Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Golkar Menggertak

Golkar tidak mungkin bereaksi keras atas penahanan Akbar Tandjung karena bisa jadi bumerang.

10 Maret 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAGI masih berembun. Pagar Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah belum dibuka. Tapi, Sabtu pekan lalu, tepat di luar pagar, bergerombol 15 orang laki-laki berjas necis kuning, berbaret, dan mengenakan pin lambang Golkar. Mereka adalah fungsionaris Partai Golkar Sulawesi Tengah. Mobil mereka berderet memenuhi lebar Jalan Sam Ratulangi, jalan utama di Palu. Rombongan ?kuning? rupanya ingin me-nemui Kepala Kejaksaan Tinggi Sul-Teng, Alex Sato Bya, yang sepagi itu tentu saja belum tiba di kantor. ?Silakan masuk. Pak Jaksa sebentar lagi juga datang,? kata petugas rumah tangga kejaksaan sambil membungkuk hormat kepada tetamu pagi itu. Rombongan yang dipimpin Murat U. Natsir, sekretaris pengurus daerah yang juga Ketua DPR Sul-Teng, itu menyerahkan surat protes resmi pengurus Golkar setempat atas penahanan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis pekan lalu. Pertemuan antara pihak Golkar dan kejaksaan berlangsung sekitar sejam. Setelah itu, Alex menyatakan sikapnya. ?Saya prihatin dengan penahanan Akbar,? katanya kepada TEMPO. Itulah reaksi ?melawan? pertama dari kejaksaan tinggi di daerah. Bahwa protes Golkar Sul-Teng itu cepat ditanggapi, ini ada kaitannya dengan pendukung Golkar di sana. Provinsi itu salah satu basis kuat Golkar. Pada Pemilu 1999, Golkar memperoleh 70 persen suara di Sul-Teng dan menguasai sekitar 50 persen kursi di DPR tingkat provinsi dan kabupaten. Bisa jadi reaksi atas penahanan Akbar akan serupa di provinsi-provinsi yang didominasi Golkar. Protes datang dari berbagai tempat, termasuk dari kabinet. Menteri Negara Informasi dan Komunikasi, Syamsul Muarif, menyatakan siap mundur dari jabatan menteri. Niatan serupa diucapkan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Sri Redjeki. Beberapa pikiran sempat muncul di Golkar, walau sampai akhir pekan ini belum ada keputusan final. Misalnya, Golkar mungkin menarik dukungan terhadap pemerintahan Megawati Sukarnoputri. Mereka juga akan menempatkan diri sebagai partai oposisi dengan menarik anggotanya di parlemen. Saat ini Golkar punya 120 kursi di DPR dan punya tiga menteri di kabinet?dari 30 menteri yang ada?dan tiga pejabat setingkat menteri. Menurut Syamsul, Dewan Pengurus Pusat Golkar sudah mengadakan pertemuan untuk membahas kemungkinan langkah-langkah yang akan ditempuh Golkar bila Akbar ditahan. Syamsul?yang dulu aktif di Himpunan Mahasiswa Islam, seperti halnya Akbar?menyatakan bahwa opsi menteri mundur, menarik anggota parlemen, dan menjadi partai oposisi termasuk yang dibicarakan dalam pertemuan Rabu pekan silam. ?Ancaman? juga terdengar sehari sebelum Sidang Paripurna Pansus Buloggate II dan penangkapan Akbar, lewat salah satu Ketua Partai Golkar, Fahmi Idris. Menurut tokoh Angkatan ?66 ini, Fraksi Utusan Daerah yang baru terbentuk pada November 2001 anggotanya cukup signifikan dan ingin masuk ke jajaran pimpinan MPR. ?Dia memang tidak dengan langsung menyatakan bahwa posisi Amien Rais bisa tergeser, tapi begitulah kesannya,? kata Wakil Sekretaris Fraksi Reformasi, Alvin Lie Ling Piao, dari Partai Amanat Nasional. Banyak yang menyangka, jika Golkar melawan, kondisi politik bakal memanas. Dugaan ini pasti dasarnya hasil pemilu lalu. Ketika itu, Golkar berhasil meraih 23,7 juta suara, yang artinya 22 persen suara semua peserta pemilu, dan memiliki 120 kursi DPR?PDI Perjuangan sebagai pemenang mengumpulkan 35,7 juta suara. Jumlah perolehan Golkar ini sesungguhnya sudah anjlok dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, masih di zaman Soeharto?saat itu, mesin Orde Baru ini mampu meraih 325 kursi DPR. Syamsuddin Haris meragukan ?perlawanan? akan terjadi. Golkar tidak punya ruang cukup luas untuk melakukan perlawanan. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu yakin Golkar tidak akan ke mana-mana. ?Karena secara ideologi partai itu sangat dekat dan membutuhkan PDIP. Lagi pula tidak ada budaya oposisi dalam Golkar,? kata Syamsuddin. Perkembangan terakhir pekan lalu mendukung dugaan Syamsuddin. Menteri Syamsul, misalnya, segera mengoreksi pernyataannya. Dia bilang keinginan mundur adalah baru wacana semata. Pihak Golkar tampak lebih berkonsentrasi menjaga soliditas. Di provinsi-provinsi, Golkar juga menahan diri. ?Tidak lucu kalau kita bereaksi keras. Itu berarti melawan pemerintahan Golkar sendiri,? kata Murat dari DPD Golkar Sul-Teng. Kalaupun Golkar menarik dukungan ter-hadap pemerintahan Mega, menurut pengamat politik Mochtar Pabottingi, ?Itu lebih baik untuk pemerintahan Mega.? Ia menilai Golkar dengan ?dosa? masa lalunya justru merupakan liabilities (beban) ketimbang aset untuk Mega. Dengan ?dosa? itu, kata Mochtar, Golkar tak akan mampu menyerang Mega. Sebab, rakyat akan membela Mega. Ancaman dari kubu Golkar di mata Mochtar tak lebih dari psywar. ?Ya, itu semacam praktek preman,? katanya. Bina Bektiati, Adi Prasetya, Hadriani Pudjiarti (Jakarta), Muhammad Darlis (Palu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus