Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PULUHAN tahun malang-melintang di dunia militer tak membuat Letnan Jenderal Purnawirawan Mochamad Ma'ruf kagok saat kembali terjun di dunia politik praktis. Karier di komando teritorial telah menempanya menjadi opsir yang bisa mendengarkan pendapat orang lain daripada kebanyakan tentara. Tapi, gara-gara kelebihan itu, ia pernah dianggap gagal melaksanakan tugas memberangus Partai Demokrasi Indonesia, sehingga dicopot dari kursi Kepala Staf Sosial Politik ABRI pada 1996.
Ma'ruf menunjukkan kelasnya saat menjadi dirigen kampanye Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla dalam Pemilu 2004. Bersama anggota tim yang lain, Ma'ruf berhasil mengantarkan bekas bosnya itu ke kursi kepresidenan. Tidak berlebihan jika Presiden Yudhoyono mempercayakan kursi Menteri Dalam Negeri kepada lelaki kelahiran Tegal, Jawa Tengah, 20 September 1942 itu.
Begitu terpilih menjadi menteri, sejumlah pekerjaan membebani pundak alumni Akademi Militer Nasional (AMN) 1965 itu. Yang terbesar adalah menyiapkan pemilihan kepala daerah secara langsung. Tak hanya dengan Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah juga membuat aturan pelaksanaannya.
Persoalannya, persiapan pesta demokrasi tingkat lokal itu sangat mepet. Banyak orang skeptis, pemilihan ini malah mendatangkan bencana: konflik antarpendukung, politik uang, bahkan juga kisruh berkepanjangan.
Kepada wartawan Tempo Widiarsi Agustina, Hanibal W.Y. Wijayanta, Bernarda Rurit, serta juru foto Bernard Chaniago di ruang kerjanya di Gedung Departemen Dalam Negeri, Jalan Merdeka Utara, Jakarta, Ma'ruf menjelaskan perihal pemilihan kepala daerah.
Bagaimana persiapan Departemen Dalam Negeri mengawal pemilihan kepala daerah langsung?
Kami telah menyiapkan aturan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Kami telah menyosialkan pentingnya proses pemilihan ini, melalui diskusi ataupun surat edaran, terutama di daerah yang tahun ini menyelenggarakan pemilihan. Kami pun terus memperbarui data pendaftaran pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan (P4B) menjadi data kependudukan.
Pada 17 Februari lalu Presiden telah mencanangkan persiapan pemilihan. Semua gubernur, musyawarah pimpinan daerah, Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), dan Ketua DPRD diundang mengikuti rapat kerja dan menerima arahan. Setelah itu mereka membahas teknis persiapan di Departemen Dalam Negeri. Semua ini amanat konstitusi. Kami harus melakukan persiapan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan undang-undang.
Berapa daerah yang sudah siap melakukan pemilihan?
Pada Juni 2005 akan ada 181 daerah. Itu terdiri dari pemilihan 8 pasangan gubernur dan wakil gubernur serta 173 kabupaten dan kota. Sisanya dilanjutkan Juli sampai Desember 2005.
Mengapa banyak kepala daerah yang harus diganti?
Seharusnya pemilihan sudah dilaksanakan pada 2004. Namun, karena tahun lalu ada tiga pemilu, pemilu legislatif, pemilu presiden tahap pertama dan kedua, maka pemilihan kepala daerah tahun 2004 ditunda dan disatukan pada Juni 2005. Departemen Dalam Negeri ingin, Juni nanti sudah terselenggara pemilihan pejabat definitif di tiap daerah. Kepentingannya, setelah diperoleh pejabat definitif, roda pemerintahan dan pelayanan publik bisa optimal.
Mengapa pemilihan ini dipercepat?
Itu soal waktu. Kami ingin menjalankan pemilihan dalam waktu enam bulan sesuai dengan undang-undang. Namun, belajar dari pemilu presiden 2004, enam bulan itu cukup lama. Padahal kami mengupayakan proses pemilihan bisa berlangsung seefektif dan seefisien mungkin. Setelah dilakukan beberapa latihan, untuk daerah-daerah yang normal?transportasinya bagus, sarana perhubungannya baik?ternyata bisa selesai dalam tempo 138 hari. Jika tidak, kami memberikan kelonggaran dengan menambah 18 hari menjadi 156 hari. Percepatan itu dengan pertimbangan bisa memperpendek masa yang mungkin menimbulkan kerawanan.
Banyak pengamat berpendapat, persiapan yang singkat menyebabkan kurangnya sosialisasi dan dikhawatirkan memicu bentrokan di bawah?
Saya optimistis persiapan bisa berjalan baik. Percepatan tak akan mengurangi proses sosialisasi. Kami sudah menyosialkan ke mana-mana. Sejak 17 Februari kami mulai mendayagunakan media cetak dan elektronik. Kami juga akan mengadakan rapat kerja gubernur plus pejabat yang terkait dengan pelaksanaan pemilihan ini.
Anda tak percaya pemilihan kepala daerah yang tergesa-gesa bisa menimbulkan konflik?
Dalam Pemilu 2004 pun banyak yang khawatir. Namun kita patut bangga pada masyarakat yang ternyata sudah dewasa dalam menyikapi perbedaan pendapat. Potensi konflik horizontal memang ada. Sekarang bagaimana tingkat kedewasaan pasangan calon dan para pemilih melihat masalah ini. Konflik bisa teratasi jika dilakukan sosialisasi maksimal kepada masyarakat tentang proses pemilihan.
Apa kendala penyusunan Peraturan Pemerintah No. 6/2005 sehingga telat terbit?
Dinamika lapangan tak semudah pembicaraan di ruangan. Kami tahu, menyelenggarakan pemilihan kepala daerah tidak gampang. Apalagi dalam pemilihan ini ada kepentingan daerah yang harus diakomodasi. Soal Papua, misalnya. Ada Undang-Undang No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Di situ diatur soal pendirian Majelis Rakyat Papua, dan itu terkait dengan soal pemilihan kepala daerah, terutama gubernur.
PP tentang pembentukan Majelis Rakyat Papua seharusnya sudah diundangkan sebulan setelah undang-undangnya selesai, tahun 2001. Tapi hingga 2004 PP-nya belum jadi. Maka, waktu kami dalam menyiapkan PP tentang pemilihan kepala daerah tersedot untuk menyiapkan Rancangan PP Majelis Rakyat Papua. Alhamdulillah, dalam waktu relatif singkat, kami dapat membuat daftar inventaris masalah dan bisa menyelesaikan dengan singkat rancangan PP itu.
Kami juga tak pernah mengira bahwa pada 26 Desember silam terjadi bencana tsunami sedahsyat itu. Bencana itu mempengaruhi konsentrasi kami membahas dan menyusun PP itu. Apalagi kami tidak menginginkan PP yang kami hasilkan tidak well implemented sehingga banyak mengalami benturan dalam pelaksanaan. Kami ingin peraturan itu betul-betul diuji sebelum dilaksanakan. Jadi kami betul-betul bisa mengurangi benturan yang terjadi sekecil mungkin. Jadi, kalau dikatakan terlambat, kok tidak terlalu, ya.
Tapi, akibat PP terbit telat, persiapan KPUD jadi mepet?
Ketika PP diteken pada 11 Februari lalu kan masih cukup waktu hingga Juli. Jangan lupa, daerah-daerah tidak lantas diam menunggu PP. Semua mengantisipasi dengan membuat langkah-langkah kasar. Begitu ada PP, mereka bikin rencana penyesuaian. Perlu diingat, pemilihan kepala daerah ini peristiwa yang ditunggu masyarakat. Sewaktu saya menghadiri Muktamar NU di Solo pada 2004, dari sekian pertanyaan, 95 persen di antaranya bertanya tentang proses pemilihan kepala daerah. Ini indikasi bagaimana masyarakat menunggu.
Bagaimana jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji material UU No. 32/2004 yang diajukan KPUD dan sejumlah LSM?
Pemerintah tetap menghormati proses itu. Kita tunggu hasil Mahkamah Konstitusi. Di sisi lain pemerintah punya kewajiban dan tanggung jawab melaksanakan amanat undang-undang, yaitu menyiapkan dan melaksanakan pemilihan kepala daerah. Kami harus bekerja keras dengan waktu mepet. Yang penting pemilihan berjalan. Mari kita terima undang-undang ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Jadi, pemerintah tetap menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi?
Kita dengarkan. Tapi pemilihan kepala daerah harus tetap berlangsung. Bayangkan, ada 181 kepala daerah yang seharusnya sudah diganti. Kalau terlalu lama, akan jadi masalah. Kita tahu ada kekurangan. Tapi, kalau kita menunggu sempurna dulu baru bekerja, kita mandek.
Salah satu yang dipersoalkan adalah pertanggungjawaban KPUD kepada DPRD. Bukankah di sini bisa terjadi bias politik?
Kekhawatiran itu wajar-wajar saja. Memang, struktur itu berbeda dengan pemilu presiden lalu. Tapi, apa pun kekurangan undang-undang itu, kami akan melaksanakan pemilihan menurut jadwal dan tak ada rencana menunda lebih lama lagi. Kami akan duduk bersama KPU, DPR, DPD, dalam satu forum untuk memantau pelaksanaan pemilihan.
Hingga kini banyak DPRD yang masih bermasalah. Di Irian Jaya Barat, 10 anggota DPRD belum dilantik, pimpinannya belum terpilih....
Yang berpotensi konflik tak hanya di DPRD. Tapi kita punya gubernur yang tahu masalah ini. Kami sudah menekankan kepada para gubernur, bupati, dan wali kota agar segera mensolidkan DPRD dan KPUD. Sebab, entry point pengumuman penjadwalan pemilihan kepala daerah secara teknis oleh KPU tergantung dari DPRD.
Bagaimana jika anggota KPUD menjadi tersangka korupsi, seperti di Jawa Timur?
Itu menyangkut aspek penegak hukum. Nanti akan kami bicarakan. Intinya, ini ada pekerjaan rumah. Apakah dia bisa ditolerir melaksanakan pemilihan dulu? Kalau tidak, terserah KPU dan aparat hukumnya. Saya hanya ingin proses pemilihan berjalan menurut rencana. Pensolidan KPUD dan DPRD sesuai dengan rambu-rambu di koridor masing-masing.
Kalau pelaksanaan pemilihan di daerah yang menghadapi masalah seperti Aceh?
Kemungkinan ditunda. Menurut undang-undang, khusus Nanggroe Aceh Darussalam bisa dilaksanakan Mei. Tapi bencana nasional membuat semua rencana berubah. Kami sudah berdialog dengan Ketua DPRD dan pejabat gubernur. Mereka sepakat menunda. Tapi khusus yang terkena masalah saja. Di beberapa daerah yang aman bisa dilaksanakan.
Bagaimana dengan daerah-daerah pemekaran?
Ini juga merepotkan. Tapi semua tergantung perangkat daerah pemekaran, apa sudah siap atau belum. Jika DPRD dan KPUD belum siap, bisa diambil alih daerah induk. Demikian juga anggaran. Ini karena belum semua daerah yang dimekarkan bisa memperoleh PAD yang baik. Sebab, untuk hariannya saja masih harus disubsidi daerah induk.
Anda yakin semua proses pemilihan berlangsung tepat waktu?
Kalau on time ya. Tapi terlalu pagi kalau saya yakin semua berlangsung tepat waktu pada Juni mendatang. Sekali lagi kami ingin Juni itu hari dimulainya vote, pemungutan suara.
Berapa total anggaran yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pemilihan ini?
Untuk operasional di lapangan, di daerah, anggaran sosialisasi, pemantauan, dan bimbingan teknis sekitar Rp 1,225 triliun. Itu di luar biaya keamanan dan biaya perkara bila terjadi sengketa suara atau penentuan siapa yang terpilih. Untuk pemeliharaan stabilitas dan penegakan hukum, misalnya kepolisian, itu mintanya ke Departemen Keuangan, bukan dari Departemen Dalam Negeri.
Tapi sejumlah daerah sudah mulai berkeluh-kesah tentang dana?
Keluh-kesah itu sesuatu yang dinamis. Tapi sampai hari ini belum ada laporan tidak bisa menggelar pemilihan karena tak ada dana. Secara tertulis kami telah menyampaikan kepada mereka, bila APBD belum bisa, kita bisa berpedoman pada UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Daerah bisa mencari sumber uang yang bisa dijadikan talangan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Setelah itu nanti diperhitungkan dengan APBD dan APBN.
Kelemahan Pemilu 2004 adalah soal logistik. Bagaimana antisipasi untuk pemilihan kepala daerah?
Alur logistik pemilu nasional panjang sekali. Sedangkan pemilihan kepala daerah ini kan lokal. Secara teknis kemampuan daerah tidak sama. Untuk pengadaan kartu suara, apakah mereka semua bisa memakai yang warna-warni? Kalau ada kabupaten atau kota yang kesulitan, segera ditarik ke ibu kota provinsi.
Mengapa kartu pemilih dalam pemilihan kali ini harus baru?
Kami berangkat dari ketentuan undang-undang. Dalam pemilihan kepala daerah, kami ingin mulai memperbarui data kependudukan, yang orientasinya pada nomor induk kependudukan. Harapan saya, tahun berikutnya kita punya data base nomor induk kependudukan menuju kartu penduduk tunggal. Tiap orang punya satu kartu penduduk dengan sistem PIN, sehingga menjadi KTP multiguna. Yang krusial adalah mengatur pendataan. Jadi, sambil membuat kartu pemilih seperti itu, kita sambil jalan juga mulai mendata kependudukan.
Benarkah soal kartu pemilih juga menyebabkan tertundanya PP No. 6/2005? Kabarnya, Anda dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaluddin berbeda pendapat....
Ah, tidak. Itu kan masalah teknis, bukan substansi. Menteri Hukum tetap memberikan saran mengenai masalah substansi hukum dalam PP itu. n
Letjen (Purn) Mochamad Ma'ruf
Tempat dan tanggal Lahir:
- Tegal, Jawa Tengah, 20 September 1942
- Akademi Militer Nasional (1965)
- Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Terbuka (1995)
Karier:
- Komandan Korem 164 Wiradharma Timor Timur
- Kepala Staf Kodam IX Udayana (1990)
- Kepala Staf Kodam IV Diponegoro (1991)
- Gubernur Akademi Militer Magelang (1992)
- Assospol ABRI (1993)
- Kassospol ABRI (1995)
- Duta Besar RI untuk Vietnam (1997-2000)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo