Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penggerebekan terhadap perizinan tiga griya pijat di Tebet, Jakarta Selatan, mengungkap dugaan praktik lain di tempat tersebut, yakni prostitusi. Praktik ini terbuka bergantung kepada negosiasi antara pelanggan dan terapis.
Baca berita sebelumnya:
Penggerebekan 3 Griya Pijat di Tebet, Ini Hasilnya
Penggerebekan Griya Pijat, Camat: Memang Banyak yang Tak Berizin
Informasi ini berasal dari seorang yang sehari-hari berada di sekitar griya atau panti pijat itu. Dia menolak memberikan namanya. Tapi dia menyebutkan kalau satu dari tiga griya yang digerebek memiliki 20-30 perempuan terapis berusia 20-30 tahun yang tidak hanya melayani pijat biasa.
“Bisa diajak berhubungan intim tergantung nego di dalam,” katanya ketika ditemui Minggu, 12 Agustus 2018. Dia menambahkan, “Kalau hanya pijat tarifnya Rp 135 ribu per jam."
Praktik prostitusi sementara dihentikan setelah adanya pemeriksaan izin usaha griya. Pemilik, kata dia, meminta para terapis tidak melayani pijat plus sampai suasana dianggap tenang kembali. "Nanti September baru mereka boleh service full pelanggan lagi," ujarnya.
Camat Tebet Mahludin tak menyangkal griya atau panti pijat menjadi lokasi prostitusi terselubung. Namun, dia menambahkan, perlu bukti untuk bisa menindaknya. "Kalau terbukti bisa langsung disegel," ujarnya.
Baca juga:
Prostitusi Tak Bisa Mati di Kalibata City, Ini Jawabnya
Sebelumnya, Pemerintah Kota Jakarta Selatan menggerebek tiga lokasi griya pijat di kawasan Jalan KH Abdullah Syafei, Tebet, Jakarta Selatan. Penggerebekan pada Jumat 10 Agustus 2018 itu mendapati dua griya benar tak mengantongi izin usaha.
Sedang satu griya mengaku telah mengurus perizinan tapi tidak bisa menunjukkannya. Ketiga panti pijat tersebut, yakni Adelin, King Spa dan MBC.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini