Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Garis Kemiskinan DKI Jakarta Terendah Ketiga dari 34 Provinsi

Dalam laporan yang dipaparkan secara virtual oleh Kepala BPS Margo Yuwono, DKI Jakarta memiliki tingkat kemiskinan 4,67 persen.

18 Januari 2022 | 07.45 WIB

Ilustrasi Kemiskinan Jakarta. Ed Wray/Getty Images
Perbesar
Ilustrasi Kemiskinan Jakarta. Ed Wray/Getty Images

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Provinsi DKI Jakarta menempati urutan ke-32 dari 34 provinsi, atau ketiga terendah, dalam peringkat jumlah kemiskinan per September 2021. Data tersebut dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Senin, 17 Januari 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun provinsi paling rendah tingkat kemiskinannya adalah Kalimantan Selatan dengan persentase 4,56 persen. Sementara Provinsi Papua memiliki tingkat kemiskinan tertinggi dengan 27,38 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dalam laporan yang dipaparkan secara virtual oleh Kepala BPS Margo Yuwono, DKI Jakarta memiliki tingkat kemiskinan 4,67 persen. Ibu kota Indonesia itu berbagi persentase kemiskinan dengan Kepulauan Bangka yang menempati posisi 33 dari 34 provinsi.

Kepala Badan Pusat Statistik DKI Jakarta Anggoro Dwitjahyono mengatakan, angka kemiskinan di DKI Jakarta menurun per September 2021 setelah gelombang pandemi Covid-19.

“Persentase penduduk miskin DKI Jakarta per September 2021 turun sebesar 0,05 persen dari Maret 2021 menjadi 4,67 persen. Ini berarti persentase kemiskinan turun 0,02 persen pada September 2020,” kata Anggoro.

Total kemiskinan Indonesia secara keseluruhan adalah 9,71 persen per September 2021.

“BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dalam mengukur kemiskinan. Dengan pendekatan ini, maka kemiskinan  dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar baik untuk makanan maupun bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan,” kata Margo Yuwono.

Garis kemiskinan merupakan gabungan garis kemiskinan makanan dan bukan makanan. Indikator garis kemiskinan makanan adalah nilai pengeluaran kebutuhan minum makanan atau setara 2.100 kalori per kapita per hari. Sementara garis kemiskinan bukan makanan adalah nilai minimum pengeluaran untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan pokok bukan makanan lainnya.

Penduduk miskin, kata Margo Yuwono, adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.

“Metode ini dipakai BPS sejak 1998 supaya hasil penghitungan konsisten dan terbanding dari waktu ke waktu (apple to apple),” papar Margo Yuwono.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus