingkat banding yang dimaksud berasal dari pengadilan peradilan umum, agama, Tata Usaha Negara (TUN), dan militer.
Laporan pengaduan kemarin teregistrasi dalam berkas nomor LP/4965/IX/2018/PMJ/Dit.Reskrimum. Ketua Umum Persatuan Tenis Warga Pengadilan Pusat, Syamsul Maarif, tertulis sebagai pelapor sekaligus korban. Sementara identitas terlapor tercantum ‘dalam penyelidikan’.
Baca juga:
Pungli di Sekolah, Inspektorat Periksa Kepala SMAN 6 Tangerang
Pelaporan itu dilakukan menggunakan pasal penistaan atau pencemaran nama melalui media cetak dan daring. Pasal itu termuat dalam Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dasar laporan tersebut tertera pemberitaan Harian Kompas berjudul ‘Hakim di Daerah Keluhkan Iuran’. Dalam berita itu tertulis, Komisi Yudisial telah menerima beberapa laporan dari hakim di daerah. Mereka mengeluhkan adanya iuran untuk membayar kejuaraan nasional tenis beregu untuk memperebutkan Piala Ketua Mahkamah Agung yang digelar di Bali pada 10-15 September 2018.
Baca juga:
Cuit Soal Ahok, Saksi Mengaku Satu Pikiran dengan Ahmad Dhani
Selain itu, hakim daerah juga merasa terbebani lantaran harus mencari uang dari iuran pegawai untuk digunakan beberapa kegiatan. Farid merespons keluhan tersebut dengan rencana investigasi. Sebab, pemberian iuran ini dianggap dapat mengganggu kredibilitas lembaga peradilan.
Dalam berita itu ditulis, Farid belajar dari pengalaman 19 hakim yang terjaring tangkapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penangkapan ini, kata Farid, membuktikan korupsi masih merajalela di lembaga peradilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini