Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENCALONAN tunggal Boediono untuk Gubernur Bank Indonesia merupakan cara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menembus kebuntuan setelah dua calon yang diajukannya sebelum ini ditolak Dewan Perwakilan Rakyat. Cara ini akan berhasil. Untuk calon sekaliber Boediono memang hampir tak tersedia peluang bagi DPR untuk menampik.
Selain dikenal bersih, kepiawaian guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada ini di bidang moneter dan makroekonomi tak diragukan. Berkat dia, setidaknya dua kali perekonomian Indonesia lolos dari bahaya besar.
Di masa pemerintah Megawati Soekarnoputri, Boediono selaku Menteri Keuangan berhasil memulihkan ekonomi yang sempat amburadul, warisan pemerintah pendahulunya. Tingkat inflasi dapat diturunkan dari kisaran 13 persen menjadi 5 persen. Rupiah menjadi lebih ”bertenaga” dan fondasi pertumbuhan ekonomi pun mulai terbangun ajek.
Setelah ditunjuk menjadi Menteri Koordinator Perekonomian oleh Presiden Yudhoyono pada akhir 2005, sekali lagi Boediono berhasil menekan inflasi dari 17 persen—buntut kenaikan drastis harga minyak di dalam negeri—hingga kini tinggal kurang dari separuhnya. Ia dikenal ”keras kepala” menerapkan kebijakan disiplin anggaran demi menciptakan stabilitas perekonomian, kendati kritik terus menggempurnya—termasuk dari Wakil Presiden—yang menilai geraknya terlalu lamban.
Berkat prestasi itu, ekonom senior yang dijuluki Burung Pemangsa Inflasi ini, lima tahun lalu dinobatkan majalah Business Week sebagai satu dari 25 orang paling berpengaruh di Asia. Melihat semua fakta itu, tak ada alasan bagi DPR untuk mengatakan dia tidak mumpuni. Satu-satunya ”cacat” Boediono adalah persetujuannya atas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia kepada para konglomerat pemilik bank—semasa ia menjabat Direktur BI. Tapi ada catatan, keputusan itu merupakan kebijakan pemerintah, yang akibatnya tidak bisa ditimpakan kepada Boediono seorang.
Melihat percaturan pendapat di DPR sekarang, tampaknya Boediono tidak akan menemui hambatan. Soalnya tinggal siapa pengganti Boediono sebagai Menteri Koordinator Perekonomian. Presiden tentu sudah mendaftar sejumlah nama. Tapi tidak tepat bila yang mengisi posisi itu adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla. Alasan masa pemerintahan yang tinggal setahun untuk perangkapan jabatan ini kurang pas mengingat begitu banyak jabatan yang berada di tangan Wakil Presiden, misalnya Ketua Umum Partai Golkar. Toh, selama ini Wakil Presiden sudah pula menjadi semacam ”koordinator” para menteri urusan ekonomi.
Pengganti Boediono seharusnya orang yang memiliki independensi tinggi. Selama ini, sudah menjadi rahasia umum, banyak terjadi perbedaan pendapat Jusuf Kalla dan pengusaha dengan tim ekonomi di bawah Boediono. Salah satu debat yang sempat ramai adalah perlu-tidaknya jaminan pemerintah atas sejumlah proyek infrastruktur, seperti monorel dan pembangkit listrik.
Sudah luas diketahui, keluarga Jusuf Kalla mempunyai bisnis dengan sayap-sayap yang menjulur ke mana-mana. Dikhawatirkan sayap bisnis keluarganya bertabrakan dengan kebijakan yang harus dibuat seorang Menteri Koordinator Perekonomian. Presiden sangat perlu mencegah potensi konflik kepentingan yang mungkin terjadi dengan perangkapan jabatan itu.
Seperti juga Boediono, penggantinya perlu punya jam terbang tinggi menangani birokrasi dan berpengalaman dengan sektor riil perekonomian. Dia mestilah sosok yang bebas dari kepentingan partai politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo