Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Philip Beale
SUATU siang pada 1982. Mata Philip Beale, kini 42 tahun, tiba-tiba tertumbuk pada sebuah perahu layar yang terpahat di relief Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Saat itu ia sedang berpiknik setelah menyelesaikan penelitian tentang budaya kelautan dan kano tradisional di Papua Nugini. Pikiran Beale langsung melambung tinggi. Lelaki asal Salisbury, Inggris, ini bertekat akan membuat perahu seperti itu dan berlayar bersamanya di tengah samudra lepas.
Namun Beale harus memendam mimpinya jauh di lubuk hati. Sesampai di kampung halamannya, pada akhir 1982, ia bergabung dengan Angkatan Laut Kerajaan Inggris sebagai perwira muda. Selama dua tahun, pria yang masih membujang itu sempat berkeliling Eropa dengan kapal perusak HMS Cardiff.
Keluar dari Royal Navy, Beale memilih terjun ke dunia bisnis. Kariernya mulai bersinar ketika bergabung dengan Robert Fleming Holding Limited, perusahaan bidang keuangan, pada 1987. Setelah itu, Beale sempat beberapa kali pindah kerja, tapi masih dalam bidang yang sama. Ia pun pernah menjadi pooled fund manager sebuah perusahaan, yang tugasnya mengatur dana pensiun perusahaan-perusahaan besar di Inggris.
Di sela-sela kesibukannya sebagai manajer top, mimpi membuat kapal tradisional terus menghantuinya. Sekitar pertengahan tahun lalu, akhirnya Beale memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan. "Sejak tahun lalu, impian itu menjadi prioritas yang harus dikerjakan dalam hidup saya," katanya.
Keinginannya mendekati kenyataan manakala ia bertemu dengan Nick Burningham, arkeolog maritim, di Italia pada September 2002. Burningham dikenal berpengalaman sebagai arsitek dan pembuat sejumlah replika kapal. Salah satu karyanya adalah replika kapal Duyfken, kapal Belanda yang pertama mendarat di Benua Australia (pada 1606). Replika Duyfken karya Burningham itu pernah berlabuh di Sunda Kelapa, Jakarta, dua tahun lalu dalam perjalanan dari Belanda ke Darwin, Australia.
Akhirnya, pada awal 2003, Beale dan Burningham datang ke Pulau Pagerungan Kecil, sekitar 90 kilometer di sebelah utara Bali. Di pulau itu, mereka berdua bertemu dengan As'ad Abdullah Madani, 70 tahun, pembuat kapal berpengalaman sejak 1970. Di pulau yang dikenal sebagai pulau pembuat kapal tradisional itu, kapal impian Beale mulai diwujudkan.
Begitulah. Tanpa halangan berarti, replika perahu layar Borobudur selesai digarap akhir Juni lalu. "Saya senang sekali ternyata bisa mewujudkan impian saya," tutur Beale berseri-seri.
Nick Burningham
SUNGGUH beruntung Philip Beale bisa bertemu dengan Nick Burningham. Pria kelahiran Bromley, London, 1 Mei 1954 ini memang dikenal sebagai arsitek dan pembuat replika kapal, terutama kapal tradisional di kawasan Asia Pasifik. Lewat tangan dingin Burningham, replika perahu layar Borobudur benar-benar terwujud.
Nickobegitu ia biasa disapamulai bersentuhan langsung dengan dunia maritim pada 1975. Kala itu Nicko, yang telah menggondol gelar sarjana di bidang arkeologi maritim, hijrah ke Australia dan bekerja di Museum Kelautan Darwin. Di sana ia suka mendesain kapal tradisional. Dan untuk menggali ide, ia menelusuri kepulauan Indonesia. "Yang belum pernah saya kunjungi Kalimantan dan Papua," kata lelaki yang pernah pula belajar di Fakultas Sastra Universitas Canterbury, Inggris, itu.
Replika perahu layar Borobudur merupakan karya monumentalnya yang kelima. Sebelumnya, pria yang gemar minum anggur ini telah mendesain dan membuat replika kapal Lambo, Titania, Jong, dan Duyfken. Menurut Nicko, sebelum merancang kapal Borobudur, ia melakukan penelitian mendalam tentang kapal tradisional tersebut. Ia bolak-balik mengunjungi Candi Borobudur untuk mempelajari secara intensif perahu yang terpahat di relief candi Buddha itu. Ia juga membongkar sejumlah literatur yang berkaitan dengan kapal tersebut.
Setelah melakukan penelitian sekitar tiga bulan, Burningham mulai merancang perahu layar Borobudur. Perubahan sempat dilakukan beberapa kali agar perahu itu mirip dengan bentuk aslinya dan laik mengarungi samudra. Ia mengakui, kapal layar hasil rancangannya tidak sama persis dengan yang ada di relief Candi Borobudur. Tapi, "Setidaknya perahu ini mendekat aslinya," ujarnya sambil tersenyum.
Nurdin Kalim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo