Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jangan Sampai Ugal-ugalan

Kelompok buruh tak dibidik pemerintah. Paling terpukul oleh kenaikan harga BBM.

28 Februari 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RENCANA pemerintah menaikkan harga jual bahan bakar minyak (BBM) seperti menohok jidat Julaiha. Buruh pabrik sarang burung walet di kawasan Kertaja Indah, Surabaya, itu sudah membayangkan beban susulan yang membuat hidupnya makin runyam. Ongkos angkutan, yang selama ini menyedot separuh gajinya, bakal kian menggerogoti. Dengan gaji Rp 364 ribu per bulan, penghasilan Julaiha, 30 tahun, sungguh pas-pasan.

Kadang, selepas jam kerja di pabrik, dia nyambi jadi pelayan di warung makan seorang teman. Imbalannya makan malam gratis. ?Kalau angkutan naik, saya sudah tidak bisa makan,? kata perempuan asal Surakarta itu, cemas sungguh. ?Wong ini saja sudah gali lubang tutup lubang.? Mulyana paham kecemasan Julaiha. Meski gajinya lebih ?besar?, Rp 760 ribu per bulan, biaya hidup buruh pabrik renda di kawasan Cikupa, Tangerang, Banten, itu lebih tinggi pula. Maklum, ia tinggal di dekat Ibu Kota.

Untuk makan saja, Mulyana menghabiskan Rp 450 ribu sebulan. Tinggalnya memang di dekat pabrik, hanya terpaut 500 meter. Tapi bujangan asal Cianjur, Jawa Barat, itu tetap mengeluarkan dana ojek Rp 100 ribu per bulan. Ini di luar ongkos naik angkutan umum. Praktis, sebulan hanya Rp 15 ribu tersisa di kantong. ?Kalau kepepet, saya ngutang ke teman,? katanya. ?Begitu terus, gali lubang tutup lubang.?

Lewat tarif angkutan umum, kenaikan harga BBM tak urung mencekik hidup masyarakat bawah. Sektor transportasi mengkonsumsi BBM paling besar di republik ini lewat bensin premium dan solar. Dalam setahun, volumenya bisa mencapai 53 persen dari total 59,6 juta kiloliter. Memang ongkos BBM hanya 15 persen dari biaya operasi angkutan umum di Tanah Air. Namun, para pengusaha angkutan sudah hafal: harga suku cadang dipastikan ikut naik, padahal itulah komponen terbesar.

Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta memberikan ancar-ancar, tarif bisa naik 200 persen. Ketua DPD Organda DKI Jakarta, Djauhari Perangin-angin, mengusulkan tarif angkutan kota kelas ekonomi dinaikkan dari Rp 1.300 ke Rp 4.000. Sebab, ketika pemerintah daerah menetapkan tarif Rp 1.300 beberapa waktu lalu, Organda sebetulnya mengusulkan tarif Rp 2.500. ?Kenaikan harga BBM menciptakan efek berantai, seperti harga pelumas dan suku cadang,? kata Perangin-angin. ?Jadi, kenaikan riilnya jauh lebih besar.?

Jika pemerintah tidak bersedia menaikkan tarif, Organda minta sebagian dana program kompensasi BBM dialihkan ke subsidi angkutan. Sayangnya, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), yang menyiapkan program dana kompensasi, tak lagi meneruskan subsidi di sektor transportasi sejak 2004. Padahal, dalam program dana kompensasi 2001 yang mencapai Rp 2,2 triliun, subsidi ke sektor transportasi mencapai Rp 216,4 miliar.

Menurut Direktur Sumber Daya Mineral dan Pertambangan Bappenas, Bemby Uripto, sulit meneruskan subsidi di sektor transportasi. Sebab, tak semua pengusaha angkutan punya badan hukum. Tak sedikit bersifat perorangan, sehingga sulit melakukan kontrol. Berdasarkan pengalaman, para pengusaha angkutan tetap pula menaikkan tarif meski memperoleh subsidi. ?Akhirnya masyarakat tetap membayar lebih mahal, sehingga subsidi tidak memberi manfaat langsung ke rakyat miskin,? ujar Bemby.

Lalu, siapa yang bakal memikirkan nasib buruh kecil seperti Julaiha dan Mulyana, yang luput dari program dana kompensasi kenaikan harga BBM yang dianggarkan Rp 18,125 triliun itu? Program ini dibuat guna mengurangi beban hidup orang miskin yang bertambah akibat kenaikan harga BBM. Karena itu, kegiatannya pun mencakup kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan beras murah.

Adapun kelompok Julaiha dan Mulyana, mereka dianggap bukan termasuk kelompok orang miskin yang ingin diampu oleh program pemerintah itu. Bahasa statistik menyebutkan buruh masuk kategori near poor, kelompok yang hampir miskin karena punya penghasilan tetap tiap bulan. Jadi, boro-boro mendapat pelayanan kesehatan gratis atawa bisa membeli beras murah Rp 1.000 per kg, beban hidup mereka justru makin enggak keruan.

Seperti dikatakan Direktur Riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, M. Chatib Basri, memang kelompok ?hampir miskin? itu terpukul betul atas rencana kenaikan BBM ini. Hasil studi lembaganya menyebutkan, dampak terbesar kenaikan harga BBM rata-rata 30 persen pada sektor transportasi darat dan laut. Studi pada 2002 dan 2003 menyatakan, sektor transportasi akan mendorong 2,1-2,4 persen inflasi.

Kenaikan ini akan menurunkan daya beli rakyat miskin dan hampir miskin. Tapi, penurunan paling tajam terjadi di kelompok non-miskin. Sebab, konsumsi BBM paling banyak dirasakan kelompok ini, rata-rata Rp 393 ribu per orang. Sedangkan kelompok miskin ternyata lebih sedikit: Rp 72.500. Namun, program dana kompensasi berupa beras murah dan beasiswa justru akan meningkatkan daya beli rakyat miskin 5 persen, sedangkan kelompok hampir miskin cuma 0,69 persen. ?Dampak positif pada kelompok hampir miskin relatif kecil,? ujar Chatib Basri.

Karena itu, ia menyarankan program dana kompensasi BBM diperluas sasarannya. Tak hanya kelompok rakyat miskin, tetapi juga rakyat hampir miskin seperti buruh, yang mencapai 25 persen dari total populasi. Kebutuhan dasar mereka seperti kesehatan, pendidikan, bahkan transportasi harus dibantu mirip terhadap rakyat miskin. Tapi, secara umum, dia percaya kenaikan harga BBM hanya berdampak kecil terhadap inflasi. Hanya 0,7-1,2 persen.

Kekhawatiran terdongkraknya harga jual barang-barang atau tarif jasa lebih merupakan bias kota besar yang dianggap tak meliputi seluruh Indonesia. ?Faktanya, orang miskin banyak yang memakai sepeda sebagai alat transportasi, dan di pelosok masih banyak memakai kayu bakar untuk memasak.? Jadi, Chatib percaya program dana kompensasi BBM yang dijalankan dengan tepat mampu menurunkan jumlah rakyat miskin 3 persen menjadi 13,87 persen. Ini juga sudah memperhitungkan kenaikan tarif angkutan umum.

Pemerintah masih pasif menghadapi permintaan kenaikan tarif ini. Departemen Perhubungan, yang berwenang menentukan tarif angkutan bus antarkota antarprovinsi (AKAP), angkutan laut, penyeberangan feri, kereta api, dan pesawat terbang, masih adem ayem. Menteri Perhubungan Hatta Radjasa mengatakan tarif bus AKAP belum perlu dinaikkan karena harga batas atas dan bawah yang dipakai setiap 6 bulan ini masih memungkinkan. ?Pengusaha masih bisa melakukan penyesuaian dengan koridor harga sekarang,? katanya.

Soal tarif angkutan laut pun pemerintah berjanji serupa. Sebagai gantinya, pemerintah akan menambah subsidinya ke PT Pelni. Begitu juga dengan tarif kelas ekonomi kereta api. Tarif penyeberangan feri akan ditinjau enam bulan lagi karena baru saja dinaikkan pada awal bulan ini. Problemnya, tarif angkutan dalam kota yang dipakai sehari-hari rakyat ditentukan oleh pemerintah daerah. ?Kami sarankan hendaknya kenaikan itu jangan sampai ugal-ugalan,? Hatta berharap.

Dalam perhitungan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), kenaikan tarif angkutan dalam kota wajarnya 10-15 persen. Apalagi selama ini ongkos transportasi di kota-kota besar di atas angka wajar, 15-20 persen dari pengeluaran bulanan. Padahal idealnya hanya 12 persen. ?Trayek angkutan kota yang tumpang tindih dan ukuran armada yang kecil-kecil seperti mikrolet menyebabkan pengeluaran makin besar,? ujar pengurus YLKI, Tulus Abadi, sambil mengusulkan mendesaknya perombakan total konsep angkutan kota.

M. Syakur Usman, Agricelli, Kukuh S. Wibowo (Surabaya), Ayu Cipta (Tangerang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus