TIGA puluh satu bulan mengelola Jakarta, Gubernur Tjokro tak
banyak berubah Tetap santai dan apa adanya. Berikut ini beberapa
pendapatnya entang masalah ibukota yang dikelolanya.
Penduduk Jakarta yang kini telah meningkat menjadi sekitar 5,4
juta, memerlukan daerah pemukiman baru. Di tahun 1977/78, telah
disediakan tanah seluas 250 ha di pinggiran kota, mulai dari
Pondok Bambu sampai Cengkareng. Tahun mendatang, daerah
Cengkareng direncanakan dijadikan tempat pemukiman yang lebih
luas lagi, yaitu 300 ha.
Yang menjadi masalah ialah tanah-tanah yang ada di dalam kota
yang termasuk kategori Konsesi Barat (eigendom). Jumlahnya ada
17.000 bidang pemilikan dan hak eigendom itu akan terakhir pada
tanggal 24 September, 1980.
Condet
Daerah Condet seluas 8.020 ha 3 April 1976 diresmikan jadi
kawasan cagar budaya. Nasibnya kini tidak jelas, apakah Condet
akan jadi semacam "museum alam" atau tergolong proyek MHT yaitu
perbaikan kampung. Sementara itu, rumah-rumah gedung di daerah
ini makin bertambah, juga kebun buah-buahan seperti salak atau
duku telah berubah menjadi kebun anggrek. Sawah-sawah pun telah
hilang diganti bangunan.
Kata Tjokro: "Ada beberapa pertimbangan. Pertama kami juga harus
mengingat bahwa penduduk asli Condet pun tidak boleh dilarang
untuk merubah jalan hidupnya, misalnya petani buah-buahan
kemudian menjadi pekerja pabrik. Mustahil untuk tidak berubah,
sementara lingkungannya begitu berlainan. Kedua: kalau memang
kita berniat untuk melestarikan dan mencagar-alamkan Condet, DKI
harus membeli kawasan itu. Kemampuan beli itulah yang tidak ada.
Kalau saja ada uangnya, DKI bisa memagari kawasan itu dan
dilestarikan."
Diduga, akhir Pelita III (83/84) penduduk Jakarta akan meluap
sampai sekitar 7 juta orang. Tahun ini baru ada 2.645 buah bis
kota, 533 bis mini 5.207 taksi dan 9.588 buah angkutan ke-lV.
Pemandangan setiap hari sekarang orang-orang berderet menunggu
bis yang telah padan Apalagi oplet-angkutan yang lebih praktis
--akan dihapus.
Jawaban Tjokro "Bukan dihapus, tapi akan diremajakan secara
bertahap. Kapan, kami juga belum menentukan waktunya. Tetapi
dari 3.005 oplet yang terdaftar di DKI, baru ada 1.800 yang
mendaftarkan diri untuk turut meremajakan kendaraannya.
Kepastian atau peraturan tentang hal ini juga belum ada.
Sekarang sedang diajukan prototype bentuk oplet yang baru di
Departemen Perindustrian. Kami mengajukan model pick-up yang
nantinya akan dijadikan station wagon. Tentu akan ada peraturan
kredit ringan, seperti halnya metromini. "
"Sudah pasti, kakilima tidak bisa dihilangkan begitu saja," ujar
Tjokro, "dan saya juga tidak berniat untuk menghilangkan, tetapi
menertibkannya. Mereka yang dikejar-kejar oleh Kamtib adalah
kakilima liar."
Area kakilima yang sudah resmi antara lain sepanjang Jalan
Surabaya, Jalan Kendal. Kalau dulu ada ungkapan "Yang kaya
membantu yang miskin" dengan adanya pusat-pusat pertokoan mewah,
rupanya kini "yang kaya tetap menjadi penghasil pajak yang besar
untuk membantu pedagang kecil. Misalnya bantuan modal untuk
kakilima yang ada di Tanah Abang atau Pasar Inpres Senen. "Saya
ingin menaikkan gengsi pedagang kakilima ke pasar. Kalau dulu
dia pengecer, mudah-mudahan bisa jadi grosir."
Perhatian Gubernur DKI tampaknya banyak tertumpah pada industri
kecil yang dikelola di rumah-rumah. Sepatu buatan (daerah) Karet
terpajangdi kamar tamunya. "Sebaiknya, orang Jakarta ini jangan
hanya jadi penduduk yang konsumtif melulu. Tetapi juga
memproduksi. Tidak usah besar-besaran. Setiap orang yang
mempunyai usaha industri kecil, asal dia mengajukan rencananya
dengan baik, kami akan sokong dengan kredit. Bukan minta duit
dulu, baru bikin rencana."
Tambahnya lagi: 'Jakarta kini telah meng"ekspor"
barang-barangnya ke daerah lain. Pakaian jadi, telur, bahkan
tanaman yang kini saya perbolehkan pedagang tanaman di sepanjang
trotoar, mulai dibeli oleh orang luar Jakarta."
"Jumlahnya hanya sebagian kecil saja dari seluruh penduduk
Jakarta. Saya tahu di siang hari mereka juga punya pekerjaan.
Jadi tidak melarat betul. Karena itu, saya tidak mentolerir
adanya lokalisasi atau merestui eksistensi mereka. Sebab
akibatnya bisa bertambah jumlahnya. Yang sedikit itu biar saja
ditangani para psikolog," kata Tjokro tentang para banci.
Di Jakarta kini, ada 82 lokasi bilyar steambath tinggal 15 buah,
diskotik ada 6, klub malam ada 18 buah, 3 buah kasino dan 3
lotto-fair. Izin mereka biasanya hanya setahun-setahun.
Steambath misalnya, tidak lagi mengalami zaman keemasan. Bahkan
banyak yang senen-kemis nafasnya.
"Steambath itu didiamkan saja, lama-lama nanti 'kan mati
sendiri. Baru saja, tiga steambath almarhum. Pengunjung semakin
sepi, katanya masseum-nya tua-tua." Masalah mahyong yang pernah
heboh, Tjokro berpendapat "Karena ribut, ya sudah, nggak jadi
kami lokalisir. 8karang saya biarkan itu Kamtib menadakan
penggerebekan di rumah-rumah di Glodok dan sekitarnya."
Perlu diketahui, pendapatan pajak judi adalah tetap yang
terbesar. Tahun Anggaran 1979/80, diharapkan akan berhasil
meraih Rp 7.125 juta dari judi, tetapi realisasinya bahkan
berhasil menggondol Rp 8 milyar lebih.
Tentang ditutupnya tempat mandi uap dan tanpa adanya penyaluran
para pegawai (wanita) ke lapangan kerja yang lain, Tjokro
berpendapat "Dari pada para pemilik steambath yang katanya mau
menolong para wanita itu, tetapi bahkan memperalat, biar saja
dia lepas dari cengkraman kerja semacam itu. Kecuali, kalau
pemilik steambath itu datang kepada saya dan berkata dia akan
membuka pabrik kaos misalnya. Itu justru akan saya bantu penuh.
Terlantar sebentar tidak apa, dari pada sama sekali kecemplung
di pekerjaan begituan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini