Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perlukah daftar nama politikus yang diduga busuk diumumkan kepada publik?
| ||
Ya | ||
96,23% | 434 | |
Tidak | ||
3,55% | 16 | |
Tidak tahu | ||
0,22% | 1 | |
Total | 100% | 451 |
Sejak dideklarasikan pada 2003 lalu, "Gerakan Jangan Pilih Politisi Busuk" mendapat dukungan dari berbagai kalangan di seantero nusantara. Namun hingga kini gerakan ini belum kunjung mengeluarkan daftar politikus busuk yang direkomendasikan untuk tidak dipilih dalam Pemilu 2004.
Tentu saja pangkalnya adalah pada soal potensi gugatan yang mungkin muncul jika daftar nama politikus busuk diumumkan ke publik. "Ini bisa kontraproduktif bagi kelangsungan gerakan dalam jangka panjang," kata Teten Masduki, salah satu tokoh gerakan ini.
Peserta polling Tempo Interaktif sepekan lalu setuju nama-nama "politikus hitam" itu diumumkan. Harapannya, agar orang tak salah pilih saat pemilihan 5 April nanti. "Beli buah saja kalau busuk kita tidak mau, kok politikus busuk suruh memimpin negara," kata Sugiarto, salah satu peserta polling.
Gerakan ini memberikan empat kategori seseorang disebut politikus busuk, yaitu jika terlibat korupsi, pelanggaran hak asasi, merusak lingkungan, atau melakukan kekerasan terhadap perempuan. Jika ada politikus yang tersangkut satu dari empat soal ini, saran gerakan ini adalah "jangan dipilih".
Banyak orang berharap sistem baru dalam Pemilu 2004 ini akan membawa perubahan—selain kerumitan dalam teknik pemilihan dan penghitungannya. Sebab, rakyat akan memilih langsung wakilnya. Namun semuanya bisa menjadi sia-sia jika yang akhirnya duduk sebagai wakil di lembaga legislatif adalah para politikus busuk.
Indikator Pekan Ini:
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) akan mengakhiri masa tugasnya pada 27 Februari 2004. Deputi Ketua BPPN Bidang Dukungan Kerja dan Administrasi, Junianto Tri Prijono, mengungkapkan bahwa BPPN menyiapkan dana sekitar Rp 500 miliar untuk pesangon karyawannya. Dia membantah kabar yang menyatakan lembaga ini menyiapkan dana Rp 10 triliun untuk pesangon 2.500 karyawannya.
Kontan saja ini mengundang reaksi beragam dari masyarakat. Jumlah Rp 500 miliar tentu saja tidak bisa dibilang kecil. Namun ini sebenarnya tidak terlalu mengherankan mengingat besarnya gaji pejabat BPPN. Berdasarkan daftar gaji per Maret 2003 yang diperoleh Tempo News Room, gaji pokok berikut seluruh tunjangan (take home pay) yang diterima Kepala BPPN beserta para deputi kepala mencapai di atas Rp 100 juta per bulan. Yang jadi soal kemudian, pantaskah lembaga ini menghabiskan dana ratusan miliar rupiah untuk pesangon karyawannya saat masa tugasnya berakhir? Kami tunggu sumbangan Anda di www.tempo.co.id. Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 1 Januari 2001 PODCAST REKOMENDASI TEMPO surat-pembaca surat-dari-redaksi angka kutipan-dan-album kartun etalase event Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |