Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Indonesiana

1 Februari 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ziarah Membawa Musibah

KARENA ingin kaya, pasangan suami-istri Martono dan Rahmawati, warga Kelurahan Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, masuk bui. Ini berawal dari ziarah mereka ke makam Belanda di area bambu Kebun Raya Bogor, Rabu dua pekan silam.

Seusai ziarah, Rahma menemukan satu kantong kecil di makam itu. Ia terperanjat ketika mendapatkan dua batu cincin berwarna merah-putih dan selembar peta cokelat dari zaman Belanda anno 1802 di dalam kantong tadi. Dengan girang, ia melenggang pulang.

Malamnya, Rahma bermimpi didatangi noni Belanda berpakaian putih-putih yang memintanya kembali ke makam kuno di Taman Meksiko, Kebun Raya Bogor. Di dekat area kaktus itu, papar Rahma, "Noni itu bilang dalam bahasa Belanda agar saya kembali ke sebuah makam untuk mencari harta karun."

Rahmawati pun mengajak serta tetangganya, Bambang dan istri, Warsini, Agus, dan Darsono. Mereka tiba di tempat pada Kamis petang. Ketika dicegat satpam di depan gerbang, ia berdalih hendak ke makam keramat. Satpam percaya saja karena tiap malam Jumat Kebun Raya memang terbuka bagi peziarah.

Di lokasi "ziarah", di tengah asap dupa, sambil berkomat-kamit, mereka mulai menggali—sedalam 1 meter, sesuai dengan petunjuk mimpi—berbekal peta kuno tadi. Di situlah konon tersimpan peti berisi emas dan platina batangan serta kitab-kitab pusaka. Tapi polisi telah memergokinya lebih dulu dan mereka pun digelandang ke Kepolisian Resor Kota Bogor. Tiga sekop, dua batu mulia, kantong kulit, dan selembar peta kuno dijadikan barang bukti.

Tempat galian itu, ujar Rahma, makam Ratu Galuh—yang dibantah Abah Anda, juru kunci makam. Kata Abah, itu makam Shanghyang Raksa, Sanggabuana, dan Mbah Robi'in (Eyang Jaka), para petinggi Kerajaan Pajajaran.

Menurut Kepala Satuan Reserse Polresta Bogor, Ajun Komisaris Yayan Sofyan, dari tujuh "peziarah", hanya Fatma, Martono, Agus, dan Darsono yang menjadi tersangka. Mereka terbukti menggali tanpa izin di area konservasi Kebun Raya Bogor. Jika itu cagar budaya, kata Yayan, mereka bisa dituntut 5 tahun penjara karena melangar Undang-Undang Nomor 5/1992.

Kalau saja Rahmawati pejabat seperti Menteri Agama Said Agil al-Munawar, nasibnya mungkin akan lain. Pada 13 Agustus 2001, terjadi penggalian harta karun di situs Batu tulis, Bogor, dan Agil berada di belakangnya. Namun kasus ini hingga kini tak jelas rimbanya.

Caleg Membawa 'Judeg'

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jember, Jawa Timur, dipusingkan seorang pelamar calon anggota legislatif (caleg) yang pensiunan polisi. Dalam dua pekan terakhir, Fathurrahman, 35 tahun, yang dikenal kurang waras, setiap hari nyanggong di kantor KPU itu. Anehnya, Fathur membawa berkas lengkap dari Partai Bintang Reformasi (PBR) Jember. "Dia ngotot diverifikasi," kata anggota KPU Jember, M. Eksan, Jumat dua pekan lalu.

Fathur, yang pensiun dini tiga bulan lalu dengan pangkat brigadir, mendesak nama dan berkasnya diproses bersama 35 caleg PBR Jember. Ia tahan berjam-jam di kantor KPU untuk melobi 5 anggota KPU dan pegawai sekretariat. Dia bahkan tak segan menerobos ke ruang rapat, yang memaksa KPU menerima berkasnya.

Anehnya, dalam berkas Fathur terdapat semua formulir caleg PBR yang telah diisi lengkap dan diteken Ketua PBR Jember, K.H. Cholid Bahar, dan sekretarisnya. Juga surat keterangan sehat dari RSUD dr. Soebandi, Jember. "Yang bikin pusing, namanya sama sekali tidak tercantum di semua berkas caleg PBR," tutur Eksan. Fathur juga suka memukuli orang. Toh, Eksan mengembalikan juga berkas itu. Alasannya, Fathur harus melengkapinya dengan rekomendasi kepala kepolisian resor setempat. "Oke, siap! Akan saya lengkapi. Tapi saya harus jadi caleg," kata Fathur mengalah.

Tapi, begitu Fathur menghadap Kepala Polres Jember, Ajun Komisaris Besar Setyo Prihadi, berkas pun disita. Dan ternyata Fathur telah lama mengalami depresi karena istrinya dilarikan seorang oknum TNI pada pertengahan 2003. Sejak dipensiundinikan, ia selalu naik pitam setiap bertemu dengan anggota TNI. "Pokoknya, setiap melihat tentara berseragam, dia langsung ngamuk," tutur seorang anggota polisi.

Kok, berkas caleg bisa jatuh ke tangan Fathur? Menurut Sekretaris PBR Jember, Nasihin Bihari, Desember 2003, orang itu mendatangi kantor PBR di Perumahan Jubung, Jember, dan meminta formulir caleg. Karena ia suka membuat keributan, mereka tak kuasa menolaknya. "Beberapa orang di kantor tahu kalau dia kurang waras dan sering ngamuk," kata Nasihin.

Kini Fathur mendekam di sel Markas Polres Jember untuk "pembinaan". Rabu malam dua pekan silam, ia menganiaya lagi seorang tentara.

Sapto Yunus, Deffan Purnama (Bogor), Mahbub Djunaidy (Jember)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus