Sumbu kerusuhan di Kepulauan Maluku begitu cepat beraksi. Sesudah di Ambon, sumbu merembet ke Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah. Seperti biasa, pemicu kerusuhan hanya soal sepele. Konon, sebuah mobil milik penduduk Desa Kariu yang melintas di Desa Pelau dilempar penduduk. Sang sopir dengan marah turun dari mobil, hendak melabrak si pelempar. Tiba-tiba saja, sekelompok warga mengeroyok sopir dengan membabi-buta.
Hasilnya, di Minggu subuh pekan lalu, kerusuhan pun tak terelakkan. Korban yang tercatat: 20 orang meninggal dan 37 luka parah, sementara 127 rumah dan satu gereja rusak. Tak cukup sampai di situ, sore harinya, kerusuhan merembet ke Pulau Saparua. Syukurlah, tak ada korban jiwa meskipun ada perusakan 20 rumah penduduk.
Guna mencegah perembetan lebih luas, TNI Angkatan Laut menggelar pengamanan khusus. Pulau Haruku diblokade. Hanya pedagang sayur dan bahan makanan yang boleh masuk ke pulau ini. "Orang lain tidak boleh masuk, baik yang bersenjata maupun yang tidak," kata Laksamana Pertama (Laksma) TNI Young Mardinal, Komandan Gugus Keamanan Laut Komando Armada Timur TNI AL.
Dari Jakarta, Presiden Habibie menugasi tim khusus untuk mencari solusi bagi Maluku. Tim ini diketuai Mayor Jenderal TNI (Purn.) Jos Muskitta, dengan anggota Des Alwi dan Kaplale. Sejauh ini, belum ada laporan resmi dari tim khusus itu. "Masalahnya terlalu kompleks," kata Muskitta, yang mantan anggota Dewan Pertimbangan Agung. Yang pasti, berbagai bentuk kepedihan sosial telah membuat masyarakat gampang terbakar. Tak perlu provokator yang canggih. Sedikit saja percikan, blarr... api bisa meledak hebat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini