MINGGU terakhir Maret lalu (selama 6 hari), dengan sponsor
Gubernur DKI Jakarta Letjen Tjokropranolo, wartawan TEMPO D.S.
Karma bersama 2 orang wartawan lainnya mengunjungi Bangkok dan
Manila. Kesempatan berada di Filipina oleb TEMPO digunakan pula
untuk mengkover pemiliban umum pertama 7 April itu dan
mengadakan peninjauan ke Filipina Selatan. Laporan-laporannya
telah diturunkan mulai nomor-nomor lalu. Berikut ini laporannya
tentang kota Manila Raya, khusus mengenai pasar dan kakilima.
Masalah pasar dan kakilima di Manila Raya ternyata sama saja
dengan di Jakarta belum dibenahi secara rapi. Bagi Gubernur
Manila Raya, Ny. Imelda Marcos, masalah tersebut tampaknya
paling kurang mendapat perhatiannya. Hingga dalam serial
laporannya kepada warga Ibukota Filipina yang dimuat
koran-koran menjelang pemilu baru lalu, masalah tersebut tak ada
disinggungnya.
Apalagi masalah pasar dan kakilima di Metro Manila memang
diserahkan pengurusan dan penanggulangannya kepada masing-masing
walikota atau kotamadya. Harap dimaklumi Manila Raya atau Metro
Manila terdiri dari 4 Kota (city) dan 12 Kotamadya
(Municipality). Masing-masing memiliki hak otonom dan
pemerintahan kota sendiri. "Pasar-pasar di Manila Raya berada di
bawah pengelolaan walikota masing-masing. Hingga dalam masalah
tarif retribusi pun belum ada kesatuan," tutur Leonardo Dayap,
Administrator Pasar Kota Manila, salah satu di antara 4 kota di
Manila Raya.
Bisa difahami bila Imelda Marcos kurang mengacuhkan perkara
tersebut. Apalagi sejak menjabat Gubernur Manila laya, Nopember
1975, ia harus bergulat menanggulangi 3 masalah besar. Yaitu
banjir, sampah dan angkutan umum. Semua ini katanya merupakan
warisan masa-masa pemerintahan kota sebelumnya, yang
dijulukinya, "dekade, bersikap masa bodoh, tak bersistem dan
bertujuan serta kekosongan pengawasan." Ditambah tak kurang dari
9 bidang yang harus ditanganinya sejak masalah pemukiman sampai
administrasi, perencanaan dan keuangan. Yakni tugas-tugas yang
digariskan Metropolitan Manila Commission atau badan
pemerintahan kota yang dibentuk dengan dekrit presiden.
Dalam masalah penanggulangan banjir misalnya, Gubernur dan juga
Nyonya Presiden itu tampak merasa sedikit lega dengan hasil
kerjanya. "Banjir mungkin tak bisa dikeringkan seluruhnya. Tapi
genangan alr setelah musim hujan tak akan lagi mengendap atau
menggenang lebih lama lagi di Manila Raya," kata Imelda
menjelaskan hasil 2 tahun rencana 10 tahun pengendalian
banjirnya. Dalam perkara sampah Ny. Marcos membanggakan,
"petugas kebersihan Metro kami bekerja tanpa kenal lelah dan
tanpa tandingan, menjamin Manila Raya kita sekarang sebagai kota
terbersih di dunia."
Ucapan berbau propaganda itu mungkin bisa meyakinkan warga
Manila Raya karena ditopang oleh tak kurang dari 11.000 petugas
kebersihan dengan 6.000 di antaranya terdiri dari para penyapu
yang bekerja 3 giliran setiap hari. Hingga bisa disaksikan
misalnya jalan-jalan di depan dan di sekitar gedung Mapa High
School tempat Ny. Marcos memberi suara 7 April lalu, klimis
kembali begitu ditinggalkan orang-orang yang memberi suara.
Padahal pada pagi dan siang harinya hiruk pikuk oleh orang dan
pedagang makanan yang menyebarkan sampah di mana-mana.
Pembangunan pasar-pasar di Manila Raya jadi kewajiban para
Walikota. Dari 65 pasar umum di Manila Kaya dan 34 di antaranya
di kota Manila, mengambil kebijaksanaan sendiri-sendiri dalam
pengaturan tarif dan pengelolaannya. Dengan pelaksana
sehari-hari seorang Administrator Pasar, pengurusan keuangan
pasar langsung dipegang Bendahara atau bagian keuangan
Kota/Kotamadya. Pemilik kios hanya diwajibkan membayar retribusi
harian. Retribusi itu, menurut Dayap berbeda-beda di setiap
pasar. Bahkan, kata Dayap, pasar-pasar yang berada di satu kota
atau kotamadya pun saling berbeda. Itu tergantung keadaan pasar
dan letaknya.
Kakilima
Di Kota Manila sendiri, menurut nayap, tarif retribusi pasar
sekitar 40-75 centavos (1 dollar AS sama dengan70 centavos)
sehari. Tanpa embel-embelan lainnya, retribusi itu dipungut oleh
kolektor yang menyerahkannya kepada Kepala Pasar. Seterusnya
dikirim ke Bendahara Kota. Seorang pemilik kios (pemegang surat
izin pemakaian) yang tak membuka kiosnya selama 15 hari, kiosnya
akan ditutup dan digantikan yang lain. Supermarket adalah milik
perseorangan/perusahaan swasta dengan izin gubernur.
Jumlah pedagang kakilima di Manila Raya tak diketahui secara
pasti. Tapi di kota Manila sendiri diperkirakan sekitar 17.000
orang.
Para pedagang modal cekak ini, dibiarkan saja berusaha di
pasar-pasar publik atau di tepi jalan tak jauh dari sana
"Ketimbang jadi maling," ucap Dayap. Di hari-hari libur mereka
dipersilahkan meramaikan pasar-pasar. "Mereka manusia juga.
Ini masalah sosial di kota-kota besar seperti juga di Singapura
dan Hongkong," kata Dayap lagi.
Karena masalah itu menurut Dayap juga dihadapi kota-kota di luar
Manila Raya, maka masalahnya jadi masalah nasional. Hingga
untuk memecahkannya Presiden Marcos sendiri turun tangan. Dan
buat Manila Raya yang berpenduduk 7 juta lebih, kini sedang
dibangun pasar-pasar buat menampung pedagang kakilima di Quezon
City dekat Universitas Philipina, di perbatasan Pasay City dan
Makati City serta di Caloocan City. Kapasitasnya masing-masing
3000-an. Tapi kapan seluruh pedagang kakilima itu bisa
tertampung, Dayap angkat bahu. Jika dibandingkan DKI Jakarta, di
sana masalahnya tampak lebih ruwet. Apalagi kabarnya DKI Jakarta
cuma menghadapi sekitar 20 ribu pedagang kakilima. Apalagi
Presiden Suharto sudah menyediakan dana Inpres pasar untuk
memecahkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini