Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Sempoyongan Redam Pergerakan

Laju penularan Covid-19 di berbagai daerah terus naik. Berbanding terbalik dengan jumlah pelacakan kasus yang justru berkurang.

19 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah pemerintah daerah menunjukkan sinyal ingin memperpanjang masa PPKM darurat untuk membendung laju penularan Covid-19.

  • Pertimbangannya adalah masih belum tercapainya target penurunan mobilitas warga.

  • Selama masa PPKM darurat, jumlah penelurusan kasus Covid-19 malah cenderung menurun.

JAKARTA – Pemerintah daerah menganggap pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di Pulau Jawa dan Bali belum mampu mengendalikan mobilitas masyarakat serta meredam kerumunan. Bahkan PPKM darurat ini belum mencapai target minimal penurunan pergerakan masyarakat, yaitu sebesar 30 persen dari masa normal. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Harian Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Jawa Barat, Daud Achmad, mengatakan penurunan mobilitas warga belum mencapai sasaran dalam dua pekan pelaksanaan PPKM darurat. “Mobilitas di Jawa Barat sudah dapat ditekan 20 sampai 25 persen, walaupun masih ada beberapa daerah berada di angka 10 sampai 20 persen dari target minimal 30 persen,” kata Daud, kemarin. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penyebab tingginya pergerakan orang adalah industri non-esensial yang tetap beroperasi. Pemerintah Jawa Barat mendapati sejumlah perusahaan memperoleh izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI) untuk beroperasi pada masa PPKM darurat. Padahal bidang usaha korporasi tersebut tidak termasuk kategori esensial atau kritikal yang dibolehkan beroperasi.

Menurut Daud, rasio penularan Covid-19 harian di Jawa Barat juga masih tinggi, yaitu mencapai 25 persen, lewat 5 persen dari batas maksimal yang dipatok pemerintah. Di samping itu, pemerintah daerah kepayahan melacak 15 orang yang berkontak fisik dengan setiap orang yang terjangkit virus corona. Hingga saat ini, rata-rata pelacakan kasus hanya lima orang per kasus. 

Di luar kondisi itu, pemerintah Jawa Barat sedikit lega karena angka keterisian tempat tidur atau bed occupancy ratio (BOR) ruang isolasi Covid-19 mulai turun. Dalam sepekan terakhir, angka keterisian tempat tidur rumah sakit berada di bawah 90 persen. Padahal sebelumnya banyak rumah sakit rujukan yang penuh. “BOR alhamdulillah sudah turun di kisaran 82 persen,” kata Daud.

Antrean vaksinasi Covid-19 massal di Holy Stadium Marina, Semarang, Jawa Tengah, 1 Juli 2021. ANTARA/Aji Styawan

Kondisi tersebut mendorong pemerintah Jawa Barat mempertimbangkan usul perpanjangan masa PPKM darurat. Namun, Daud melanjutkan, pemerintah Jawa Barat tetap menunggu keputusan resmi dari pemerintah pusat. 

Kondisi serupa terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Koordinator Satuan Tugas Covid-19 Bidang Penegakan Hukum DIY, Noviar Rahmad, mengatakan mobilitas masyarakat masih tinggi selama dua pekan ini. Akibatnya, petugas harus menutup 745 sektor usaha. Ada juga 694 aktivitas usaha yang dibubarkan serta 14 tempat usaha disegel.

Pelanggaran terbesar berasal dari usaha non-esensial yang memaksa beroperasi pada masa pembatasan darurat. “Pelanggaran tertinggi di DI Yogyakarta khususnya dari Kabupaten Sleman,” kata Noviar. 

Dia menyebutkan sektor non-esensial yang ditutup paksa seperti toko kelontong, tempat hiburan, dan sarana olahraga. Angkringan, kafe, dan warung makan juga dikenai sanksi oleh petugas karena masih melayani makan di tempat. 

Ketua Harian Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi, mengatakan pembatasan darurat ini mampu menekan pergerakan masyarakat hingga 34 persen. Penurunan mobilitas itu terjadi karena pemerintah menutup sejumlah ruas jalan, seperti jalan simpang Gejayan, simpang SGM atau Muja Muju arah barat, simpang Kleringan Kafe Legend, serta simpang Hotel Grand Inna Malioboro. “Kami akan terus tambah lagi (penutupan jalan),” kata dia.

Namun penurunan mobilitas tersebut belum mampu membendung lonjakan penularan Covid-19 di Yogyakarta. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, rasio positivitas mingguan di daerah ini naik 2 persen dalam dua pekan terakhir. Pada 2 Juli lalu, rasio positivitas mingguan di Yogyakarta mencapai 41,28 persen atau delapan kali lebih besar dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Angkanya naik menjadi 43,43 persen pada Ahad kemarin. Kenaikan ini mengkhawatirkan karena pelacakan kasus justru stagnan di 0,81 persen. 

Kondisi serupa terjadi di Ibu Kota. Pembatasan darurat hanya efektif di jalan utama, sedangkan mobilitas masyarakat di sudut wilayah tetap tinggi. Panglima Komando Daerah Militer Jayakarta, Mayor Jenderal Mulyo Aji, mengatakan masih banyak terjadi kerumunan orang di permukiman padat penduduk. “Mengobrol sesama warga, bahkan banyak yang tidak menggunakan masker,” kata Mulyo dalam rapat evaluasi PPKM darurat DKI Jakarta, kemarin. 

Situasi itu tergambar dari tingginya penularan Covid-19 di DKI Jakarta. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah kasus Covid-19 per 100 ribu penduduk naik dari 554,34 menjadi 825,46 orang pada 2-17 Juli lalu. Laju kenaikan kasus ini tidak dibarengi dengan peningkatan pelacakan kontak fisik pada periode yang sama. Angka pelacakan kasus justru turun dari 1,99 orang menjadi 1,15 orang per kasus positif. 

Penurunan angka pelacakan kontak fisik juga terjadi Jawa Tengah. Pada 2 Juli lalu, angka pelacakan kasus mingguan di wilayah itu sebesar 1,09 orang per satu kasus positif. Namun angka pelacakan ini turun menjadi 1,01 orang per Ahad kemarin. Sedangkan rasio kematian akibat Covid-19 justru naik dalam sepekan terakhir, yaitu dari 3,84 menjadi 4,27 orang per 100 ribu penduduk. 

Di luar angka-angka itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Abdul Hakam, mengatakan masyarakat justru sangat antusias divaksin selama masa pembatasan darurat. Namun tingginya minat warga tak sebanding dengan pasokan vaksin. “Kami cukup kewalahan memenuhi permintaan dan animo masyarakat,” katanya. 

Koordinator Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menyatakan bahwa pembatasan darurat selama dua pekan mampu menekan pergerakan masyarakat. Meski begitu, pemerintah tetap kesulitan meredam penularan virus corona pada tingkat komunitas. 

Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu mengakui bahwa penerapan PPKM darurat di banyak daerah belum berjalan sempurna. Jadi, ia meminta pemerintah daerah terus mengejar target penurunan mobilitas serta pengendalian kegiatan masyarakat.

AHMAD FIKRI (BANDUNG) | PRIBADI WICAKSONO (YOGYAKARTA) | JAMAL A. NASHR (SEMARANG) | ANT | ROBBY IRFANY
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus