KEJUTAN-KEJUTAN teknologi baru sudah terlanjur meledak di
kawasan Aceh bahagian Utara. Pertamina sedang giat-giatnya
merubah wajah pertanian menjadi ladang-ladang gas. Sampai
akhirnya menggelitik juga telinga mereka yang menamakan dirinya
teknokrat di sana. Mereka pun berkumpul dan saling tarik suara.
Maksudnya, "bagaimana membuat rakyat bisa mendapat hidup yang
lebih baik di samping industri berat yang sedang berdiri itu",
ujar seorang peserta Seminar tentang Pembangunan Wilayah Aceh
Utara akhir Januari yang lalu. "Pengalaman sudah banyak", kata
mereka itu pula. "Lihat saja apa yang diperoleh oleh rakyat
Banten dari Krakatau Steel", tambah mereka lagi.
Golongan rakyat ini, sudah disebut antara lain: yang benar-benar
langsung terkena proyek LNG serta tergusur ke tempat lain dan
mereka yang mencoba mengalihkan modal untuk ikut mendapat
pekerjaan di sana. Bagi rakyat bekas pemilik tanah, jangankan
datang untuk melihat-lihat tanah pusakamereka. "mendekat saja
sudah tidak bisa" ujar seorang penduduk di Lhokseumawe. Areal
proyek sudah terpagar. "Lalu apa manfaat proyek ini untuk
kami?", tanya mereka pula, "kalau untuk cari kerjaan di sini
saja sudah tidak bisa". Sebab memang ada semacam perjanjian
antara pihak-pihak yang berwenang agar anak-anak daerah
didahulukan untuk diterima bekerja di sini. Tapi toh kericuhan
meledak juga.
Pada awal Januari tahun ini kantor Bechtel di Lho' Seumawe telah
diserbu oleh pelamar-pelamar pekerjaan yang merasa
terkatung-katung oleh beberapa petugas perusahaan asing itu.
Soalnya para pelamar merasa sudah memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan plus telah membayar sejumlah uang yang diminta oleh
petugas Bechtel itu. Sementara itu tenaga kerja dari luar terus
saja berdatangan ke kawasan ini. Pada bulan Juli tahun lalu saja
Menteri Tenaga Kerja telah mengizinkan Bechtel untuk mengangkut
600 orang tenaga Indonesia dari luar Aceh ke daerah Arun. Di
samping itu harian Aceh Post menyebutkan bahwa ada amoy-amoy
yang dimasukkan kemari untuk berbagai "tugas rangkap"
Suasana kerja yang keras telah pula menimbulkan berbagai
kejadian. Aceh Post 19 Januari 76 menurunkan artikel yang
menyebutkan bahwa ada 700 orang karyawan dipecat begitu saja.
Lalu ada pula kejadian lain, "hukum rimba yang berkuasa di
sini", ujar seorang wartawan lokal yang meninjau ke daerah ini.
Perkelahian di antara buruh sering terjadi. Terutama yang
dikontrak oleh PT Injoko. Polisi setempat telah ditarik
perhatiannya dengan adanya ceceran darah di sekitar komplek
perusahaan ini. Dan sesosok mayat telah puia ditemukan terapung
di laut. "Suasana ini telah menimbulkan ketidaknyamanan dalam
bekerja", ujar seorang buruh di sana.
Dari seminar pembangunan daerah Aceh Utara itu telah pula
terungkap berbagai masalah. Antara lain rencana membuka pabrik
lain yang menggunakan bahan baku gas alam. Dow Chemical
bermaksud untuk menanam modal sekitar $ 1,2 milyar di daerah
ini. Survey sudah dilaksanakan dan sekitar Juli 1976 pabrik
sudah mulai didirikan. Nico Daryanto, pimpinan Dow untuk
Indonesia menyebutkan "6000 tenaga kerja diperlukan untuk masa
pembangunan dan pada saat operasi akan menampung 2000 tenaga
kerja". Apa yang akan dihasilkan oleh pabrik baru ini? "Bahan
untuk membuat plastik", kata Nico, "90% akan diekspor dan yang
10% akan digunakan di Indonesia". Diperkirakan pabrik Petro
Kimia dan LNG akan menambah jumlah penduduk sekitar 15.000 orang
(buruh plus keluarga).
Ngobyek
Uang hasil ganti rugi tanah yang sudah beredar di Aceh saja ada
sekitar Rp 5,2 milyar. Jumlah ini akan bertambah dengan
pembukaan pabrik petro-kimia di sana. Nah sebelum uang itu
keburu habis, diusulkan agar beberapa usaha bisa dilaksanakam
Buruh dan keluarga pabrik-pabrik itu adalah manusia yang perlu
makan dan rninum. Untuk itu berbagai proyek pertanian diusulkan
pula. Mulai dari peternakan ayam, hingga produksi buah-buahan.
Untung saja sudah sejak lama daerah Aceh Tengah (Takengon)
terkenal sebagai sumber buah-buahan dan sayur-mayur untuk
daratan Aceh bahkan juga diekspor ke daratan Malaysia serta
Singapura. "Nah tinggal menanam modal serta memperbaiki
mutunya". "Hingga tuan-tuan di proyek akan bersedia membelinya",
ujar seorang pemilik modal yang berminat dalam usaha itu.
Selain itu diharapkan agar Universitas Syiah Kuala bisa
berkembang dengan baik hingga bisa menghasilkan tenaga yang
"bisa bekerja". Cuma sayangya pada akhir-akhir ini pimpinan
Universitas terlalu sibuk dengan kerja-kerja non pendidikan.
"Ngobyek di luaran", seperti ujar Nurdin AR anggota DPRD-Aceh.
Nurdin AR menambahkan lagi: "Pimpinan Universitas terlalu banyak
terlibat dalam royek pembangunan, hingga waktunya hanya tersisa
sedikit untuk Universitas". "Kalau ngobyek untuk menunjang
Universitas kita sih tidak keberatan, tapi buktinya dosen-dosen
tetap saja tidak bertambah sejahtera". Sebagai contoh ia
sebutkan, "sedangkan binatang yang disuruh meluku punya kandang,
masakan dosen-dosen tidak disediakan perumahan".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini