Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gubernur Anies Persoalkan Hasil Survei Jakarta Intoleran

Dinas Pendidikan tak memerlukan program khusus pencegahan intoleransi di DKI.

10 Desember 2018 | 00.00 WIB

Peringatan Hari Toleransi Internasional ke-19 di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, beberapa waktu lalu. Dok Tempo/Dasril Roszandi
Perbesar
Peringatan Hari Toleransi Internasional ke-19 di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, beberapa waktu lalu. Dok Tempo/Dasril Roszandi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mempersoalkan hasil riset yang dilakukan Setara Institute bahwa Jakarta termasuk kota dengan intoleransi tertinggi di Indonesia. Dia balik mempertanyakan kualitas penelitian itu. "Kalau mau fair, buka seluruh instrumen penelitiannya," ujarnya, dua hari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Anies pun menyatakan perlu menelisik pertanyaan yang diajukan oleh peneliti Setara Institute kepada responden. Pengecekan tersebut, menurut dia, untuk memastikan apakah penelitian dilakukan secara obyektif atau justru bias terhadap kepentingan tertentu. "Karena bisa saja pertanyaan itu disusun untuk mendapatkan jawaban tertentu."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Anies berencana mengundang para peneliti Setara Institute untuk membeberkan data intoleransi di Jakarta, termasuk setiap pertanyaan yang diajukan dalam survei. Bahkan dia akan memanggil ahli statistik dan ilmu sosial untuk meninjau ulang hasil survei tersebut.

Setara Institute, dalam laporan hasil risetnya, menyebutkan bahwa Jakarta berada di urutan ketiga terendah dalam daftar 10 kota intoleran di Tanah Air dengan skor 2,88. Skor DKI lebih tinggi ketimbang Banda Aceh (2,83) dan Tanjung Balai (2,81)-sebagai daerah yang paling tidak toleran. Setara juga memasukkan Cilegon, Padang, Bogor, Makassar, Medan, dan Sabang ke daftar daerah dengan intoleransi tinggi terhadap sesama.

Penilaian intoleransi didasarkan pada indeks kebebasan beragama, kesetaraan gender, dan inklusi sosial yang dilindungi undang-undang. Setara, yang dipimpin oleh Hendardi, juga menilai perilaku dan pernyataan para aparat sipil negara, baik di pemerintah kota maupun pemerintah kabupaten.

Anggota DPRD dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Merry Hotma, berbeda pendapat dengan Gubernur Anies. Menurut Merry, intoleransi dalam hal agama memang mewabah di Ibu Kota belakangan ini. Dia menilai isu perbedaan agama menguat setelah pemilihan kepala daerah DKI 2017.

Dia menuturkan bahwa warga DKI mengalami perubahan sikap, yakni mempertimbangkan latar belakang agama pihak lain dan itu merupakan imbas perhelatan politik tersebut. "Penyakit ini sudah menjadi wabah, hampir katakanlah stadium tiga," katanya.

Merry mencontohkan, dulu 90 persen dari 36 ribu suara yang memilihnya pada Pemilihan Umum 2014 dari warga muslim. Namun komposisi bertolak belakang dengan saat ini. Sebab, dia kesulitan meraup suara mereka lagi lantaran berbeda agama dengan dirinya.

Itu sebabnya, dia meminta pemerintah DKI segera bertindak meminimalkan sikap intoleran itu. Salah satu caranya dengan menggencarkan pembinaan tentang keberagaman dan Pancasila kepada warga DKI. Pemerintah daerah dapat menugaskan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI agar secara rutin menggelar pembinaan kebangsaan setiap pekan.

Sikap Anies mendapat dukungan dari Partai Keadilan Sejahtera, partai yang bersama Partai Gerakan Indonesia Raya mendukung Anies dalam pemilihan kepala daerah DKI. Ketua Fraksi PKS DPRD DKI, Abdurrahman Suhaimi, juga mempertanyakan parameter survei sekaligus menganggap tak ada masalah dalam toleransi agama di Ibu Kota.

"Buktinya, aksi Reuni 212 pekan lalu berlangsung damai, tenteram, dan aman," katanya.

Menurut Suhaimi, selama ini ibadah umat Islam, Kristen, Buddha, dan agama lain di Jakarta juga berjalan aman. Warga tetap beribadah tanpa gangguan atau ancaman. Bahkan lokasi Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal berhadap-hadapan. Maka dia mengaku heran akan hasil survei Setara yang menyimpulkan bahwa Jakarta termasuk kota intoleran.

Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Bowo Irianto, tak mau berpanjang-panjang mengomentari hasil survei Setara itu. Bowo menyatakan selama ini instansinya mengakomodasi nilai-nilai toleransi dan pencegahan terhadap tindakan intoleransi di DKI Jakarta. "Seluruh pelajaran juga mengajarkan toleransi."

Dia mengungkapkan bahwa pemerintah DKI telah memasukkan pendidikan karakter dalam kurikulum di semua jenjang pendidikan. Pendidikan karakter tersebut mencakup penanaman nilai-nilai toleransi, keberagaman, dan mencegah tindakan intoleran. Bowo menganggap tak memerlukan program khusus untuk pencegahan intoleransi karena materi itu telah terakomodasi dalam setiap mata pelajaran. LANI DIANA | AVIT HIDAYAT


Lemah Menindak Intoleransi

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus