Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mau Naik Terang-Benderang

Pemerintah tak yakin inflasi membengkak setelah harga BBM naik. Dihadang DPR, ditunggangi spekulan.

28 Februari 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPANJANG tiga malam berturut-turut, Gedung Nusantara V DPR RI bak menggelar perhelatan. Pemerintah dan parlemen membahas rencana kenaikan harga bahan bakar minyak. Pada Selasa malam, pemerintah berkonsultasi dengan Komisi Keuangan dan Perbankan. Esoknya, dengan Panitia Anggaran. Pada Kamis malam hingga menjelang Jumat dini hari, pemerintah berusaha meyakinkan Komisi Energi.

Suasana pertemuan panas dan alot. Wajah-wajah yang keluar-masuk ruang sidang terlihat tegang. Sampai akhir pekan lalu, DPR masih belum ikhlas akan rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Masih ada sejumlah soal yang mengganjal. Padahal agenda kenaikan harga itu sudah ada sejak pemerintahan Megawati Soekarnoputri.

Pemicunya adalah kenaikan harga minyak mentah di pasar dunia sejak pertengahan tahun lalu. Harga minyak yang sempat di atas US$ 50 per barel memperbesar selisih antara harga di luar negeri dan harga jual di dalam negeri (subsidi), yang harus ditanggung pemerintah. Di saat anggaran mengalami defisit, pemerintah tentu kewalahan membiayai subsidi.

Di akhir masa pemerintahan Megawati, sekitar Agustus 2004, skenario kenaikan harga BBM mulai dibicarakan di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dan Departemen Keuangan. ?Konsep waktu itu adalah menaikkan harga seluruh jenis BBM, termasuk minyak tanah untuk konsumsi rumah tangga,? kata sumber Tempo.

Skenario itu tak sempat dilakoni. Kebijakan kenaikan harga BBM yang jauh dari kesan populis tentu tak pas di tengah pemilihan umum. Ongkos menunda kenaikan harga BBM itu sendiri tak murah. Subsidi BBM yang harus dipikul negara sepanjang tahun lalu mencapai hampir Rp 70 triliun, jauh membengkak dari nilai yang semula direncanakan, yaitu Rp 14,5 triliun.

Argo subsidi yang kencang berlari memaksa pemerintah baru di bawah Susilo Bambang Yudhoyono kembali mengotak-atik harga BBM. Menjelang tutup tahun 2004, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut kemungkinan harga BBM naik sekitar 29 persen. ?Padahal waktu itu konsep kenaikan harga belum jelas,? ujar sumber Tempo.

Kenaikan harga BBM semakin sulit dielakkan di awal tahun. Semula, tim ekonomi pemerintah memperkirakan harga minyak di pasar dunia akan turun, menyusul berakhirnya musim dingin di bumi belahan utara. Ternyata meleset. Hingga pekan kemarin, harga rata-rata minyak mentah di pasar dunia masih di atas US$ 45 per barel.

Dengan situasi harga pasar internasional setinggi itu, beban subsidi yang harus ditanggung jadi Rp 2 triliun per bulan. Pembiayaan defisit yang terbatas di tahun ini memaksa pemerintah membuka kembali pilihan menaikkan harga BBM. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral pun diduetkan kembali dengan Departemen Keuangan untuk menggodok skenario kenaikan harga.

?Yang kami sampaikan sebenarnya hanya tiga, bukan enam pilihan seperti yang banyak dikutip,? ujar sumber Tempo yang selalu ikut dalam pembahasan kenaikan harga BBM. Tiga opsi itu kemudian diperas lagi, hingga hanya satu skenario yang tersisa. Skenario itulah yang dibahas dalam sidang kabinet pertengahan Februari kemarin, serta dikonsultasikan ke DPR akhir pekan lalu.

Seusai rapat konsultasi dengan DPR, skenario kenaikan harga BBM terkuak. Minyak tanah untuk rumah tangga merupakan satu-satunya jenis BBM yang tidak dicabut subsidinya. Jenis BBM lain mengalami kenaikan harga sekitar 30 persen (lihat tabel). Ancar-ancar pemberlakuan harga baru adalah Selasa pekan ini.

Namun, rencana kenaikan harga itu ditolak ramai-ramai oleh para wakil rakyat di DPR. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) telah menyatakan penolakan kenaikan harga BBM. ?Kami menerima surat dari masyarakat yang menolak kenaikan BBM,? kata Zaenal Arifin, sekretaris Fraksi PDIP. Fraksi kedua terbesar itu meramalkan pemerintah akan diterjang badai politik andai berkeras menaikkan harga BBM.

Penolakan tak hanya datang dari partai politik yang berseberangan dengan pemerintah. Fraksi yang memiliki perpanjangan tangan di kabinet, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), pun ikut menolak kenaikan harga BBM. ?Sekarang bukan momen yang pas,? ujar Presiden PKS, Tifatul Sembiring. Ketua Fraksi PKB, Ali Masykur, tak ketinggalan menyuarakan penolakan.

Fraksi Golkar, yang diketuai Wakil Presiden, hingga kini belum mengeluarkan suara resmi. Namun, Agung Laksono, Ketua DPR yang berasal dari Partai Golkar, telah menyatakan posisinya di kubu yang menentang kenaikan harga. ?Sampai saat ini belum ada jaminan yang memuaskan dari pemerintah tentang dampak negatif kenaikan harga BBM,? ujar Agung.

Jaminan pertama yang dituntut DPR adalah program kompensasi tepat sasaran. Seperti pada kenaikan harga BBM terakhir, sekitar dua tahun lalu, kali ini pun pemerintah berjanji menyalurkan sebagian hasil selisih harga baru BBM dengan harga lama (dana kompensasi) ke masyarakat tak mampu. Menurut Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sri Mulyani, dana kompensasi yang telah dialokasikan pemerintah mencapai Rp 10,5 triliun. ?Tetapi angka pastinya masih bergantung pada kapan harga BBM dinaikkan,? ujar Sri.

Bentuk kompensasi yang dijanjikan meliputi bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, hingga pengembangan usaha kredit mikro. Di bidang pendidikan, pemerintah menjanjikan bebas uang sekolah untuk anak dari keluarga tak mampu. Nilai program kompensasi yang dianggarkan untuk sektor pendidikan mencapai Rp 4,18 triliun. Jika program ini jalan, pengeluaran negara untuk pendidikan akan melejit, mengingat pos pendidikan dalam APBN 2005 hanya Rp 1,4 triliun.

Ada juga bentuk kompensasi yang sebelumnya tak dianggarkan dalam APBN, seperti alat kontrasepsi untuk masyarakat miskin, dan pengembangan usaha mikro. Untuk belanja alat-alat kontrasepsi, pemerintah menyiapkan dana kompensasi Rp 100 miliar. Sedangkan untuk membantu pengembangan usaha mikro, pemerintah menyiapkan Rp 250 miliar. ?Bentuknya berupa subsidi bunga kredit,? ujar Aburizal.

Dengan aneka kompensasi itu, pemerintah yakin penghapusan sebagian subsidi BBM akan membawa manfaat bagi rakyat miskin. Dalam hitung-hitungan yang dilakukan Sri Mulyani, program kompensasi BBM akan mengurangi jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak tiga persen. Dalam perhitungan Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Indonesia yang masuk dalam kategori miskin mencapai 36 juta jiwa. ?Itu tercapai jika kompensasi tepat sasaran,? ujar Sri.

Soal tepat atau meleset dari sasaran itulah yang diributkan anggota DPR. Kalangan legislatif tak mau percaya begitu saja. ?Skema kompensasi itu menggunakan sumber data yang berbeda-beda,? ujar Agung. Selain menggunakan data BPS, Bappenas juga mengambil data dari setidaknya dua institusi lain, yaitu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dan Persatuan Orang Tua Murid dan Guru.

Alasan lain keberatan DPR adalah kegagapan pemerintah mengerem laju kenaikan harga barang. ?Sekarang harga barang-barang sudah duluan naik,? kata Agung. Harga sejumlah komoditas memang telah merambat naik sejak Januari lalu. Gula, misalnya, yang semula Rp 4.500, melambung ke Rp 6.000 per kilo. Agar harga tak terus berlari, Menteri Perdagangan Mari Pangestu mengaku telah menugasi produsen gula lokal melakukan operasi pasar. ?Kami juga akan meningkatkan stok,? katanya.

Kolega Mari, Menteri Perindustrian Andung A. Nitimihardja, turut menghadang kenaikan harga. Andung menyatakan departemen yang dipimpinnya akan menyiapkan penghitungan harga yang wajar untuk produk-produk industri setelah harga BBM naik. ?Ini semacam patokan untuk pemerintah dalam menilai apakah kenaikan harga suatu produk itu wajar atau tidak,? katanya.

Indeks harga wajar akan dirumuskan dalam dua skema. Pada model pertama, harga wajar dihitung tanpa memasukkan unsur peningkatan efisiensi perusahaan, dan biaya siluman diasumsikan tetap ada. Di model kedua, perusahaan dianggap melakukan efisiensi, serta tak ada biaya tak jelas.

Perhitungan ini akan dibuat untuk setiap sektor industri, terutama industri-industri strategis seperti makanan, semen, dan pupuk. ?Saya minta produsen tidak serta-merta menaikkan harga,? kata Andung. ?Mereka harus memanfaatkan dulu stok yang lama,? ia menambahkan.

Seberapa mustajab jurus Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian menghadang kenaikan harga, masih perlu dibuktikan. Yang pasti, BPS mencatat angka inflasi bulanan selama Januari mencapai 1,43 persen, tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Laju inflasi tahunan juga meningkat dari enam persen menjadi 7,32 persen. Kontribusi terbesar kenaikan indeks harga datang dari kelompok makanan serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau.

Kubu pemerintah tak yakin inflasi akan membesar setelah harga BBM naik. ?Paling banyak, inflasi naik satu persen,? ujar Aburizal. Target akhir tahun inflasi sekitar tujuh persen pun diyakini Aburizal dapat tercapai. Dampak kenaikan harga BBM yang seujung kuku juga disokong oleh M. Chatib Basri, ekonom yang kini menjadi ?penasihat? pemerintah.

Dengan menggunakan data historis selama tahun 1980 hingga 2002, Chatib menghitung kenaikan harga BBM sebesar 30 persen hanya akan mendongkrak inflasi 0,7-1,2 persen. Namun, Chatib mengakui ada kecenderungan inflasi meroket sebelum kenaikan harga BBM diumumkan. ?Itu lebih disebabkan oleh spekulasi. Dua bulan setelah kenaikan BBM, biasanya justru terjadi deflasi,? katanya.

Bau spekulasi memang merebak kencang menjelang kenaikan harga BBM. Sofjan Wanandi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (API), menyatakan peluang spekulasi itu justru dibuka oleh pemerintah yang kelewat lama mengambil keputusan. ?Kalau mau naik, langsung saja. Jangan lama-lama. Sekarang ini terlalu terbuka sehingga kenaikan BBM tidak ada surprise-nya,? ujar Sofjan.

Pendapat Sofjan dibenarkan seorang pejabat pemerintah yang ikut merumuskan harga BBM. ?Rencana kenaikan harga kali ini terlalu terang-benderang.? Sumber yang menolak dikutip itu menunjuk skema harga baru yang langsung dimuat di berbagai surat kabar setelah pertemuan konsultasi. Dua orang pejabat tinggi pemerintah juga dikritiknya karena terlalu sering mengeluarkan petunjuk tentang bocoran harga BBM yang baru. ?Itu justru memicu spekulasi.?

Dalam kenaikan harga BBM terdahulu, terutama di masa Orde Baru, nyaris tak ada yang tahu kapan harga akan naik. ?Tetapi dalam fatsun politik sekarang, kami harus berbicara dulu ke DPR,? kata Aburizal, menangkis kritik Sofjan. Aksi para spekulan tentu juga merambah ke BBM itu sendiri. Dalam catatan Pertamina, konsumsi semua jenis BBM selama bulan ini meningkat 15 persen dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu, menjadi 189,7 kiloliter.

Ini berlawanan dengan siklus konsumsi BBM yang lazim berlaku. Di awal tahun, tingkat konsumsi biasanya lebih rendah dibandingkan dengan akhir atau pertengahan tahun. ?Selain peningkatan kegiatan ekonomi, kenaikan konsumsi juga diakibatkan oleh rencana kenaikan harga BBM,? ujar juru bicara Pertamina, M. Harun.

M. Awi Adil, juru bicara Unit Pemasaran III Pertamina yang mencakup wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, juga membenarkan adanya kenaikan permintaan. Kenaikan datang dari semua jenis konsumen: industri, pompa bensin, dan agen minyak tanah. ?Namun, tak semua permintaan itu dipenuhi Pertamina,? ujar Awi. Sebelum menyetujui kenaikan permintaan, Pertamina akan mengecek dulu ke lapangan, atau ke data kebutuhan konsumen. Menjelang hari-H kenaikan harga, Pertamina telah menyediakan stok untuk 22 hari. ?Itu jumlah yang paling optimum,? kata Harun.

Soalnya kini terpulang pada pemerintah dan DPR. Tingginya harga minyak di pasar internasional tentu tak mungkin dihadang. Jika harga tak dinaikkan, subsidi pasti akan membengkak dan pemerintah akan kesulitan menutup defisit anggaran. Jika dinaikkan, pemerintah bakal berhadapan dengan DPR. Yang terakhir ini juga bukan urusan gampang. Tapi, sebagaimana seharusnya, keputusan ada di tangan pemerintah. Dan Presiden Yudhoyono sudah tegas mengatakan siap tidak populer.

Thomas Hadiwinata, M. Syakur Usman, Tempo News Room

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus