JABATAN resminya Menteri Negara Perencanaan Pembangunan. Tapi Kwik Kian Gie lebih menyerupai seorang superstar. Ia tampil berbicara dari satu tempat ke tempat lainnya, bahkan menjadi host acara talkshow di sebuah stasiun televisi swasta. Ucapannya, yang selalu terdengar dalam irama dan nalar yang runtut, kerap dikutip pelbagai media massa.
Sejak masih berada di luar pemerintahan, Kwik memang telah dikenal sebagai pembicara dan penulis yang ulung. Ber-tahun-tahun ia membuat tulisan dan analisis yang isinya menghantam praktek-praktek bisnis curang atau kebijakan ekonomi pemerintah Orde Baru yang merugikan rakyat.
Ketika masuk dalam pemerintahan, Kwik terlihat kerap berseberangan pendapat dengan koleganya sesama anggota tim ekonomi. Contoh paling kasatmata menyangkut rencana memberikan keringanan membayar utang kepada konglomerat, yang dikenal sebagai PKPS (Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham). Terang-terangan Kwik menentang rencana itu. Ia lebih memilih penyelesaian secara hukum ketimbang memberi kesempatan lebih panjang lagi kepada para konglomerat, yang selama ini tak menampakkan itikad baik untuk membayar utangnya.
Demikian pula dalam penjualan saham BCA. Di sini Kwik, yang dulu sebagai Menteri Koordinator Perekonomian di zaman Presiden Gus Dur meneken letter of intent (LoI) dengan IMF untuk menjual BCA, sekarang berbalik tak setuju melepas bank bekas milik Salim itu. Kwik terkesan bersikap keras atas kebijakan yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Sebaliknya, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi terkesan mendukung usulan kebijakan yang diambil Ketua BPPN, I Putu Gde Ary Suta.
Gesekan lain muncul terkait dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Pemicunya adalah gagasan Kwik?yang digodoknya bersama sejumlah ekonom di luar pemerintahan?agar Indonesia melepaskan diri dari "ketergantungan" dengan IMF. Kendati baru dalam tingkat wacana, ide itu tak pelak menambah kadar oktan perseteruannya dengan menteri ekonomi lain yang masih bersikap kooperatif kepada IMF.
Mulanya perbedaan pendapat antarpejabat tinggi itu cuma terbatas di rapat-rapat kabinet. Belakangan, cekcok yang menjurus pada perpecahan tim ekonomi kabinet itu kian tak bisa disembunyikan. Pembawaan terbuka dan kebiasaan Kwik menyampaikan pendapat secara langsung ke media massa ikut mem-percepat terkuaknya perseteruan di antara sesama pembantu presiden itu ke tengah masyarakat.
Gonjang-ganjing tim ekonomi Kabinet Gotong-Royong agaknya akan makin seru setelah Wakil Presiden Hamzah Haz pun turun tangan. Di tengah keributan di antara para pembantunya, rupanya Presiden Megawati diam-diam menugasi Hamzah Haz supaya ikut menangani persoalan ekonomi yang kian pelik.
Gayung pun bersambut. Sudah lebih dari sebulan ini Hamzah Haz beserta tim ekonomi yang ia bentuk dan dipimpinnya sendiri membuat konsep pemulihan ekonomi nasional. Hamzah dibantu Erman Munzier, bekas pejabat Bank Indonesia, dan La Ode Kamaluddin, ekonom Golkar yang didapuk menjadi koordinator tim ekonomi Hamzah Haz. Penyelesaian utang-utang konglomerat yang membuat Kwik dan Putu berseteru pun termasuk yang digarap tim Hamzah. Untuk urusan PKPS, tim itu malah sudah menghasilkan sebuah konsep penyelesaian yang disebut jalan tengah: tak selunak konsep Putu, tetapi juga tak sekeras keinginan Kwik.
Boleh jadi Megawati melihat tim ekonominya kurang sigap menghadapi berbagai persoalan ekonomi yang tak kunjung tuntas. Sementara problem ekonomi kian rumit, publik justru disodori pemandangan tim ekonomi pimpinan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti yang tidak kompak. Menteri Kwik tanpa segan-segan melontarkan kekesalannya pada beberapa kebijakan tim Dorodjatun di muka publik.
Seiring meningkatnya perbedaan pendapat di antara para menteri, aroma politik pun kian kental tercium. Gelagatnya terlihat dari munculnya dua dokumen Badan Intelijen Ne-gara (BIN) dalam persoalan PKPS yang isinya terkesan saling bertentangan. Juga, ramainya berbagai komentar dari para politisi di parlemen. Keberpihakan dan pengumpulan kekuatan mulai kelihatan.
Tengok, misalnya, ucapan Ketua MPR Amien Rais, yang menyebut terjadinya pembusukan pemerintah di Kantor Menko Perekonomian, Menteri BUMN, dan BPPN. "Suara Pak Kwik itu," kata Amien dengan nada membela, "merupakan suara rakyat karena dia selalu me-nunjukkan concern bahwa masa depan bangsa ini bakal lebih suram kalau perdarahan ekonomi lewat tiga lembaga itu tidak pernah dihentikan."
Sikap Amien yang mendukung Kwik tak lepas dari diskusi yang belakangan sering dilakukannya dengan tokoh PDI Perjuangan tersebut. Dalam pertemuan antarpolitisi itu, Amien biasanya didampingi bekas Menteri Keuangan Bambang Sudibyo. "Pak Bambang kan juga teman diskusi Pak Kwik,"demikian Rizal Djalil, anggota DPR dari PAN, memberi konfirmasi.
Di sisi lain, muncul unjuk rasa kelompok masyarakat yang menuntut Kwik mengundurkan diri. Dalam aksinya, mereka mengusung spanduk besar berwana merah. Tulisannya antara lain berbunyi "Kwik banyak omong dan mau ngetop", "Orang pintar dan idealis banyak, bukan hanya Kwik", "Bu Mega, copot Kwik". Mereka juga melakukan pembakaran boneka yang diberi tulisan Kwik Kian Gie.
Menurut sumber TEMPO, unjuk rasa itu digerakkan oleh orang-orang yang dekat dengan Putu Ary Suta. Tapi Putu menolak dihubungkan dengan aksi demonstrasi itu. "Sebagai birokrat, saya tak mungkin menjelek-jelekkan Pak Kwik, yang masih terhitung atasan saya," katanya dengan wajah serius.
Menghadapi perbedaan pendapat antarmenteri itu, untungnya, tak semua pihak bersikap seperti politisi, yang langsung menunjukkan keberpihakan pada individu tertentu. Para ekonom masih bisa menyikapi persoalan itu dengan kepala dingin. Dalam hal perpanjangan PKPS, contohnya, mereka rata-rata mendukung pendapat Kwik, yang keberatan memberi kelonggaran membayar utang kepada konglomerat.
"Perpanjangan PKPS itu," kata ekonom Chatib Basri, "bisa menimbulkan moral hazard baru dan sinyal yang salah bahwa pengusaha yang tak memenuhi kewajibannya justru memperoleh insentif dari pemerintah." Ekonom Indef Drajad Wibowo juga berpendapat perpanjangan PKPS tak bisa diterima dari sudut pandang apa pun.
IMF sendiri sesungguhnya juga mengisyaratkan ketidaksetujuannya atas rencana pemerintah tersebut. Hal itu tersirat dalam salah satu dari enam prioritas tindakan yang diharapkannya segera dilakukan pemerintah Indonesia, yaitu tindakan hukum. "Mereka sebetulnya ingin ada tindakan hukum kepada salah satu konglomerat yang tak kooperatif, sebagai sebuah show case bagi yang lain," kata Chatib.
Putu Ary Suta sebenarnya tak alergi dengan tindakan hukum bagi konglomerat tak kooperatif. Namun hal itu harus dilakukan setelah posisi hukum BPPN diperbaiki dahulu karena ia menilai perjanjian masa lalu tidak menguntungkan pemerintah. "Kami punya sekitar 2400 kasus di pengadilan dan dari sekitar seratusan yang sudah diputus ternyata umumnya kalah," katanya memberi contoh.
Dalam konsep PKPS yang diajukan Putu, para konglomerat itu harus bersedia melakukan beberapa hal penting sebelum dipertimbangkan untuk mendapatkan perpanjangan waktu pembayaran utang. Antara lain memberikan uang tunai dimuka senilai sekitar lima persen dari utangnya dan--ini yang lebih penting--menandatangani surat pengakuan utang serta kesepakatan jaminan pribadi. Dengan adanya dokumen pengakuan utang dan jaminan pribadi tadi, menurut Putu Ary Suta, posisi hukum pemerintah akan kuat. Tapi bagaimana kalau persyaratan itu tak dipenuhi? Ya berarti kasus mereka akan saya limpahkan ke jalur hukum," kata Putu Ary Suta. Ia sendiri sebenarnya tak yakin benar para konglomerat akan bersedia ikut PKPS."Kalau mereka memang berniat mencuri ya tidak akan tertarik," kata Putu.
Untuk memberi gambaran, Putu memberi contoh kasus Sjamsul Nursalim. "Aset yang diserahkan hanya bernilai Rp 4 triliun, padahal utangnya lebih dari Rp 27 triliun."Artinya bila perjanjian pengembalian utang tidak diperpanjang, maka pemerintah hanya akan memperoleh aset itu dan Sjamsul Nursalim akan berkilah utangnya sudah lunas karena perjanjian MSAA dapat diinterpretasikan demikian.
Dengan PKPS, yang boleh dianggap sebagai perbaikan dari MSAA, Putu mengusulkan untuk mengembalikan aset itu pada Sjamsul Nursalim bila ia mau membuat surat pengakuan utangnya yang lebih dari Rp 27 triliun itu dan meneken dokumen perjanjian jaminan pribadi. Dengan demikian kekurangan perjanjian MSAA ditutup dan, bila Sjamsul Nursalim berhasil menjalankan kembali roda usahanya, ia dapat mulai mencicil utangnya dengan lancar sampai lunas. Bila ia gagal lagi, maka pemerintah dapat menyita aset pribadi Sjamsul Nursalim sebanyak nilai utangnya.
Skenario win-win? Sayang, kebanyakan ekonom skeptis pada skenario ini. "Mereka terbukti selama hampir empat tahun tak kooperatif, lantas mengapa dengan PKPS lantas mau mulai membayar?" kata Chatib Basri, yang sangat sepakat dengan Kwik untuk urusan PKPS. Tapi dalam soal lain, Chatib Basri dan rekan-rekan ekonom lainnya berseberangan pendapat dengan Kwik. Dalam penjualan saham BCA, misalnya, mereka rata-rata tetap menyokong rencana pemerintah, sepanjang prosesnya berjalan adil dan transparan. Chatib tak sependapat dengan Kwik bahwa obligasi rekap di BCA harus ditarik dulu sebelum bank itu dijual. "Sebagai akuntan, Pak Kwik mestinya paham, kalau obligasi rekap di BCA ditarik, neracanya akan bolong," katanya.
Adapun menyangkut sikap keras terhadap IMF, kalangan ekonom memang agak terpecah. Sebagian ekonom, sesuai dengan aliran pemikiran ekonomi yang dianutnya, sejak dulu memang dikenal sebagai penentang IMF. Sebut saja, misalnya, bekas Menko Perekonomian Rizal Ramli dan Sri Edi Swasono.
Sebaliknya para bekas teknokrat Orde Baru, termasuk Menteri Keuangan Boediono, dikenal sangat bersikap kooperatif terhadap IMF. Sedangkan sebagian ekonom lagi tergolong bersikap kooperatif tapi tetap kritis kepada lembaga kreditor internasional itu. Termasuk dalam golongan ini adalah Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Faisal Basri, dan Chatib Basri.
Lalu, apakah dengan sikap Kwik yang kerap "nyeleneh" sendiri itu kebijakan tim ekonomi kabinet akan tetap solid? Melihat lingkup kerjanya di Bappenas, yang cenderung diarahkan menjadi lembaga pemikir, peran Kwik dalam pembuatan kebijakan ekonomi sesungguhnya kurang signifikan. Urusan kas negara dikelola oleh Menteri Keuangan, sedangkan penanganan sektor riil ada di pundak Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Menyangkut penjualan aset di BPPN dan privatisasi BUMN, yang paling berwenang adalah Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Koordinasi kebijakan ekonomi pun tetap di tangan Menko Perekonomian?meski bukan tak mungkin terbentuknya tim ekonomi Hamzah Haz akan memunculkan dualisme komando.
Nugroho Dewanto, Iwan Setiawan, Dewi Rina Cahyani, Heru C. Nugroho (Yogyakarta)
--------------------------------------------------------------------------------
Silang Pendapat Kwik-Putu
7 Januari 2002
Seusai sidang kabinet, Kwik menyatakan dirinya berbeda pendapat dengan menteri lain menyangkut perpanjangan PKPS dan tindakan terhadap debitor yang tidak kooperatif. Ia mempertanyakan mengapa BPPN selalu kalah menghadapi debitor di pengadilan niaga. "Mengapa tidak ada tindakan hukum terhadap konglomerat yang melanggar kesepakatan?" tuturnya.
20 Februari 2002
Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Kwik menyampaikan bahwa mayoritas menteri anggota Kabinet Gotong-Royong keberatan dengan rencana perpanjangan PKPS, tapi mereka bersikap diam. Menteri yang mendukung perpanjangan PKPS hanya Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi, dan Ketua BPPN I Putu Gde Ary Suta. Ia juga mengatakan, rapat tim kecil yang terdiri dari Menko Perekonomian, Menko Polkam, dan Menko Kesra untuk memutuskan perpanjangan PKPS belum dilaksanakan hingga kini.
21 Februari 2002
Setelah sidang kabinet, Kwik mengatakan pemerintah akan membatalkan transaksi BCA jika dalam proses penjualannya terjadi penyimpangan. Namun, pernyataan itu dibantah oleh Ketua BPPN I Putu Gde Ary Suta. "Kalau sebelum transaksi, apa yang mau dibatalkan? Proses penjualannya dihentikan? Untuk apa? Kita kan mau jualan," katanya. Yang penting, ujar Putu, dalam info memo semua orang tahu bahwa BPPN memiliki hak untuk membatalkannya. Itu biasa dalam sebuah agreement. Itu praktek yang lazim, katanya.
22 Februari 2002
Beredar dokumen kembar Badan Intelijen Negara (BIN) dengan kesimpulan berbeda menyangkut perpanjangan PKPS. Dokumen yang dibawa Kwik melaporkan kemung-kinan munculnya keresah-an rakyat bila pemerintah memperpanjang PKPS. Dokumen lain yang disebarkan Putu menyata-kan kemungkinan perpan-jangan PKPS. Kwik secara tak langsung mempertanyakan keautentikan dokumen BIN yang diedarkan Putu. Namun, Putu menimpali, "Tidak ada satu orang pun di negeri ini yang berhak memberikan official statement kecuali BIN."
27 Februari 2002
Akhirnya BIN mengeluarkan pernyataan. Kedua dokumen, baik milik Putu maupun Kwik, sama-sama dikeluarkan oleh BIN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini