Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jangan heran, jalan itu dipajak

Pajak khusus dikenakan pada wajib pajak pemegang hak tanah yang berdampingan dengan jalan yang dibangun pemda dki. menurut perda no.1 thn 1972, tanah dalam lokasi pembangunan kota, termasuk proyek mht.

17 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ALl Sadikin sewaktu masih jadi gubernur Jakarta tersohor paling rajin mengais-ngais sumber pendapatan daerahnya berupa macam-macam pajak dan pungutan. Tentu saja yang paling gencar terkena genjotannya ialah warga kota yang menurut perkiraannya terbilang kaum punya alias orangorang kaya. Apalagi semboyannya yang terkenal antara lain memeras yang kaya membantu yang miskin dan no tax no service. Begitu rajinnya sampai-sampai kawasan yang masih berupa rawa-rawa atau belukar, jauhjauh hari sudah dibuatkan alat penggalinya berupa peraturan pajak. Kawasan tersebut misalnya meliputi Tebet, Tomang, Slipi, Kemang, Cilandak/Cipete, Cawang dan Rawamangun yang menurut Peraturan Daerah No. I tahun 1972 terkena Pajak Khusus Penggantian Biaya dan Pungutan Tambahan untuk pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh Pemda DKI alias baat belasting. Peraturan tersebut produk MRD dan Pemda DKI semasa Ali Sadikin. Hingga warga daerah-daerah tersebut yang tahun-tahun belakangan ini didatangi para petugas pajak DKI dan disodori surat penagihan pajak, jadi kaget. Apalagi waktu alasan yang dikemukakan ialah buat biaya penggantian pembuatan jalan, jembatan, penerangan Jalan, air minum, irigasi, taman-taman dan lainnya yang termasuk katagori pelaksanaan pembangunan perlengkapan pembangunan kota. Sebab bagaimana pun warga kota merasakan bahwa pelaksanaan pembangunan tersebut memang merupakan kewajiban pemerintah daerah. Siapa Tahu "Siapa tahu itu pungli?", gerutu Wisnu Wardhana penduduk Tebet Timur lewat Sinar Harapan Sabtu 3 September lalu. Dan Nyonya Halim St. dari Kampung Ambon, Rawamangun II waktu dihubungi TEMPO mengeluh karena beberapa waktu lalu tiba-tiba petugas pajak DKI menyodorkan tagihan pajak Rp 1 juta untuk pajak khusus. "Wah kami keberatan. Selain kami belum jelas untuk pajak apa sebenarnya, juga tak sesuai dengan kemampuan kami," tutur Nyonya Halim. Nyonya ini juga menerangkan bahwa pungutan yang selama ini dibayarnya ialah Ireda (luran Rehabilitasi Daerah). Ia tak bisa bercerita lebih lanjut karena persoalan selanjutnya diselesaikan oleh suaminya, di kantor. Sementara Soekiman dari Tebet Barat menyatakan pernah membayar pajak khusus sebesar Rp 50 ribu. "Tapi kami tak begitu teliti lebih jauh. Kami tak menyatakan keberatan apa-apa karena katanya untuk penggantian biaya pembangunan," tutur Soekirman, 41 tahun, yang sehari-hari pegawai Departemen Dalam Negeri. Ia juga menyatakan selalu membayar Ireda. "Pajak khusus sebenarnya retribusi daerah tapi dengan cara pelaksanaan pemungutannya seperti pajak," kata Chalid Nasution Kepala Bagian Pajak Khusus Dinas Pajak DKI Jakarta. Yakni ada team khusus terdiri dari DPU, Tata Kota, Agraria, Dirat IV (Pembangunan), Dirat I (pemerintahan), Badan Pelaksana Pembangunan MHT, merumuskan siapasiapa terkena dan besarnya pajak. Lalu dibuat SKP (Surat Ketetapan Pajak) yang seterusnya disampaikan langsung ke wajib pajak. Selanjutnya yang bersangkutan membereskannya di Dinas Pajak DKI. Dan peraturan yang jadi dasar hukumnya (Peraturan Daerah No.I tahun 1972) telah pula disahkan Menteri Dalam Negeri dengan SK No.51 tahun 1973. Ini berbeda dengan Ireda yang merupakan pajak Pemerintah Pusat. Yang Terkena Adapun mereka yang terkena pajak ialah pemegang hak dari suatu persil/bidang tanah yang berbatasan atau berdampingan dengan jalan yang dibangun oleh Pemda DKI. Tegasnya persil/bidang tanah yang terletak di dalam lokasi yang telah direncanakan untuk dibangun perlengkapan pembangunan kota, termasuk juga perkampungan yang dibangun dengan Proyek Muhamad Husni Thamrin (MHT). Menurut Chalid Nasution di daerah-daerah Tebet, Tomang dan lainnya itu bisa juga dilakukan pembangunan dengan biaya proyek MHT karena kebetulan biayanya tersedia dan belum dipakai di tempat lain (proyek MHT sebenarnya). Sedang di kawasan kampung-kampung tua yang terkena pajak khusus hanyalah persil/bidang tanah yang dijual belikan setelah adanya pembangunan MHT itu. Jenis jalan-jalan yang penggantian biayanya dipungut, tak dibedakan besar kecil, di luar atau di dalam kampung. Peraturan itu juga menentukan besarnya biaya pungutan yakni 60 dari biaya yang direncanakan untuk melaksanakan pembangunan. Ini katanya tak memberatkan masyarakat. Sebab bagaimanapun pembangunan yang dilaksanakan itu berdasarkan prinsip gotong royong alias kerjasama antara masyarakat yang akan mengenyam manfaat dan pemerintah yang merencanakannya. Sebab menurut Chalid, "pajak dibayar, jalan bagus." Meski katanya pembangunan di daerah-daerah tersebut tak tergantun pada pemasukan pajak khusus tersebut. Sebab pajak yang sebenarnya tak baru itu (pernah ada pajak serupa yang macet tahun 1959), menurut Chalid pelaksanaannya baru dilakukan efektif tahun 1974, dimulai dengan daerah Tebet. Sedang Tomang baru selesai SKPnya dan menyusul kini mulai digarap Cipete. Keseretan itu harap dimaklumi, karena katanya segala persiapannya sejak penelitian wajib pajak, penentuan SKP dan sebagainya memerlukan waktu. Apalagi pelaksanaan pembayarannya. Tebet yang ditargetkan Rp 500 juta dan sudah berlangsung 3 tahun baru masuk 20%. Sebab pemaksaan yang diatur UU 19/1959 tak pernah dilaksanakan. Lagipula "bukan maksud pemerintah, bayar pajak sampai jual tanah." Karena itu jika ada kegiatan pemungutan pajak khusus di luar Tebet termasuk pungli.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus