AWAL Juni tahun ini Bupati Jember Abdulhadi mengadakan rapat
dinas. Hadir di situ segenap kepala dinas, kepala-kepala bagian
Pemda kabupaten dan seluruh kepala desa. Di samping mengadakan
evaluasi pelaksanaan Keluarga Berencana, pemberantasan hama
wereng, keamanan dan administrasi, rapat itu juga membahas
tunggakan kredit bimas oleh para petani. Tentang yang terakhir
ini, di akhir rapat bupati menyimpulkan keputusannya: paling
lambat akllir Juli 1977 semua kepala desa yang bertanggungjawab
atas tunggakan petani di wilayahnya harus melunasi hutang itu.
Jika tidak, si kepala desa diberhentikan.
Sesuai dengan instruksi Gubernur Jawa Timur, awal Agustus lalu
Bupati Jember bertindak tegas. Sebanyak 7 orang kepala desa
diberhentikan sementara selama seminggu untuk memberi kesempatan
terakhir melunasi tunggakannya. Mereka adalah Kepalakepala Desa
Sukosari, Gugut, Bitin, Sucopangepok, Sabrang, Mojogeni dan
Wringintelu. Hanya Kepala Desa Biting saja yang menyetor
sebagian hutangnya pada batas waktu terakhir itu.
Selebihnya bukan saja diberhentikan, tapi ditahan di penjara
Jember. Tapi istimewa buat Umar Sanusi, Kepala Desa Wringintelu,
ia tak ditahan, bahkan direhabilitir kembali ke jabatannya
sebagai kepala desa. "Jasanya terhadap daerah Kabupaten lember
cukup besar" kilah Bupati Abdulhadi "karena Wringintelu pulalah
maka daerah Jember terkenal di mata nasional apalagi Umar Sanusi
anggota MPR."
Tampaknya Abdulhadi cukup kecewa pada ulah Umar Sanusi.
"Menggunakan uang pengembalian bimas dengan dalih apapun memang
tidak bisa dibenarkan" tambah Abdulhadi. Tapi di pihak lain
bupati ini tak dapat mengabaikan prestasi si lurah.
Lapor Pada Camat
Lantaran pada musim tanam 1975/1976 tanaman padi di kawasan desa
ini cukup parah dilanda wereng, maka pemasukan gabah sebagai
zakat para petani agak seret. Artinya biaya untuk mcmbangun desa
menipis, bahkan sangat kurang. Kepala Desa Umar Sanusi yang
terkenal berani memerintahkan kepada para petani untuk
mengajukan permintaan kredit bimas (untuk 1976/1977). Semua
petani diharuskan menandatangani surat permintaan kredit itu.
Dan nyatanya, begitu kredit muncul semua uangnya masuk ke kas
desa untuk modal pembangunan. Semua meliputi jumlah Rp 7,5 juta.
Umar Sanusi berterus-terang. Kepada Camat Puger dilaporkannya
bahwa uang itu digunakan untuk membiayai proyek rumah dinas
kepala desa, membeli tanah untuk bangunan SD Inpres. gedung
BUUD, balai benih ikan, membeli segunduk tanah yang dapat
ditambang pasirnya, perluasan ruang data desa, gardu, balai
desa, dam pembagi air dan perbaikan pos hansip. Untuk rumah
dinas sendiri disebutkan telah menelan biaya Rp 3,5 juta. Uang
Rp 7,5 juta tadi dilaporkan habis, meskipun rumah dinas dan
balai desa macet.
"Pokoknya saya barus teken untuk dapat kredit" kata beberapa
orang petani desa itu kepada TEMPO 2 pekan lalu. Jadi mereka tak
tahu apa-apa bahwa dengan tanda-tangan mereka itu kredit telah
habis di kas desa. Tapi menurut Carik I (sekretaris lurah)
Djaswadi penyerahan uang kredit oleh para petani ke kas desa
dilakukan secara sadar. "Sebab ini sesuai dengan rembug desa"
tambah Djaswadi. Malahan menurut carik ini naskah berita acara
rembug desa itu sudah dikirim ke camat dan bupati. Tapi para
petani Wringintelu tetap bersikeras bahwa mereka tak tahu
apa-apa mengenai uang kredit bimas itu.
Ketika masih dalam status pemecatan sementara, Umar Sanusi
sempat mengirim surat kepada Bupati Jember. Isinya minta
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kepala Desa
Wringintelu. Tapi 4 hari kemudian bupati malahan membalas surat
itu yang isinya merehabilitir Umar Sanusi dari pemecatan
sementaranya. "Saya masih belum mengabulkan permintaan Umar
Sanusi, masih menunggu rapat staf "ujar Abdulhadi. Kalaupun
nanti Umar Sanusi diperkenankan berhenti. tambah bupati itu,
maka pemberhentiannya adalah dengan hormat. Berulang-ulang
Abdulhadi menyebutkan bahwa Umar Sanusi adalah "manusia biasa
yang tak luput dari kesalahan."
Dan sejak itu Umar Sanusi kembali lagi sebagai Kepala Desa
Wringintelu. Malahan proyek-proyek desa yang terlantar dan
dibiayai dengan uang bimas tadi diambil-alih oleh Pemda
Kabupaten Jember. Lebih dari itu, untuk melanjutkannya secara
pribadi Bupati Abdulhadi dan Sekwilda Jember H. Hadiatullah
masing-masing menyumbang uang Rp 500.000 dan Rp 25.000. Apakah
masih ditunggu penyumbang-penyumbang lainnya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini