Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Drama Di Menit Ke-108

Insiden tandukan yang menggegerkan dunia itu bakal berujung di Komisi Disiplin FIFA. Kedua pemain yang terlibat, Zinedine Zidane dan Marco Materazzi, akan dipanggil. Zizou telah meminta maaf atas tindakannya, tapi ia mengatakan tak menyesal.

17 Juli 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
head0921.jpg

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Insiden yang menggegerkan dunia itu bakal berujung di Komisi Disi-plin FIFA. Selasa ini federasi sepak bola internasional itu telah meminta kapten tim Prancis, Zinedine Zidane, menyerahkan pernyataan tertulis ihwal insiden di final Piala Dunia 2006 tersebut.

Salinan pernyataan itu akan diberikan- kepada bek Italia, Marco Materazzi. Me-reka berdua akan dipanggil dua hari kemu-dian. Presiden FIFA, Sepp Blatter, ber-janji keputusan akan diambil sehari kemudian, Jumat pekan ini.

Komisi Disiplin FIFA memutuskan me-nyidangkan keduanya setelah Zidane- bersuara di stasiun televisi Prancis Ca-na-l Plus, Rabu pekan lalu. ”Proses ini di-lakukan setelah Zidane menyebut aksi-nya dilakukan sebagai respons terha-dap provokasi yang dilakukan berulang-ulang,” begitu pernyataan FIFA.

Drama tandukan Zidane ke dada Materazzi terjadi dalam final Piala Dunia 2006 saat Prancis berlaga melawan Italia. Ketika itu pertandingan memasuki menit ke-108 pada masa perpanjangan waktu. Tiba-tiba Materazzi terlihat roboh terjengkang.

Nyaris tak ada yang tahu apa yang se-sungguhnya terjadi, termasuk wasit asal Argentina, Horacio Elizondo. Tapi s-atu dari 26 kamera yang merekam setiap jeng-kal Stadion Olympia Berlin, Jer-man, men-jadi saksi mata tak terbantah-kan. Elizondo akhirnya mengusir Zidane setelah mendengar pendapat hakim garis.

Kekerasan berujung kartu merah bukan hal baru dalam sepak bola. Peristiwa itu menjadi istimewa karena terjadi di partai final dan melibatkan pemain ter-mahal dunia seperti Zidane. Nilai transfernya dari Juventus ke Real Madrid sebesar Rp 777 miliar masih menja-di rekor yang belum terpecahkan sampai sekarang.

Sebelumnya, pemain berusia 34 tahun- ini sudah mengumumkan final Piala Dunia menjadi pertandingan internasio-nal terakhirnya. Tapi, hanya 12 menit s-ebelum pertandingan usai, Zidane berbu-at konyol. Padahal ia sudah menabung prestasi cemerlang terpilih menjadi pemain terbaik dunia pada 1998, 2000, dan 2003. Terakhir, komisi jurnalis internasional memilihnya sebagai Pemain Terbaik Piala Dunia 2006.

Akhir gemilang Zizou—panggilan sa-yang publik Prancis kepada Zidane— se-bagai jenius sepak bola pun bakal terco-reng.- FIFA sudah mengancam akan men-copot predikat pemain terbaik. ”Eksekutif komite FIFA akan memper-timbangkan perilaku pemain yang ber-la-wanan dengan etika,” kata Blatter. Apala-gi, wartawan yang memilih Zidane memberikan suara sebelum partai final dimulai. Jika gelar itu dicopot, trofi bola emas akan berpindah tangan kepada kapten Italia, Fabio Cannavaro.

Keheranan tentang perilaku Zidane yang mendadak buas, padahal selama ini dikenal santun, belum pupus. Pema-in le-gendaris Jerman, Franz Beckenba-uer, ikut terkejut. ”Pasti Materazzi me-ngatakan se-suatu yang menyakiti Zidane,” kata Ke-tua Panitia Piala Dunia 2006 ini.

Beberapa media di Eropa mencoba mem-bongkar misteri itu dengan bantu-an pembaca gerak bibir. Jessica Rees, ahli membaca gerak bibir, melihat Materazzi mengucapkan kalimat dalam ba-hasa Italia: ”Che è il figlio di una puttana terrorista.” Kalimat yang berarti ”Ini salah satu anak pelacur teroris itu” amat dipahami Zidane karena ia pernah lima tahun merumput di klub Juventus.

Kesaksian pembaca gerak bibir itu amat mengejutkan, terlebih terjadi saat FIFA getol mengkampanyekan antirasialisme dalam sepak bola. Pemain yang mengejek pemain lain secara rasial atau menghina pribadi bisa diganjar kartu merah dan denda uang. Namun, saat itu wasit hanya menghukum Zidane. ”Jika benar ada penghinaan rasial, FIFA ha-rus bertindak,” kata Piara Powar, Direktur Kick It Out, sebuah organisasi antirasialisme dalam sepak bola.

Tudingan gawat itu membuat Mate-razzi gelagapan. Ia akhirnya mengaku te-lah menghina Zidane, tapi membantah- mengatakan sesuatu yang berbau rasial. ”Saya tidak menyebutnya teroris, apalagi menghina ibunya,” katanya. Pemain berusia 32 tahun ini menolak meng-ulang kalimat penghinaan yang dilontarkan kepada Zidane. ”Hanya sebuah kalimat yang biasa kita umpatkan sepuluh kali dalam sehari,” katanya.

Pengakuan itu berbeda dengan pernyataan Zidane tiga hari kemudian. Dia menyebut Materazzi telah menghina ibu dan saudara perempuannya dengan kata-kata yang menyakitkan. Tapi memang tidak ada kata-kata berbau rasial.

Seperti juga Materazzi, Zidane meno-lak mengulang kalimat penghinaan itu.- Kepada penonton, khususnya anak-anak, dia meminta maaf atas tindakannya, tapi ia mengatakan tak menyesal. ”Dia yang paling bersalah karena telah memprovokasi berulang-ulang,” kata-nya menuding Materazzi.

Ulah Zizou bagaimanapun mencoreng sportivitas sepak bola. Mark Hateley, mantan penyerang Inggris yang pernah berma-in di klub AC Milan (1984-1987), mengatakan penghinaan biasa dilakukan pemain Italia untuk memancing emo-si lawan.

Orang Italia menyebutnya dengan istilah furbo, yang artinya akal-akalan. Ejekan itu bahkan sudah dilakukan se-jak pemain berada di lorong menuju- la-pangan. ”Kadang berhasil, kadang tidak. Saya kecewa hal itu berhasil dilakukan kepada Zidane,” kata Hateley.

Tak cuma Zizou yang punya catatan ge-lap di lapangan hijau. Dua legenda se-pak bola lainnya, Edson Arantes do Nascimento alias Pele dari Brasil dan Diego Armando Maradona dari Argentina, punya lembaran kelam serupa.

Pele sepanjang kariernya tercatat dua kali secara sengaja menyerang hingga- mengakibatkan kaki lawan patah. Pe-ristiwa pertama dilakukan terhadap pe-main Jerman Barat, Kiesman, pada 1965. Kebuasan itu diulangnya lagi de-ngan korban kaki Procopio, pemain klub Cruzeiro, tiga tahun kemudian.

Maradona juga bertindak licik de-ngan memasukkan bola ke gawang Peter Shil-ton dari Inggris memakai ta-ngan. Gol tangan Tuhan tersebut—begitu Ma-radona menyebutnya—terjadi dalam pe-rem-pat final Piala Dunia 1986, tetapi baru diakuinya tahun lalu.

Kali ini giliran Zidane. Nasibnya akan ditentukan Jumat pekan ini ber-sama sang lawan: Materazzi.

Agung Rulianto, Adek Media Roza


Emosi dan Rasisme di Lapangan Hijau

Bek Belanda, Frank Rijkaard, meludahi Rudi Voller. Penyerang Jerman Barat itu balas meludah. Insiden ludah itu berlangsung pada Piala Dunia 1990 di Italia. Kedua pemain diusir wasit.

Penyerang Brasil, Leonardo, frustrasi karena gagal menembus pertahanan Amerika Serikat dalam pertandingan 16 besar Piala Dunia 1994. Pada suatu kesempatan, ia menyikut pemain Amerika, Tab Ramos, hingga menyebabkan keretakan tulang tengkorak. Komisi Disiplin FIFA melarangnya bermain hingga Piala Dunia 1994 berakhir.

Claudio Caniggia diganjar kartu merah karena mengejek wasit Ali Bujsaim. Penyerang Argentina itu sesungguhnya berada di bangku cadangan saat Argentina melawan Swedia pada Piala Dunia 2002.

FIFA menjatuhkan denda Rp 756 juta kepada Federasi Sepak Bola Spanyol. Penonton Spanyol mengejek pemain kulit hitam Inggris, Ashley Cole dan Shaun Wright-Phillips, dalam pertandingan persahabatan di Madrid, November 2004.

Marc Zoro, pemain belakang klub Messina, Italia, asal Pantai Gading, menolak melanjutkan pertandingan setelah dihina secara rasial oleh pendukung tuan rumah Inter Milan, November 2005. Peristiwa serupa kerap dialami pemain asal Kamerun, Samuel Eto’o, di La Liga, Spanyol. Eto’o biasanya diteriaki dengan meniru suara monyet.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus