Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dugaan sutami

Sutami, menteri putl dalam rapat kerja dengan komisi v mengatakan program perbaikan lingkungan perumahan kota kurang mencapai sasaran, begitu juga dengan pelayanan penerangan listrik & air minum. (kt)

28 Februari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WALAUPUN tak jelas mengapa baru sekarang diucapkan, sinyalemen yang dilontarkan Menteri PUTL, Sutami dalam rapat kerja dengan Komisi V pertengahan bulan yang lalu -- cukup mengagetkan juga. Berkata Sutami: "program perbaikan lingkungan perumahan kota atau perbaikan kampung tampaknya kurang dapat mencapai sasaran yang diharapkan". Idealnya, program tersebut seharusnya bertujuan membantu penduduk berpenghasilan rendah yang sebagian besar tinggal di kampung-kampung, tambahnya. Tapi, kata Sutami -- yang pada hari itu juga mengungkapkan rasa belum puasnya akan pelayanan penerangan listrik dan air minum yang ada -- kenyataan menunjukkan bahwa perbaikan kampung itu malahan meningkatkan uang sewa atau uang kontrak dan harga tanah. Hal ini kemudian menyebabkan makin menyingkirnya penduduk berpenghasilan rendah ke pinggiran kota. Tak urung Sutami pun menawarkan pada DPR untuk meneliti hal ini bersama-sama Departemen PUTL. Memang, mempersoalkan program perbaikan kampung dalam hubungannya serta manfaatnya bagi penduduk berpenghasilan rendah -- terutama di Jakarta -- menarik juga. Pada Pelita I, Pemerintah DKI telah menyelesaikan perbaikan kampung seluas 2400 Ha yang didiami 1,2 juta penduduk. Pada Pelita II direncanakan perbaikan kampung -- yang biasa dikenal dengan Proyek Muhamad Husni Thamrin (MHT) itu -- akan meliputi wilayah seluas 4800 Ha, dengan target setiap tahun sekitar 990 Ha. Ini berarti 1,8 juta penduduk kampung akan menikmati lingkungan yang lebih baik dari sebelumnya. Dan sebagai program yang mendapat prioritas pertama, untuk perbaikan kampung tahun 75/76 ini saja Pemda DKI menyediakan biaya sebesar Rp 10,7 milyar. Namun, apa yang dikemukakan Sutami itu -- tentang kenaikan uang kontrak dsb -- ada juga benarnya. Di Rawasari Jakarta Pusat misalnya, dua tahun yang lalu ketika jalan Sayuti belum terkena Proyek MHT uang kontrak sebuah rumah 3 x 12 meter yang terbuat dari gedek hanya Rp 45 ribu setahunnya. Sekarang harganya mencapai Rp 100 ribu setahun. Tapi, apakah kenaikan harga itu tak ada hubungan juga dengan menanjaknya angka inflasi dan besarnya permintaan? Di daerah Tomang -- yang tak termasuk Proyek MHT -- dua tahun lalu kontrak rumah permanen berkisar ' juta rupiah setahun. Sekarang mencapai antaraRp 800 ribu sampai Rp 1 juta setahunnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus