Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ibarat Memukul Bantal

Soeharto menyambut kritik pedas mahasiswa dengan rileks. Memasang badan untuk asisten pribadi.

13 Januari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Di sana Jepang di sini Jepang, di mana-mana modal Jepang…
Cangkul, cangkul, cangkul yang dalam. Cukong yang subur wajib dikubur...."

Sekitar seratus mahasiswa memekikkan sindiran itu dalam nyanyian di ruang tunggu wartawan Bina Graha, Jakarta. Alih-alih gamang, Presiden Soeharto tetap menebar senyum ramah saat menerima mereka. Rombongan mahasiswa itu terdiri atas perwakilan 35 pengurus Dewan Mahasiswa se-Indonesia. Hari itu, Jumat, 11 Januari 1974: tiga hari menjelang kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka.

Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia Hariman Siregar angkat bicara. Mula-mula mahasiswa Fakultas Kedokteran itu meminta Presiden menganggap mahasiswa sebagai anak. Sekejap kemudian, "anak-anak presiden" mulai memberondong Soeharto dengan rentetan kritik dan pertanyaan. Dari ihwal gelontoran modal asing hingga sepak terjang dua Asisten Pribadi Presiden, Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani.

Muslimin M.T. dari Dewan Mahasiswa IKIP Jakarta, misalnya, menanyakan mengapa modal asing tak disalurkan lewat jalur resmi, malah melalui Soedjono. Soal Ali, ia mengatakan, "Apa benar Ali Moertopo calo politik?"

Pertemuan berlangsung panas. Sejak pertengahan 1973 memang sudah muncul protes dari kalangan akademikus dan kelompok kritis terhadap strategi pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.

Para mahasiswa geram melihat modal asing mengalir deras tanpa hambatan-terutama dari Jepang. Mereka juga panas hati melihat wewenang berlebihan asisten pribadi Presiden. Suasana makin panas karena acara jumpa Presiden diadakan menjelang kunjungan Tanaka pada 14-16 Januari.

Dalam pembicaraan tertutup selama sekitar dua jam tadi, Soeharto lebih banyak mendengarkan. Irit bicara. Mahasiswa pun tambah syur mencaci maki asisten pribadi Soeharto. Menurut Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Udayana, Bali, Michael Wangge, Ali dengan Operasi Khusus-nya mengintervensi pemilihan gubernur di sejumlah daerah. "Setiap pencalonan gubernur selalu didahului surat-surat dari Opsus," katanya sambil mengacungkan tangan.

Di luar dugaan, Soeharto sama sekali tak menyalahkan anak buahnya. Ia justru menyatakan, "Semua tanggung jawab saya. Semua yang dilakukan oleh aspri atas sepengetahuan saya." Presiden juga tak buru-buru membenarkan laporan mahasiswa soal kongkalikong pejabat dan istri-istri mereka dengan pengusaha. "Mana buktinya?" ujar Soeharto.

Namun ia mengakui kelemahan beberapa menteri dan berjanji membimbing mereka. Saat itu, hampir tujuh tahun Soeharto memerintah sejak 1967. Terakhir mahasiswa menohok Soeharto. Mereka menganggap Presiden kerap mengelabui publik. "Kenyataan yang ada berbeda dengan ucapan yang sering dilontarkan Presiden," ujar Paulus Tamsil, anggota Dewan Mahasiswa Universitas Padjadjaran, Bandung.

Sebelum acara berakhir, Hariman membacakan Tuntutan Mahasiswa Indonesia "Petisi 24 Oktober 1973". Isinya, antara lain, menuntut strategi pembangunan berpihak pada anti-kemiskinan, anti-korupsi, dan anti-ketidakadilan. Para mahasiswa tak lupa meminta jaminan kebebasan masyarakat untuk berpendapat dan berbeda pendapat.

Menurut Hariman, mahasiswa semula berharap bertemu dengan Soeharto sebagai ayah. "Nyatanya, Soeharto menampilkan diri sebagai presiden," katanya di majalah Tempo edisi 19 Januari 1974. Maka pecahlah demonstrasi besar mahasiswa yang berujung pada perusakan dan penjarahan oleh massa di sekitar Istana Negara.

Peristiwa itu terjadi pada Selasa, 15 Januari-hanya empat hari setelah pertemuan di atas-yang tak hanya membikin kecewa, tapi juga menyulut amarah para mahasiswa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus