Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Mahfud Md. membentuk tim kecil untuk menyusun SKB pelarangan FPI.
Istana memperhatikan hasil survei untuk melarang FPI.
Gagasan membubarkan FPI muncul pada 2016, tapi ditolak oleh Kapolri Tito Karnavian.
SATU dokumen diterima Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej dari seorang utusan Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan pada Senin, 28 November 2020. Isinya: rancangan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri dan tiga kepala lembaga soal pelarangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut, serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam. “Langsung saya pelajari draf tersebut,” ujar Eddy—sapaan Edward—kepada Tempo di kantornya, Rabu, 6 Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eddy—hari itu baru lima hari menjadi wakil menteri—mendapatkan draf tersebut setelah berkomunikasi dengan Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Sugeng Purnomo. Dalam draf itu, Eddy menyoroti beberapa hal, seperti kesalahan ketik dan redaksional keputusan. Salah satu keputusan dia anggap terlalu panjang. Karena itu, dari enam keputusan yang ada, Eddy memecahnya menjadi tujuh diktum. “Agar konstruksi hukumnya runtut dan enak dibaca,” kata guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Draf yang dikaji Eddy itu dibawa ke rapat tim kecil bentukan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud Mahmodin pada Rabu, 30 Desember 2020. Setelah itu, Mahfud memimpin rapat yang dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis, serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Boy Rafli Amar. Merekalah yang akan menandatangani SKB tersebut.
Hadir juga pejabat lain, seperti Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan, Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. “Kami ingin mendengar masukan dan menguatkan dukungan terhadap SKB,” ucap Eddy. Dua orang yang mengetahui pertemuan itu bercerita, Mahfud meminta pendapat peserta rapat soal isi draf SKB tersebut. Ia pun meminta kepolisian dan Kementerian Komunikasi menyiapkan aturan turunan untuk menindaklanjuti SKB tersebut.
Polisi mencopot atribut Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan, Jakarta, 30 Desember 2020. Tempo/Hilman Fathurrahman W.
Setelah rapat usai, Mahfud menggelar konferensi pers yang menyatakan bahwa pemerintah resmi melarang seluruh aktivitas FPI. Alasannya, FPI tak punya kekuatan hukum sebagai organisasi karena telah bubar sejak 21 Juni 2019. Selama tak ada kekuatan hukum itu, FPI tetap melakukan kegiatan dan ada yang melanggar hukum. “Tak ada legal standing. Kalau ada yang mengatasnamakan FPI, itu tidak ada dan harus ditolak,” ujar Mahfud.
Pemerintah juga membuat tujuh keputusan mengenai FPI, yang dibacakan oleh Eddy. Di antaranya larangan menggelar kegiatan serta penggunaan simbol dan atribut FPI. Pemerintah juga meminta masyarakat tak terlibat dalam kegiatan FPI serta melaporkan penggunaan simbol dan atribut FPI kepada aparat penegak hukum. “Apabila terjadi pelanggaran, penegak hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh FPI,” kata Eddy.
Setelah SKB terbit, Kepala Polri Jenderal Idham Azis mengeluarkan maklumat pelarangan FPI awal tahun ini. Dia meminta masyarakat tak terlibat dalam kegiatan FPI atau mengakses, mengunggah, atau menyebarluaskan konten soal FPI di media sosial. Pun Kementerian Komunikasi dan Informatika menggelar patroli digital. Juru bicara Kementerian Komunikasi, Dedy Permadi, mengatakan lembaganya telah meminta pengelola media sosial membersihkan konten soal FPI.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga memblokir 59 rekening milik FPI dan pihak yang terkait. “Jumlah uang dan rekeningnya masih terus bergerak,” ujar Kepala PPATK Dian Ediana Rae dalam akun YouTube PPATK, Jumat, 8 Januari lalu. Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej menyatakan PPATK dilibatkan untuk mengendus aliran dana FPI agar data yang didapat pemerintah makin lengkap.
•••
RENCANA pemerintah melarang Front Pembela Islam dan aktivitasnya muncul tak lama setelah pentolan organisasi itu, Muhammad Rizieq Syihab, kembali ke Indonesia pada 10 November 2020. Sejumlah pejabat pemerintah yang mengetahui proses keluarnya surat keputusan bersama enam menteri dan kepala lembaga negara mengatakan pelarangan FPI itu merupakan keinginan langsung Presiden Joko Widodo. Terutama setelah Rizieq—menghabiskan waktu tiga setengah tahun di Arab Saudi—dijemput puluhan ribu pendukungnya di bandar udara. Beberapa acara yang digelar atau dihadiri Rizieq, baik di markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat, maupun di Megamendung, Bogor, Jawa Barat, turut menimbulkan kerumunan.
Dalam rapat kabinet terbatas yang digelar Senin, 16 November 2020, misalnya, Jokowi menyoroti soal munculnya kerumunan massa akibat kegiatan Rizieq. Ia meminta kepolisian bertindak lebih tegas. Rizieq kini mendekam di sel Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya karena menjadi tersangka kerumunan.
Kekesalan juga dirasakan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. setelah rumah ibunya di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, digeruduk massa FPI pada awal Desember 2020. Dalam akun Twitter miliknya, Mahfud menyatakan selalu menghindar untuk menindak mereka yang menyerang pribadinya dan siap tegas buat kasus lain yang tidak merugikannya. “Kali ini mereka mengganggu ibu saya, bukan mengganggu Menkopolhukam,” tutur Mahfud.
Niat melarang FPI makin bulat setelah Presiden menerima keluhan dari kalangan pengusaha. Menurut seorang petinggi Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani mengungkapkan dampak dari kegiatan FPI terhadap iklim usaha saat bertemu dengan Presiden. Rosan, kata pengusaha tersebut, menyatakan diperlukan kepastian hukum agar bisnis berjalan lancar. Ia mencontohkan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono yang pernah memenjarakan Rizieq. Oktober 2008, Rizieq divonis satu setengah tahun penjara dalam kasus penyerangan massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan pada 1 Juni 2008.
Rosan tak merespons panggilan telepon dan pesan yang dilayangkan Tempo. Kepala Badan Koordinasi Asosiasi Kadin Yukki Hanafi enggan menanggapi pertemuan antara Rosan dan Jokowi. Namun dia menyatakan stabilitas nasional dan kepastian hukum merupakan hal yang penting dalam dunia usaha. Adapun Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia mengatakan persoalan FPI tak dibahas secara spesifik dalam rapat dengan Presiden. “Hanya secara umum karena terkait dengan penanganan Covid-19, keamanan, dan perekonomian,” ujarnya. Bahlil menilai SKB enam menteri merupakan strategi pemerintah dalam pemulihan wabah dan pengendalian ekonomi.
Pemerintah pun mengkaji berbagai aspek soal Front Pembela Islam. Misalnya jumlah anggota FPI yang menjadi terpidana atau terlibat kasus terorisme serta memperhatikan hasil survei soal organisasi itu. Salah satunya sigi Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis pada 26 November 2020. Hasil survei lembaga itu terhadap 1.201 orang menunjukkan bahwa 73 persen responden menyatakan mengenal Rizieq Syihab dan hanya 43 persen yang menyukainya. Sedangkan untuk FPI, dari 69 responden yang mengenal nama organisasi itu, hanya 43 persen di antaranya yang menyukainya.
Direktur Eksekutif SMRC Sirojuddin Abbas enggan berkomentar banyak ketika dimintai tanggapan soal hasil surveinya yang menjadi pertimbangan pembubaran FPI. Namun dia tak menutup kemungkinan adanya peneliti SMRC yang bertemu dengan pejabat pemerintah untuk mendiskusikan hasil survei tersebut. “Hasil surveinya bersifat terbuka,” ucap Sirojuddin.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md. (tengah) mengumumkan penghentian segala kegiatan Front Pembela Islam (FPI) di Jakarta, 30 Desember 2020. Antara/Humas Kemenko Polhukam
Menurut sejumlah pejabat yang mengetahui proses munculnya SKB, pemerintah juga mempertimbangkan kekuatan politik FPI yang menurun. Indikasinya, lawan politik Jokowi dalam pemilihan presiden 2019, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, telah bergabung dengan pemerintah. Prabowo yang juga Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya menjabat Menteri Pertahanan, sedangkan Sandiaga pada 23 November 2020 dilantik menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Pada 2019, pasangan itu didukung oleh Rizieq Syihab dan FPI. Lima tahun sebelumnya, Rizieq menyatakan dukungan untuk pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, tak merespons panggilan telepon dan pesan yang dikirimkan Tempo. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej membenarkan SKB itu dikomunikasikan dengan Jokowi, dari tahap penyusunan hingga setelah ditetapkan. “Tindakan menteri yang merupakan bawahan Presiden pasti didiskusikan dan dielaborasikan baik sebelum dan sesudah keputusan,” ujarnya.
•••
GAGASAN membubarkan Front Pembela Islam sebenarnya sempat muncul pada akhir 2016, setelah Rizieq Syihab ikut memelopori unjuk rasa besar yang meminta Gubernur DKI Jakarta kala itu, Basuki Tjahaja Purnama, dipenjara karena diduga menista agama. Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jaya Raya saat itu, Mochamad Iriawan, dikabarkan menyarankan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian agar menindak tegas FPI. Namun Tito tak merespons saran tersebut. Dimintai tanggapan, Iriawan irit berkomentar. “FPI dari dulu memang meresahkan masyarakat,” katanya pada Jumat, 8 Januari lalu.
Tito memang dikenal dekat dengan Rizieq Syihab. Kedekatan itu terlihat dalam acara yang diselenggarakan Yayasan Assaadah dan Dewan Pimpinan Daerah FPI DKI Jakarta pada September 2015. Tito, saat itu menjabat Kapolda Metro Jaya, memuji Rizieq sebagai sosok yang toleran, termasuk kepada agama lain. Tito pun menyatakan pernah pergi bersama Rizieq ke Poso, Sulawesi Tengah, untuk membantu mendamaikan konflik antara muslim dan umat kristiani di sana.
Pada akhir Juli 2019, Menteri Dalam Negeri saat itu, Tjahjo Kumolo, menyatakan tak akan buru-buru mengeluarkan surat keterangan terdaftar untuk FPI. Menurut Tjahjo, Kementerian Dalam Negeri masih mengkaji soal komitmen FPI terhadap Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. FPI pun diminta memenuhi lima syarat, di antaranya anggaran dasar dan anggaran rumah tangga FPI sesuai dengan Pancasila dan hukum Indonesia, serta adanya rekomendasi dari Kementerian Agama.
Tiga bulan kemudian, atau pada Oktober 2019, Tito yang menggantikan Tjahjo menyatakan bahwa perpanjangan surat keterangan terdaftar FPI tinggal menunggu rekomendasi dari Kementerian Agama. Sekitar sebulan kemudian, Menteri Agama saat itu, Fachrul Razi, memberikan rekomendasi kepada FPI karena membuat surat pernyataan tak ragu terhadap Pancasila dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun Tito berbalik arah dan menyatakan AD/ART FPI bermasalah karena ada frasa “khilafah Islamiyah”. “Ini istilah sensitif dan bertentangan dengan NKRI jika terkait dengan sistem negara,” ujar Tito ketika itu. Tito belum bisa dimintai tanggapan soal rekomendasi surat keterangan terdaftar untuk FPI ataupun kedekatannya dengan organisasi tersebut. Pesan dan panggilan telepon Tempo tak diresponsnya. Anggota staf khusus Menteri Dalam Negeri, Kastorius Sinaga, juga tak memberikan jawaban apa pun.
Sekretaris Bantuan Hukum FPI Aziz Yanuar mengatakan tersendatnya penerbitan surat keterangan terdaftar baru pertama kali terjadi sejak organisasi itu berdiri pada 17 Agustus 1998. Para pengurus pun mencium tanda-tanda bahwa pemerintah akan membubarkan FPI. “Kalau disebut tak sesuai dengan Pancasila dan NKRI, kenapa waktu itu diterima?” tuturnya. Adapun Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej menuturkan, karena tak memperpanjang surat keterangan terdaftar, artinya FPI bubar dengan sendirinya. “Terserah mereka mau reinkarnasi apa, yang penting tidak lagi menggunakan atribut FPI dan mengganggu keamanan,” ujarnya.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, BUDIARTI UTAMI PUTRI, DEVY ERNIS, EGY ADYATAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo