Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Geliat Tim Sukses Calon Presiden

Lima pasangan calon presiden dan wakil presiden Indonesia telah resmi diumumkan KPU. Masing-masing diperkuat tim sukses berlapis-lapis.

24 Mei 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anas Urbaningrum tiba-tiba terenyak saat membaca beberapa pesan pendek yang mampir ke telepon genggamnya. "Kalau Anda tidak meloloskan Gus Dur, kami akan mengejar kalian sampai liang lahat," begitu salah satu bunyinya. Pesan itu datang secara beruntun ketika Ketua Kelompok Kerja Pemilihan Presiden itu bergegas mengikuti rapat pleno penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden di ruang sidang utama Komisi Pemilihan Umum, Sabtu sore lalu.

Di tengah hujan deras, ratusan orang Barisan Pendukung Gus Dur, Indonesia Movement, dan Aliansi Pemuda untuk Indonesia Bangkit berunjuk rasa di Jalan Imam Bonjol, Jakarta, di depan kantor Komite Pemilihan Umum (KPU). Para demonstran yang mengusung keranda dan karangan bunga itu tak bisa memasuki halaman KPU karena terhalang pagar betis polisi. Mereka mendesak KPU agar meloloskan mantan presiden Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden. "Ganti KPU! Ganti KPU!" teriak massa yang segera ditelan deru hujan. Di berbagai kantor KPU daerah, demo serupa pun terjadi.

Agaknya, Anas tak terlalu hirau pada pesan yang bernada ancaman itu. Bekas Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam ini tetap saja melangkah menuju ruang sidang. Maklumlah, palu sudah diketok beberapa saat sebelumnya. Sabtu sore, sekitar pukul 15.30, di ruang sidang utama, Sekretaris Jenderal KPU Safder Yussac hanya membacakan keputusan KPU.

Dalam Surat Keputusan KPU Nomor 36 Tahun 2004 itu, lima pasangan kandidat ditetapkan secara resmi sebagai peserta pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Pasangan pertama adalah Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Hamzah Haz dan Menteri Perhubungan Agum Gumelar. Pasangan kedua, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama K.H. Hasyim Muzadi. Pasangan ketiga, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dan mantan Menteri Transmigrasi dan Permukiman Perambah Hutan Siswono Yudho Husodo. Pasangan keempat, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan S.B. Yudhoyono dan mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Jusuf Kalla. Terakhir, pasangan kelima dari Golkar, yakni mantan Menhankam/Pangab Jenderal (Purn.) Wiranto dan Ketua PBNU Salahuddin Wahid.

Pasangan Wahid dan Ketua DPP Golkar, Marwah Daud, tereliminasi. Menurut Anas, keputusan diambil secara aklamasi atas rekomendasi tim pemeriksa kesehatan dari Ikatan Dokter Indonesia. Wahid dinilai tidak memenuhi syarat Surat Keputusan KPU Nomor 26 Tahun 2004 perihal persyaratan kesehatan calon presiden. "Gus Dur tak memenuhi penilaian atas kemampuan secara jasmani sdan rohani," ujarnya.

Tentu saja Wahid tak mau menerima keputusan itu. Sabtu lalu, di Solo, ia langsung angkat bicara. Cucu Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari itu akan menggugat KPU ke pengadilan, baik secara pidana maupun perdata, atas keputusan yang mengeliminasi dirinya. Menurut dia, KPU melanggar Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 dan Undang-Undang No. 4 Tahun 1997. "Secara perdata, saya akan mengajukan gugatan Rp 1 triliun karena saya dianggap tak mampu sebagai presiden," ujarnya.

Tapi, toh KPU tetap berkukuh. Hamid Awaluddin, seorang anggota KPU, berpendapat keputusan itu sudah final. KPU pun siap menanggung konsekuensinya. Jika merasa tak puas atas putusan KPU, mereka dipersilakan mengajukan gugatan sengketa lewat Panitia Pengawas Pemilu. Dengan mengacu pada Undang-Undang No. 23/2003 tentang Pemilihan Presiden, keputusan KPU bisa diuji ke Mahkamah Agung. "Tapi, apa pun langkah hukum yang diajukan, kami jalan terus," kata Wakil Ketua KPU, Ramlan Surbakti.

Komisi Pemilu memang tak bisa menunggu, apalagi mengulur waktu lagi. Maklumlah, jadwal dan proses pemilihan presiden sudah sangat mendesak. Ahad 23 Mei, mereka menentukan nomor urut pemilihan, sementara pada 1 Juni para kandidat sudah harus memulai kampanye resmi. Pada 5 Juni nanti, pemilu presiden akan digelar. Tentu KPU tak mau dipersalahkan lagi seperti pada pemilu legislatif 5 April lalu.

Karena waktu semakin sempit, pasangan calon itu mulai mempersiapkan diri. Bahkan, sebagian mereka mulai berkampanye lewat kemunculannya di media massa dan masyarakat. "Ini karena ketidaktegasan KPU," kata Wakil Koordinator ICW, Luky Djani. Selain memperbaiki image, para kandidat itu pun membentuk tim sukses untuk menawarkan "jualan" mereka.

Meski tak ada kesepakatan tertentu, tiap pasangan ternyata membentuk tim sukses dengan model seragam. Selain tim sukses formal yang didaftarkan secara resmi di KPU, mereka membentuk tim bayangan. Tim-tim itu dibentuk di tingkat pusat sampai ke daerah. Sementara tim formal banyak menampilkan tokoh-tokoh, vote getter, dan juru kampanye beken, tim bayangan berisi orang-orang yang menguasai jaringan massa.

Geliat tim sukses mulai tampak. Tak sekadar memoles performance calon, mereka pun mulai menjadwalkan kampanye, kunjungan, dan menggelar lobi-lobi intensif ke berbagai tokoh, kelompok massa, mahasiswa, dan pengusaha. Ada pula yang menggalang operasi penggembosan calon lain. "Kami punya data dan rekaman pertemuannya," kata Ketua Tim Sukses Golkar, Slamet Effendi Yusuf.

Sebagai pasangan yang paling awal mendeklarasikan diri, Yudhoyono dan Kalla tampak siap menyusun tim. Tengoklah daftar nama tim kampanye mereka. Selain rapi, daftar tim yang tercatat di KPU paling banyak mencantumkan nama anggota tim sukses dibandingkan kandidat lain. Dalam daftar susunan tim sukses setebal 41 halaman, kelompok Yudhoyono memasang 1.083 nama anggota. "Kami menyiapkan 360 orang juru kampanye nasional," kata Wakil Sekjen Partai Demokrat, Max Sopacua.

Pada buku tebal itu bisa terbaca nama pensiunan jenderal dan tokoh-tokoh partai pendukung. Misalnya, di tim pengarah, PKPI menyertakan nama ketua umumnya, Jenderal (Purn.) Edy Sudradjat, Subur Budhisantoso (Ketua Umum Partai Demokrat), Yusron Ihza Mahendra (adik Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra), dan M.S. Kaban (Sekjen PBB). Sementara itu, mantan Kasospol ABRI, Letjen Moch Ma'roef, menjabat ketua tim kampanye, yang dibantu Mayjen (Purn.) Achdari (mantan Dirjen Politik Departemen Dalam Negeri).

Selain tim sukses resmi yang dicatatkan ke KPU, mereka juga tampak memiliki tim tak resmi. Kamis lalu, sekitar 1.500 pemuda Jakarta, Jawa Barat, dan Banten mendeklarasikan kelompok Relawan Politik untuk Perubahan di Gelora Bung Karno. Susilo Bambang Yudhoyono, yang sekarang lebih populer dengan sebutan SBY, dan Jusuf Kalla pun hadir.

Berapa biaya tim sukses SBY untuk bekerja hingga hari pemilihan tiba? Agaknya hingga kini belum bisa dihitung dengan pasti. Paling tidak, Yudhoyono mengaku demikian. "Perkiraan saya untuk kampanye media sekitar Rp 100 miliar," ujarnya. Rumusan dana kampanye, katanya, baru bisa dihitung setelah tim sukses gabungan bekerja selama satu bulan. Perencanaan dana kampanye ini menjadi tanggung jawab Kalla.

PDI Perjuangan pun giat menggalang tim. Menurut sekretaris tim sukses Mega-Hasyim, Heri Akhmadi, upaya agar Mega tetap duduk di kursi presiden dibentuk dalam tiga kelompok yang bergerak simultan. Tim pertama adalah Tim Mega for Presiden (TMP), yang diketuai Sekjen PDIP Soetjipto. Tim ini merupakan tim internal partai yang akan bergerak menggunakan struktur partai dari tingkat pusat hingga ke ranting.

Tim kedua diberi nama Tim Kampanye Mega-Hasyim (TKMH). Inilah tim gabungan yang melibatkan tokoh-tokoh PDIP dan NU. Dan tim yang diketuai Soetjipto dan Ahmad Bagdja (Ketua PBNU) ini pula yang secara resmi dilaporkan ke KPU. Sementara itu, urusan finansial tim sukses ini ditangani bekas Menteri Lingkungan Hidup Soni Keraf dan wakilnya, Didi Soewandi, pengusaha otomotif (suami Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rini Soewandi).

Dalam susunan kepengurusan tim sukses resmi Mega-Hasyim, agaknya jumlah pengurus menjadi penting untuk dibagi rata: 10 dari PDIP dan 10 dari NU. Dari NU di antaranya terdapat nama Said Agil Siradj, Andi Jamaro, Mustofa Juhad, Nur Iskandar S.Q., dan K.H. Mutawakil Alallah. Dari kalangan PDIP, ada Soetardjo Soerjogoeritno, Sabam Sirait, Theo Syafei, Roy B.B. Janis. Hasyim pun punya tim sendiri beranggota para kiai. Untuk menjembatani kepentingan Mega, ada pula tim Mega Center yang dikoordinasi Wakil Sekjen PDIP Pramono Anung.

Target tim sukses Mega-Hasyim tentu saja paling tidak mempertahankan suara 19 persen yang telah dicapai PDIP dalam pemilu legislatif. Mereka berharap dapat merebut 30 persen suara yang tidak terdaftar dalam pemilu legislatif lalu. Mereka juga tak menargetkan dukungan luas kaum nahdliyin yang terlalu muluk. Mereka hanya berharap akan menjala 36 persen pemilih warga NU. Namun, kata Heri, PDIP tak punya banyak dana untuk mengegolkan Mega.

Di Golkar, kelompok-kelompok yang semula saling berhadapan dalam konvensi kini justru saling bahu-membahu untuk memenangkan calon presiden mereka. Menurut Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu Partai Golkar, Rully Chairul Azwar, tim sukses calon presiden Partai Golkar berisi gabungan tim sukses calon presiden Golkar, Wiranto, tim DPP Partai Golkar, dan tim calon wakil presiden Golkar, Salahuddin Wahid.

Anggota tim sukses Wiranto, yang bermarkas di lantai 21 Menara Imperium, Kuningan, Jakarta, seperti bekas Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn.) Fachrul Razi, bekas Kepala Staf Umum TNI Letjen (Purn.) Suaidi Marasabessy, Tomy Sutomo, dan Tito Sulistio, bergabung dengan tim DPP. Padahal anggota DPP itu kebanyakan anggota tim sukses Akbar saat konvensi. Mereka adalah Bomer Pasaribu, Mahadi Sinambela, Rambe Kamarulzaman, Ade Komaruddin, Ferry Mursidan Baldan, dan Yahya Zaini.

Pembagian tugas belum selesai benar. Tapi telah disepakati beberapa hal. Misalnya, Salahuddin akan menggarap Jawa, sementara Wiranto di Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Timur. Lalu, di mana peran Akbar Tandjung? Akbar diminta menggali dukungan di Sumatera.

Suara untuk Pasangan Wiranto-Salahuddin ini tentu saja masih akan mengharap banyak dari warga NU. Dan untuk itu agaknya Salahuddin optimistis. Sebab, dirinya merasa mendapat dukungan penuh K.H. Abdullah Faqih, pengasuh Pesantren Langitan. "Dukungan Kiai Faqih sangat penting," kata Salahuddin. Dari berbagai organisasi onderbouw NU, hanya IPNU yang berdiri di belakang Hasyim Muzadi. Badan otonom lainnya, seperti IPPNU, Ansor, Fatayat, dan Muslimat, mendukung Salahuddin.

Tim Amien Rais-Siswono Yudho Husodo malah baru disusun 12 Mei lalu. Hal ini terjadi karena keputusan duet Amien-Siswono agak telat. Tim sukses terdiri dari beberapa unsur. Dari Amien, ada The Amien Rais Center yang belakangan menjadi Amien Rais for Presiden (AFP). Tim ini dipimpin mantan Menteri Keuangan Bambang Sudibyo didampingi Eddy Soeparno, Poerwanto Soewadji, Jeffrie Geovanie, dan Rizal Sukma.

Di luar tim AFP, ada tim-tim lain seperti tim Sulaiman Center di Jakarta Utara, dan Tim Tujuh yang dimotori advokat Asmar Umar dan aktivis Zaim Saidi. Dari Muhammadiyah, ada Tim Menara yang dimotori Sekjen MUI Din Syamsuddin. Sudibyo Markus membawa tim dengan anggota alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yang bergerak di luar struktur dan langsung menyentuh masyarakat. Tim Amien yang beraneka ini kemudian digabung dengan tim sukses Siswono dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan alumni ITB.

Perombakan tim sempat terjadi. Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafi'i Ma'arif, yang semula menjadi Ketua Dewan Pertimbangan, diganti oleh Ketua Umum Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan, Eros Djarot. Anggotanya, Mochtar Pakpahan (Ketua Umum Partai Buruh Sosial Demokrat), Sukmawati Soekarnoputri (Ketua Umum PNI Marhaenisme), Rahardjo Tjakraningrat (Ketua Umum PSI), dan Djafar Badjeber (Sekjen PBR), pun bergabung. Demikian pula Ketua PBB Ahmad Sumargono, bekas fungsionaris PDIP Meilono Suwondo dan Sophan Sophiaan, serta mantan Ketua PPP Alihardi Kiai Demak. "Mereka masuk secara pribadi," kata fungsionaris PAN, Tjatur Sapto Edi.

Untuk biaya hingga hari pemilihan presiden nanti kelompok Amien-Siswono, menurut sumber TEMPO, menyediakan sekitar Rp 190 miliar.

Partai Persatuan Pembangunan pun agaknya harus pontang-panting menyiapkan tim. Maklum saja, partai ini paling telat memutuskan pasangan calon presiden dan wakil presidennya. Rapat pembentukan tim PPP dilakukan sejak Hamzah dan Agum didaftarkan di hari terakhir pendaftaran, 12 Mei. Yang menarik, tim sukses ini menderetkan puluhan kiai dan habib dalam daftarnya. "Ini memang untuk market selling PPP," kata Ketua Lajnah Pemenangan Pemilu PPP, Endin A.J. Soefihara.

Tim sukses resmi PPP diketuai fungsionaris PPP Hasrul Azwar, dibantu empat wakil ketua seperti mantan Sekretaris Lemhannas Mayjen A.W. Mokodongan, Suryadarma Ali, dan Chozin Chumaidy. Sejumlah artis juga digaet. Divisi yang dikomandani mantan Jaksa Agung A.M. Ghalib ini dibantu drummer Jelly Tobing. Jumat malam lalu, Agum menggelar pertemuan dengan para artis dan olahragawan di rumahnya.

Chozin menargetkan pasangan ini bisa meraup suara lebih dari 20 persen sehingga bisa lolos putaran kedua. Penggarapan massa dibagi dalam beberapa wilayah. PPP memperkirakan akan membutuhkan dana lebih dari Rp 150 miliar untuk kampanye. "Dana akan kami cari dari sumbangan-sumbangan yang halal dan tidak mengikat," kata Endin.

Tim-tim sukses itu telah dibentuk. Program sudah dirancang. Kini, tinggal mereka meyakinkan para pemilih melalui kampanye yang sehat, dengan dana yang halal, serta cara-cara yang beradab untuk merayakan salah satu elemen demokrasi.

Hanibal W.Y. Wijayanta, Widiarsi Agustina, Edy Budiyarso, Jobpie Sugiharto, dan TNR


Presiden di Atas Kertas

BELUM lagi pemilu presiden dimulai, jajak pendapat tentang popularitas calon RI-1 sudah lama digelar. Dari hasil polling, setidaknya terjaring sebagian pendapat, sekaligus pilihan, tentang calon presiden. Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri cenderung lebih dilirik publik. Hasil akhir tentulah terpulang pada final pemilu itu sendiri, September nanti. Demikian hasil jajak pendapat nasional Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan International Foundation for Electoral Systems (IFES).

Jobpie Sugiharto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus