Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Gugatan Waria

13 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUSAH benar jadi pengurus organisasi, apalagi kalau anggotanya berjenis kelamin setengah wanita, separuh pria, seperti Ikatan Waria Malang (Iwama), Jawa Timur. Merlyn Sopjan, salah satu pentolan organisasi ini, mesti pandai menyerap dan menyalurkan aspirasi anggotanya, yang kerap terasa aneh di mata orang normal. Betapa tidak. Para anggotanya belakangan ini uring-uringan karena sering diperlakukan tak adil saat mengurus kartu tanda penduduk. Mereka selalu melampirkan pasfoto berwajah perempuan, lengkap dengan riasan segala, tapi tetap saja petugas kelurahan mencantumkan kata "laki-laki" pada kolom identitas jenis kelamin. "Kata mereka, masak wajah perempuan, namanya laki-laki," ujar Merlyn, yang bernama asli Ario Pamungkas. Begitu juga sewaktu para waria hendak membuat surat izin mengemudi. Pak polisi sering rikuh menanyakan identitas seksual waria yang sebenarnya. Karena keluhan semacam itu menumpuk, akhirnya pekan lalu Iwama bergerak. Mereka mendesak agar pemerintah kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengubah kebijakan pengisian jenis kelamin pada KTP dan SIM. Tuntutan mereka sederhana, meminta diperbolehkan mengisikan kata "waria" di kolom jenis kelamin pada kedua bukti identitas diri itu. "Kami tak mau seradikal mahasiswa kalau berdemo. Itu permintaan yang moderat, lo," kata Merlyn. Menerima permintaan yang tak biasa, para anggota DPRD Kota Malang kelabakan. Soalnya, hingga kini belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus status kaum waria. Hampir di semua peraturan perundang-undangan cuma dikenal dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. "Kalaupun dibuat peraturan baru, harus mendapat persetujuan masyarakat luas," ujar Ketua Komisi A DPRD Kota Malang, Daniel Sitepu. Para petinggi pemerintah kota? Tak kalah bingungnya. Tapi belakangan Asisten II Wali Kota, H. Mardjono, menemukan akal: melempar urusan itu ke pengadilan dan DPRD. Ia bilang, untuk memperjuangkan aspirasinya, para waria bisa menggugat ke pengadilan. Peraturan pun bukan tidak mungkin diubah. "Asal DPRD setuju, kami pun tak berkeberatan," katanya. Bagaimana Mas, eh..., Mbak Merlyn? Puas? Wicaksono, Abdi Purmono (Malang), Ayu Cipta (Tempo News Room)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus