Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Hukum dan keadilan

Azas "pra anggaran tak bersalah" perlu diingat. mungkin ada dasar religions. hukuman dari mahkamah yang adil, dimaksud untuk memenuhi rasa keadilan, si terhukum bukan disakiti, tapi diselamatkan. (fk)

9 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA pameo, di kalangan hakim kita: lebih baik membebaskan orang bersalah daripada khilaf menghukum orang yang tak bersalah. Begitulah kata-kata Let. Jend. Widodo dalam memantapkan Kesadaran Dan Disiplin Nasional Dalan Rangka Membangun Masyarakat Yang Demokratis Dan Sejahtera, ceramah di Universitas Pajajaran 3 Juli 1976. Suatu ucapan yang sangat mengesankan. Let. Jend. Widodo waktu itu menyinggung masalah pemberantasan korupsi. "Kita membutuhkan keterangan sebanyak-banyaknya, dan ini memang wajar. Tetapi orang yang kita curigai juga mempunyai hak untuk dianggap tidak bersalah sampai kita membuktikan kesalahannya. Inilah yang di dalam hukum dinamakan presumption of innocence". Masalahnya, tentu, kenapa azas "pra-anggapan tak bersalah" itu teramat perlu dikemukakan lagi. Kenapa azas ini sekarang hanya seperti rumus yang dihidupkan banyak orang, dan cuma diingat sebagian kecil "spesialis". Dan kenapa begitu banyak kasus terjadi: orang tidak dibebaskan, justru untuk dibuktikan bahwa dia bersalah. Bahkan, orang tidak dibebaskan, justru karena tidak cukup bukti bahwa ia bersalah. Memang, mereka berasal dari kasus lain, bukan dalam sangkutan dengan persoalan korupsi. Mereka umumnya dari kalangan yang diduga, misalnya, "berbahaya" untuk hal-hal tertentu. Mungkin karena kita tak menganggap bahaya korupsi sebagai sesuatu yang mendesak -- sama mendesaknya dengan bahaya subversi, umpamanya. Mungkin juga karena azas presumption of innocence masih memerlukan sesuatu yang lebih dari cuma hapalan. Sebab azas ini menyangkut juga suatu pandangan, bahwa alat-alat negara adalah organ yang bisa saja khilaf. Pandangan ini sekaligus meninjau manusia dengan penuh kepercayaan -- bukan dengan sejenis paranoia orang yang berkuasa. Dasarnya yang terdalam bahkan mungkin religius: Tuhan menciptakan manusia yang bisa bersalah, tapi pada dasarnya baik. Ia menjadikannya wakil-Nya di bumi. Ia bukan menciptakan ular. Di negeri di mana orang yakin bahwa Tuhan Mahabaik dan manusia bukan proyek yang seram, mahkamah pengadilan menjadi mutlak. Tapi tidak hanya sekedar memenuhi syarat. Sebab hukuman yang jatuh dari mahkamah yang adil dimaksudkan untuk memenuhi rasa keadilan -- juga bagi si terhukum sendiri. Sebagaimana sang hakim, si terhukum pun perlu menerima kesalahan yang dituduhkan. Bukan untuk menyakitinya, tapi untuk menyelamatkannya. "Siapa dapat hidup terus melalui 20 tahun penjara tanpa menerima bentuk kesalahan tertentu?". Itu adalah kata-kata Albert Speer, arsitek kepercayaan Hitler dalam Spandau, buku yang ia terbitkan setelah ia bebas, dari catatannya di penjara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus