Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberikan nilai plus kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal penanganan kasus kekerasan dan perundungan di sekolah. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan, selama dua tahun terakhir, penanganan kasus kekerasan dan perisakan di sekolah-sekolah Ibu Kota jauh lebih baik ketimbang di daerah lain. "Daerah lain harus mencontoh Jakarta," ujarnya, Kamis lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Retno menuturkan, ketika terjadi kasus kekerasan dan perundungan di sekolah, Dinas Pendidikan DKI Jakarta biasanya tak menutup-nutupinya. Dinas selalu datang ketika dimintai klarifikasi. "Ketika diundang, yang datang pun beberapa kali pejabatnya. Bukan hanya staf," ucapnya. Dinas juga aktif memediasi untuk menyelesaikan kasus kekerasan dan perundungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya Dinas Pendidikan, menurut Retno, sekolah-sekolah di Ibu Kota pun umumnya lebih responsif ketika KPAI meminta keterangan ihwal kasus kekerasan atau perundungan yang melibatkan anak didiknya. Begitu pula dengan para siswa dan orang tua. Mereka aktif melaporkan ketika terjadi kasus kekerasan atau bullying.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Ratiyono menerangkan, sekolah-sekolah di Ibu Kota telah memilik prosedur operasi standar untuk menangani kasus-kasus kekerasan atau perisakan. "Ketika ada kejadian, harus dituntaskan," ucapnya, kemarin.
Prosedur baku itu, menurut Ratiyono, merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Aturan itu menyebutkan semua pihak memiliki kewajiban melaporkan, mengidentifikasi fakta kejadian, menindak, menjamin hak siswa, hingga memfasilitasi siswa agar mendapat perlindungan hukum.
Menurut Ratiyono, upaya pencegahan lebih baik ketimbang penanganan kasus kekerasan dan perisakan di sekolah. Salah satu caranya, sekolah wajib memasang papan informasi anti-kekerasan di serambi sekolah agar mudah dilihat para siswa. Sekolah juga diwajibkan membentuk gugus tugas pencegahan kekerasan dan mendapat alokasi anggaran.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Ratiyono melanjutkan, juga bekerja sama dengan lembaga psikologi, pakar pendidikan, dan instansi lain untuk membuat kegiatan yang edukatif. "Yang paling penting itu pencegahan. Misalnya, anak kelas XII tidak boleh semena-mena dengan adik kelas," kata dia.
Meski menjadi percontohan untuk daerah lain, kondisi sekolah-sekolah di Ibu Kota mayoritas belum tergolong ramah anak. KPAI sebelumnya mengungkapkan, dari 4.629 sekolah negeri dan swasta di Jakarta, hanya 315 sekolah (6,8 persen) yang tergolong ramah anak. Artinya, sekitar 93,2 persen sekolah lainnya-di pelbagai jenjang-belum ramah anak.
Selama empat bulan terakhir, KPAI telah menerima pengaduan 37 kasus kekerasan dan perundungan di pelbagai jenjang pendidikan. Sebanyak sembilan laporan berasal dari wilayah DKI Jakarta. Sisanya menyebar di beberapa wilayah, antara lain Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Yogyakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
Dari total 37 laporan, 25 kasus di antaranya terjadi di lingkungan sekolah dasar. Sisanya, 5 kasus di jenjang sekolah menengah pertama, 6 kasus di sekolah menengah atas, dan 1 kasus di perguruan tinggi. "Pelanggaran hak anak di bidang pendidikan masih didominasi kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan seksual," ujar Retno.
Berbeda dengan di Jakarta, menurut Retno, KPAI kerap terbentur pada sikap tertutup pemerintah daerah dan pihak sekolah ketika menangani kasus kekerasan dan perundungan di luar Jakarta. Banyak dinas pendidikan di daerah lain yang tak menanggapi permintaan klarifikasi dan mengabaikan begitu saja rekomendasi KPAI. Pengelola sekolah juga kerap tidak kooperatif dan berusaha menutup-nutupi kasus kekerasan di lingkungan mereka.
Karena itu, KPAI meminta bantuan Kementerian Pendidikan untuk turut mendorong semua daerah lebih responsif dalam pencegahan ataupun penanganan kasus kekerasan serta perundungan di sekolah. "Kalaupun kami teriak-teriak, bila kepala daerah enggak mudeng dan enggak mau, kami enggak bisa melakukan apa-apa," ucap Retno. AVIT HIDAYAT | HALIDA BUNGA FISANDRA | MUH. HALWI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo