Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INILAH pintu ketiga dari gedung parlemen Belanda di Den Haag. Setelah melewati lorong-lorong gedung tua yang lengang, empat lapis sensor menyambut tetamu. Pemeriksaan begitu ketat, seperti layaknya di bandar udara. Di lapis keempat, ikat pinggang pun harus dilepaskan. Di sudut ruang, sejumlah petugas berpakaian hitam menjaga ketat satu sudut. Di sanalah Partai Kebebasan (Partij voor de Vrijheid) berkantor.
Tapi pemimpin Partai Kebebasan, Geert Wilders, tak terlihat. Dikabarkan, dia kerap menerima berbagai ancaman pembunuhan belakangan ini. Karena itu, penjagaan di parlemen dibuat superketat. Itulah sebabnya, politikus cum pengacara itu lebih suka menghilang dari depan publik. Dia, misalnya, absen dalam rapat rutin parlemen, Rabu pekan lalu. Di sana pun Wilders muncul seperti purnama. ”Dia hanya tampak sekali sebulan,” ujar seorang sekretaris di meja depan ruang sidang.
Terkenal rajin menghujat kelompok Islam radikal di Belanda, Wilders kali ini kebablasan. Dua pekan lalu dia mengunggah film dokumenter yang bikin heboh dunia. Judulnya Fitna. Jauh dari karya film yang indah, Fitna melulu berisi tafsir visual dari ayat Al-Quran, yang tentunya semau Wilders sendiri.
Dia menggambarkan Islam sebagai agama tak toleran. Niat buruk Wilders sudah terbaca dalam pembuka film. Dia memasang kartun karya Kurt Westergaard: gambar lelaki berjenggot dengan sorban sesak oleh bom waktu. Dua tahun silam, kartun itu pernah dimuat media di Denmark. Lelaki bersorban itu digambarkan sebagai Nabi Muhammad. Negeri Skandinavia itu pun sempat dibuat repot berat. Dunia Islam marah besar.
Dari situ Wilders tampaknya tak mau berhenti. Dia sengaja menantang kemarahan itu lagi. Apalagi dibuka dengan kutipan ayat tertentu dari Al-Quran, film sepanjang 17 menit itu menuding Islam tak lain sebagai agama kekerasan. Tafsirnya kasar, dan penggambaran makna ayat-ayat dalam film itu pun dangkal. Pendeknya, film itu tak lebih dari propaganda blak-blakan anti-Islam (lihat Tafsir Buta Rendah Mutu).
Awalnya, situs LiveLeak.com mengalirkan gambar itu ke dunia maya. Tapi akhirnya situs itu mencabutnya. Sejumlah stafnya dilaporkan menerima ancaman. Mungkin karena kontroversial, dalam hitungan jam film itu pun beredar cepat. Gambar itu dilihat di berbagai pojok dunia lewat situs YouTube. Dari sini taktik Wilders sebetulnya sukses. Dia ingin mengabarkan bahwa Islam adalah ancaman jangka panjang bagi kebebasan di Belanda. ”Saya harus memperingatkan orang-orang,” ujarnya. Tapi sayang, yang cepat menyebar justru amarah dan kebencian.
Pekan lalu, keresahan pun mulai menjalar. Di Iran, juru bicara kementerian luar negeri Mohammad Ali Hosseini menyerukan agar pemerintah Belanda segera menghentikan peredaran film itu. Dia memanggil duta besar Belanda di Teheran untuk memberikan penjelasan. Di Yordania, reaksi muncul lebih keras. Sekitar 53 anggota parlemen mengirim petisi ke pemerintah, meminta pemutusan hubungan diplomatik dengan Negeri Kincir Angin.
Dari Sudan, protes sama terdengar. Di Mesir, Menteri Luar Negeri Ahmed Aboul Gheit mengatakan film itu penghinaan atas Islam. Di Jedah, Arab Saudi, Organisasi Konferensi Islam (OKI) menuding film itu ”sengaja menyebar kebencian serta memancing kekacauan, konflik, dan ancaman bagi stabilitas politik dunia”. Di Pakistan, ratusan orang berdemonstrasi mengecam film itu, pekan lalu.
Kemarahan juga merambat di Asia Tenggara. Bekas Perdana Menteri Mahathir Mohamad meminta 1,3 miliar penduduk muslim dunia memboikot produk Belanda. Dia menyerukan kaum muslim di seluruh dunia bersatu. ”Kalau kita boikot bersama, ekonomi Belanda akan jatuh,” ujar Mahathir, Ahad dua pekan lalu.
Indonesia tak kalah keras. Selain mengecam film Fitna, pemerintah Indonesia meminta YouTube, situs video Internet itu, segera menarik semua tayangan film pembangkit permusuhan itu di sana. Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melarang film itu ditayangkan di media massa dan Internet di Indonesia.
Wilders bahkan dilarang datang ke sini. Jika sampai pekan ini situs YouTube masih menayangkan film itu, pemerintah akan meminta penyedia jasa Internet memblokir situs video terbesar tersebut. Di Jakarta, saban hari ada aksi di depan Kedutaan Besar Belanda, dari Front Pembela Islam sampai Hizbut Tahrir Indonesia. ”Holland Go to Hell”, tulis satu poster demonstran di sana, pekan lalu.
Melihat gelagat buruk ini, pemerintah Belanda pun mengambil sikap. Perdana Menteri Jan-Peter Balkenende malah mengecam karya Wilders. ”Kami tak setuju penafsiran itu. Mayoritas umat Islam menolak kekerasan,” ujar Balkenende. Untuk memperbaiki hubungan, Menteri Luar Negeri Belanda harus bekerja keras juga. Pekan lalu, Menteri Maxime Verhagen melobi 26 negara anggota OKI lewat para duta besarnya. Uni Eropa mendukung sikap pemerintah Belanda itu.
Tapi, apa sebetulnya yang membuat orang seperti Geert Wilders begitu keki dengan Islam? Di Negeri Kincir Angin, tampaknya angin Islam lagi bertiup kencang. Berjumlah hampir 1 juta orang, Islam di Belanda umumnya identik dengan imigran. Yang terbanyak berasal dari Maroko atau Turki. Gelombang imigrasi besar-besaran terjadi di Belanda pada 1970-an dan 1980-an. Ada juga yang datang sebagai pencari suaka dari negeri berkonflik seperti Iran dan Irak. ”Kami punya periode ketika banyak sekali muslim masuk ke sini,” ujar Sybrand van Haersma Buma, anggota partai penguasa, Partai Kristen Demokrat.
Menurut Buma, para imigran membawa nilai-nilai Islam sekaligus budaya mereka sendiri. Sayangnya, mereka kurang akrab bergaul dengan warga lokal. Banyak yang tak bisa berbahasa Belanda dan hidup di wilayah pinggiran yang miskin. ”Mereka menciptakan ghetto bersama,” ujar Buma.
Buma agaknya benar. Suasana budaya Islam tampaknya bisa dinikmati dari jendela kereta rute Rotterdam ke Den Haag. Melewati Rotterdam, akan terlihat Masjid Mevlana yang anggun dan jembar. Itu masjid paling modern di Belanda. Didirikan atas patungan Religious Foundation of Holland dan masyarakat Turki, masjid itu dibuka resmi pada 2001. Cuplikan foto masjid ini juga ditayangkan dalam Fitna. Mungkin bagi Wilders, pemandangan Mevlana adalah ancaman.
Di Den Haag, dengan gampang bisa ditemukan toko kecil bertulisan Arab. Misalkan salah satu toko kelontong bertulisan Islamitische Slagerij. Tumbuhnya tempat itu menunjukkan komunitas Islam cukup tersebar di sana. Rotterdam atau Amsterdam adalah kota imigran, yang jumlahnya mencapai 80 persen.
Gelombang besar imigran itu barangkali yang membuat reaksi munculnya partai sayap kanan anti-imigran. Setelah peristiwa 11 September 2001, gerakan anti-terorisme begitu gencar. Masyarakat muslim lalu kena getahnya. Mulai saat itu, soal imigran pun dikaitkan dengan membanjirnya kaum muslim ke Belanda.
Adalah Pim Fortuyn yang membentuk partai Lijst Pim Fortuyn (LPF) pada 2002. Agenda utamanya memperketat aturan imigrasi, terutama bagi yang tidak bisa menerima dan tak mau beradaptasi dengan budaya Belanda. Meski menolak disebut rasis, Fortuyn menegaskan pembatasan bagi imigran muslim, bahkan kalau perlu dilarang masuk Belanda.
Belum sempat lama memperjuangkan agenda politiknya, Fortuyn dibunuh aktivis hak-hak hewan (animal rights) Volkert van Der Graaf. Menurut pengakuan Der Graaf, dia membunuh Fortuyn agar berhenti mengeksploitasi muslim, dan membidik kelompok lemah mencapai tujuan politik. Setelah kematian Fortuyn, partai ini bubar pada awal 2008.
Setelah Fortuyn, muncul nama Ayaan Hirshi Ali, yang sebetulnya berasal dari partai liberal People’s Party for Freedom and Democracy (VVD). Partainya sama dengan Geert Wilders, sebelum membentuk Partai Kebebasan. Namanya banyak disebut akibat pernyataannya yang ngawur dan kontroversial, misalnya menyebut Nabi Muhammad sebagai pedofilia.
Hirshi, seorang pembangkang Islam, tentu saja ikut mendukung Wilders, yang mengisi 6 persen dari 150 kursi perlemen Belanda. Tapi Belanda, yang telah lama menenggang tradisi demokratis, sulit menerima aliran ultra-kanan itu. ”Ultra-kanan tidak akan pernah bisa diterima lama di negara ini,” kata Sybrand van Haersma Buma.
Meski begitu, seorang pemimpin muslim, Nasr Joemann, mengatakan bahwa ancaman dari Wilders itu tak punya dampak bagi umat Islam. Dia bekerja di Conctactorgan Moslims Overheid atau Badan Kontak Muslim. Bagi Nasr, upaya Wilders kian menguatkan solidaritas antarmuslim. ”Islam agama yang cinta perdamaian,” ujarnya fasih.
Nezar Patria (Jakarta), Asmayani Kusrini (Den Haag)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo