Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gado-gado Berkas Sitaan

Berkas dakwaan pidana Soeharto ditopang ribuan dokumen. Isinya mulai disposisi sampai kesepakatan pelunasan utang perusahaan Cendana.

11 Juni 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DACHMER Munthe, Direktur Pemulihan dan Perlindungan Hak Kejaksaan Agung, membalik-balik berkas. Isinya laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan soal Yayasan Supersemar. ”Kalau yang ini asli. Nih ada stempel dan tanda tangannya,” katanya.

Mantan Wakil Jaksa Tinggi Jawa Barat itu adalah Ketua Tim Jaksa Pengacara Negara untuk Kasus Yayasan Soeharto, tim baru kejaksaan yang diberi tugas mengembalikan kekayaan negara yang mengalir ke kroni mantan presiden Orde Baru tersebut. Sebelumnya, Kejaksaan Agung punya tim pidana beranggotakan belasan jaksa. Namun tim ini gagal menyeret jenderal besar itu ke penjara dan tak berhasil merampas kekayaannya lantaran Mahkamah Agung memutuskan Soeharto tak bisa disidang karena sakit permanen. Kini Dachmer jadi andalan.

Tim ini tidak bekerja dari nol. Dia sudah punya modal awal, yakni berkas kasus pidana Soeharto. Dachmer mewarisi berkas setinggi lutut orang dewasa. Tebalnya hampir 2.000 halaman dengan lampiran 1.647 surat dan dokumen. Dokumen ini hasil sitaan tim jaksa pidana yang dua tahun lamanya menyidik perkara yayasan.

Total banyaknya berkas itu enam lemari kayu dan kini disimpan rapat di ruangan Tambok Nainggolan, salah satu anak buah Dachmer. Berkas itu meliputi dokumen Yayasan Supersemar, Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Dharmais, Tri Komando Rakyat (Trikora), Dana Mandiri (Damandiri), Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila. ”Tapi kita pilih yang terkait dengan Yayasan Supersemar,” kata Dachmer.

Menurut Dachmer, dokumen dalam perkara Soeharto sebagian asli dan sebagian lagi fotokopi. Dokumen asli sebagian didapat dari penyitaan. Misalnya disposisi Menteri Keuangan yang didapat dari mantan menteri Mar’ie Muhammad, atau penyitaan yang didapat dari Gedung Granadi, kantor yayasan Soeharto. Tapi itu pun tindasannya saja. ”Aslinya masih dititipkan di yayasan. Supaya aman,” kata Mukhtar Arifin, jaksa penuntut kasus Soeharto yang kini menjadi Wakil Jaksa Agung.

Risalah yang disimpan kejaksaan macam-macam, dari disposisi, daftar sumbangan bank pemerintah, deposito yayasan di bermacam bank, risalah rapat yayasan, sampai dokumen perjanjian penyelesaian utang (master of settlement and acquisition agreement) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang dilampiri bukti aset. Ada juga belasan hasil audit dari kantor akuntan. Ada yang dari Krisnawan dan Rekan, seperti laporan utang-piutang PT Nusamba. Ada juga dari kantor akuntan Prasetio Utomo & Co. tentang laporan keuangan sejumlah perusahaan penerima dana yayasan.

Surat-menyurat pinjam dan bayar duit juga ada. Misalnya surat Nusamba Group tanggal 25 Januari 2000 berisi laporan pembayaran pinjaman Nusamba ke Yayasan Dakab. Yang juga penting: disposisi Soeharto. Berlembar-lembar perintah membayar utang langsung dari Ketua Yayasan Soeharto ke bendahara tersimpan. Plus bukti transfer dan kuitansi pembayaran.

Misalnya surat perintah bayar Ketua Yayasan Supersemar (Soeharto) untuk Nusamba/Sempati Air yang antara 1985 dan 1995 nilainya mencapai Rp 300 miliar. Duit ini pun punya tanda bukti dari si penerima. Umpamanya saja kuitansi tanda terima cek BNI 46 cabang Harmoni sebagai penyertaan modal Yayasan Supersemar di PT Teh Nusamba Indah tanggal 23 Februari 1985. Lumayan lengkap, cuma sayangnya kopian.

Kalau yang diserahkan bukan duit pun, ada catatannya. Misalnya dalam soal tanah Sirkuit Sentul. Dokumen perintah hibah dan akta hibah 114 hektare tanah di Citeureup, Bogor, milik Yayasan Supersemar kepada Yayasan Tirasa—pengelola Sirkuit Sentul milik Tommy—pada 1989 pun tersedia. Tanah milik Pemerintah Daerah Jawa Barat yang direncanakan jadi lahan hijau itu dibeli yayasan dan dihibahkan ke Tommy dengan cuma membayar Rp 1,4 miliar atau setara dengan nilai jual obyek pajaknya saja.

Hanya, menurut Dachmer, pihaknya tidak akan menelisik sampai sedetail itu. Sebab, mereka hanya menggugat Soeharto dan pengurus Yayasan Supersemar. ”Soal duit ke mana itu urusan mereka. Pokoknya, kita minta mereka kembalikan sejumlah kerugian pemerintah,” katanya. Kerugian negara dalam kasus Supersemar saja mencapai Rp 1,5 triliun. ”Kalau dapat separuhnya, sudah lumayan,” kata Dachmer.

Arif A. Kuswardono, Wahyu Dhyatmika

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus