Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Otak-Atik Setelah Vaksin Ditolak

Dukungan untuk Badan Pengawas Obat dan Makanan muncul dari berbagai kalangan. Ada rencana memereteli kewenangan BPOM.

24 April 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito meninjau pengelolaan vaksin COVID-19, Puskesmas Abiansemal I, Badung, Bali, 4 Maret 2021. ANTARA/Fikri Yusuf

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sikap sejumlah politikus mendukung vaksin Nusantara berbalas dukungan terhadap BPOM.

  • Fraksi PDIP disebut mendukung sikap Kepala BPOM Penny Lukito.

  • RUU Pengawasan Obat dan Makanan bakal menjadi serangan lanjutan terhadap BPOM.

KEDATANGAN sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan para tokoh ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, pada Rabu, 14 April lalu, menjadi perbincangan di grup WhatsApp “Gerakan Satu Juta Tes Antigen Indonesia”. Grup beranggota lebih dari 35 orang itu menggunjingkan dukungan para politikus terhadap vaksin Nusantara besutan mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto. Mereka pun ramai-ramai menyerahkan darah masing-masing untuk diolah dengan teknologi sel dendritik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada hari yang sama, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menggelar konferensi pers dan mengungkapkan berbagai persoalan dalam pengembangan vaksin dendritik. Misalnya pelaksanaan uji klinis tahap pertama tidak sesuai dengan standar. Kepada Tempo pada 19 Maret lalu, Penny menyatakan bahwa vaksin dendritik tak lolos uji klinis tahap pertama, bahkan harus diulang dari awal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mempertanyakan sikap para politikus tersebut, para penghuni grup “Gerakan Satu Juta Tes Antigen Indonesia” memutuskan mengumpulkan dukungan untuk BPOM. “Kami melihat BPOM disudutkan,” kata salah satu anggota grup, Alif Iman Nurlambang, pada Selasa, 20 April lalu. Selain Ketua Umum Gerakan Indonesia Kita itu, anggota grup antara lain guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Akmal Taher; mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Erry Riyana Hardjapamekas; dan mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim.

Mereka pun merancang draf pernyataan terbuka. Menurut Alif, semula rancangan pernyataan mencantumkan nama Penny Lukito dan vaksin Nusantara. Namun, dengan pertimbangan seperti tugas pengawasan BPOM secara kelembagaan juga terkait dengan vaksin-vaksin lain yang akan dinilai oleh lembaga itu, nama Penny dan vaksin Nusantara dihapus. Para penghuni grup langsung menebar undangan bergabung dalam gerakan mendukung BPOM. Malam itu juga jumlah dukungan mencapai 100 orang.

Dalam pernyataan terbuka berjudul “Tim BPOM, Majulah Terus” tertulis bahwa setiap penelitian vaksin perlu diputuskan oleh BPOM sebagai lembaga yang memiliki otoritas. Mereka juga meminta semua kalangan membiarkan BPOM bekerja dengan tenang. “BPOM bekerja berdasarkan prosedur disiplin dan integritas ilmiah,” ucap anggota Transparency International Indonesia, Natalia Soebagjo, yang ikut menandatangani pernyataan.

Para pendukung BPOM juga mendukung penelitian dan pengembangan vaksin atau obat untuk melawan pandemi Covid-19 sepanjang memenuhi asas ilmiah. Dukungan itu ditandatangani oleh berbagai kalangan, seperti praktisi pendidikan Henny Supolo; ahli mikrobiologi Universitas Indonesia, Pratiwi Sudarmono; cendekiawan muslim Azyumardi Azra; serta Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kuntoro Mangkusubroto. Menurut Alif Iman Nurlambang, Penny Lukito dalam komunikasi pribadinya menyampaikan terima kasih atas dukungan itu.

•••

DUKUNGAN terhadap Penny Kusumastuti Lukito juga muncul dari Senayan. Pada pertengahan Maret lalu, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengundang Penny ke lantai tujuh Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, markas fraksi banteng. Dalam pertemuan dengan sejumlah anggota Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat dari PDI Perjuangan itu, Penny menjelaskan berbagai kejanggalan penelitian vaksin Nusantara.

Kejanggalan itu terlihat dari inspeksi tim Badan Pengawas Obat dan Makanan ke pusat uji klinis Rumah Sakit Umum Pusat Dr Kariadi, Semarang, dan laboratorium pemeriksaan imunogenisitas Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan pada 12-13 Maret lalu. Dalam inspeksi itu, BPOM menemukan penelitian vaksin Nusantara belum memenuhi syarat penelitian yang baik. “Sekarang DPR mulai memahaminya,” ujar Penny kepada Tempo, Jumat, 19 Maret lalu.

Penny pun disebut-sebut telah bertemu dengan Ketua DPR Puan Maharani. Pertemuan itu juga dihadiri oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Dua orang yang mengetahui pertemuan itu menuturkan, Penny kembali menjelaskan mengenai keganjilan dalam penelitian vaksin Nusantara. Sedangkan Budi menerangkan proses munculnya vaksin Nusantara di Kementerian Kesehatan. Penny dan Puan belum bisa dimintai tanggapan. Sedangkan Budi Gunadi menolak memberikan keterangan mengenai pertemuan itu.

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy juga mengaku beberapa kali berdiskusi dengan Penny Lukito. “Ibu Penny datang dua kali ke kantor saya,” kata Muhadjir kepada Tempo, Kamis, 22 April lalu. Menurut Muhadjir, Penny meminta dukungannya dalam persoalan vaksin Nusantara. Ia juga menyampaikan keinginan agar kewenangan BPOM tak diotak-atik.

Sejumlah anggota Komisi Kesehatan DPR memang berencana memereteli kewenangan BPOM. Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan bakal menjadi senjata yang diarahkan ke lembaga tersebut. Pintu masuk perubahan itu ada dalam Pasal 10 dan 11 RUU Pengawasan Obat dan Makanan. Pasal itu menyebutkan bahwa standar dan persyaratan mengenai obat, bahan obat, obat bahan alam, ekstrak bahan alam, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan pengolahan yang dibuat atau diedarkan wajib memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan oleh Kepala BPOM.

Anggota Komisi Kesehatan dari Fraksi Partai Golkar, Darul Siska, mengatakan saat ini ada wacana memperjelas kewenangan BPOM. Ia mencontohkan, bisa saja nanti BPOM hanya mengawasi penelitian obat dan makanan. Sedangkan pengawasan di bidang lain diserahkan kepada lembaga berbeda. “Bisa saja fungsi pengawasan penelitian itu ditaruh di Badan Riset dan Inovasi Nasional,” ujar Darul, Kamis, 22 April lalu.

Menurut dia, rencana perubahan pengawasan itu muncul karena anggota Komisi Kesehatan kecewa kepada BPOM. Sebagian dari anggota komisi menilai BPOM tak menjalankan keputusan rapat bersama di DPR pada 10 Maret lalu. Salah satu keputusan rapat itu adalah Komisi Kesehatan meminta BPOM segera mengeluarkan izin uji klinis fase kedua untuk vaksin Nusantara. “Secara institusi kecewa karena keputusan itu dicuekin BPOM,” ucapnya.

Wakil Ketua Komisi Kesehatan Emanuel Melkiades Laka Lena membenarkan adanya wacana ini. Melkiades juga menuding BPOM lebih longgar terhadap vaksin buatan luar negeri ketimbang vaksin Nusantara. “BPOM seharusnya bekerja secara obyektif dan adil,” katanya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, FRISKI RIANA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Hussein Abri Dongoran

Hussein Abri Dongoran

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, lulusan Universitas Pasundan, Bandung, ini banyak meliput isu politik dan keamanan. Reportasenya ke kamp pengungsian dan tahanan ISIS di Irak dan Suriah pada 2019 dimuat sebagai laporan utama majalah Tempo bertajuk Para Pengejar Mimpi ISIS.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus