Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Traktor buat menhankam

Penduduk oekusi merasa dianak-tirikan. semuanya serba sulit di kabupaten yang berpenduduk 36 ribu lebih ini. komunikasi susah, tak ada toko obat/apotik. kunjungan jend. yusuf akan disambut dengan traktor. (dh)

22 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERJALANAN Menhankam Jenderal M. Jusuf 2 pekan lalu ke beberapa daerah terpencil di Indonesia belahan timur agak istimewa. Ia membawa serta 12 pengusaha dari Jakarta menyaksikan kehidupan rakyat di Ternate, Biak, Wamena (lembah Baliem, Irian Jaya), Tual (Maluku Tenggara), Lombok bagian selatan, Waingapu (Sumba Timur), Maumere (Flores), Kupang, Dili. Meski sudah 28 kali meninjau daerah, Jusuf belum mampir ke Oekussi, satu-satunya kabupaten di antara 13 ~kabupaten di Timor Timur yang merupakan enclave alias "daerah kantong". Maksudnya daerah ini merupakan bagian dari Timor Timur tapi terletak di dalam wilayah NTT, sebagai "kantong". ~Kini disebut Ambeno, kabupaten ini dikelilingi kabupaten-kabupaten Kupang, tambua, Kefamenanu dan Laut Sawu. Luasnya 814 kmÿFD, terbagi dalam 4 kecamatan, dengan penduduk 36.434. Di antara mereka 90% masih buta huruf. ~Ada pula 109 jiwa yang masih berkebangsaan Portugal. "Kalau pak Jusuf datang kemari dan saya jemput dengan traktor," gurau Letkol Syarifuddin, Dan Dim 1639 lahiran Riau. Para pejabat di sana emang tak punya kendaraan. Demikian pula Bupati Jame Dos Remedios e Oliviera. "Kalau ada tamu, terpaksa kami pinjam kendaraan milik pastor atau jip Puskesmas," tambah Syarifudin. Di sana cuma ada 9 jip, 8 pikap, 9 truk, 39 sepeda motor, 2 traktor, 1 penggilas jalan. Sebagian besar dalam keadaan rusak. Seperti halnya daerah terpencil lainnya, hubungan darat di Ambeno juga sulit. Di sana cuma ada jalan beraspal sepanjang 1,6 km, itu pun hanya di ibukota kabupaten. Hubungan antar kecamatan hanya melalui jalan tanah setapak yang bila musim hujan becek dan sulit dilalui kendaraan. Hubungan dengan dunia luar lebih sulit lagi. Tak ada jalan darat yang menghubungkan kabupaten ini dengan kabupaten tetangganya. Kalau saja ada jalan dari Kota Oekussi yang kini disebut Pante Makasar itu dengan Kefamenanu, keterpencilan itu barangkali bisa sedikit diatasi. Malangnya, juga tak ada kapal khusus yang menghubungkan Pante Makasar dengan Dili (ibukota Timor Timur) atau Kupang (ibukota NTT). Pesawat terbang juga tak pernah tampak mengudara, kecuali bila ada satuan militer datang ke sana. Satu-satunya pesawat yang sering datang hanyalah Cessna milik Safari Aero Club yang dicarter para pedagang dari Kupang. ltu pun, tak selamanya lancar. Bulan lalu misalnya ada pesawat Cessna yang sudah beberapa bulan nongkrong di bawah pohon asam karena tak bisa terbang dan menunggu mesin baru. "Kami ini ibarat anak tiri saja," kata seorang pejabat di sana. Bupati De Oliviera sendiri sering mengeluh menghadapi kenyataan di daerahnya. Pemancar SSB (single side band) yang umumnya dimiliki kabupaten lain, tak dipunyai kabupaten ini. Satu-satunya alat komunikasi yang bisa dipergunakan hanyalah pemancar milik Kodim 1639. Pemenuhan kebutuhan mendesak, juga surat-menyurat, dilakukan melalui Kafemenanu setelah jalan kaki atau berkendaraan liwat jalan yang tidak rata. Di sana tak ada toko obar, apalagi apotik. Dokter Inpres, cuma seorang tenaga medis 12 orang. Sebagian besar tanah di Ambeno berupa pegunungan dan bukit. Hanya 0,02% berupa tanah datar. Sawah seluruhnya hanya 889 ha, tadah hujan. Penduduk memang biasa makan nasi atau jagung tapi di musim paceklik lebih sering makan sagu. Repotnya lagi, bahan pangan yang tidak memenuhi kebutuhan itu masih sempat diganggu hama tikus dan walang sangit seperti yang dilaporkan petugas pertanian di sana. Apalagi di sana memang tidak ada petugas penyuluhan pertanian. Beberapa waktu lalu pernah ada seorang petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL) tapi baru 3 bulan bertugas lantas kembali ke Dili. Maka bisalah difaham bila sebuah persemaian cengkeh di sana tak terpelihara sama sekali. Di sana memang belum banyak bangunan baru. Kantor bupati masih menempati bekas rumah bupati Portugis yang megah tapi sempit. "Setiap hari banyak pegawai bergiliran duduk. Yang tak kebagian tempat duduk terpaksa duduk di luar, " kata seorang pejabat. Meski begitu, kehidupan kerohanian di sana amat kuat. Sebagian terbesar beragama Katolik, penduduk mampu berjalan puluhan kilometer untuk mengikuti acara keagamaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus