ISENG-ISENG berhadiah kini sedang disebar dari Pematangsiantar, Sumatera Utara. Bunyinya: siapa menemukan orang bernama Nasip, 28 tahun, dan Jupri, 23 tahun, silakan kontak Liu Jit Oei alias Nyonya Thien Huat, pengusaha pabrik roti "Cap Bintang". Dua orang itu diwanted melalui konperensi pers oleh Jit Oei, 36 tahun, yang diberikan kepada lima wartawan yang berpangkalan di kota itu, akhir Februari lalu. "Biar arwah suami saya bisa tenang," katanya. Mereka, kata Jit Oei, melenyapkan jiwa Thien Huat, 37 tahun, April tahun silam. Kini mereka masih buron. Lebih jauh dijelaskan, tindakannya ini justru untuk membantu polisi. "Kerja polisi banyak, bukan cuma mencari buronan itu. Jadi, jangan dikira saya mau menghina polisi," ujar Jit Oei. "Ide Nyonya Thien Huat itu bagus juga. Dia mau meringankan tugas polisi. Namun, menangkap penjahat memang sudah pekerjaan kami. Tanpa hadiah pun, itu harus kami lakukan," kata sumber TEMPO di Polres Asahan. Jit Oei sangat syak kepada dua pegawainya itu karena mereka pergi bersama suaminya waktu mengantar roti ke berbagai kota di Sumatera Utara dan Riau. Memang, tak biasanya sang suami turun sendiri. Tapi sekali itu ada keperluan menagih setoran yang tertunggak sampai Rp 12 juta. Didampingi pengacaranya, Batahi H. Simanjuntak, nyonya toke roti itu mengumumkan akan membayar Rp 3 juta bagi yang mampu menangkap dua pembunuh suaminya itu. Jika ditemukan hanya satu orang, hadiahnya Rp 1 juta. Tapi jika mereka tertangkap mati, ibu tiga anak itu tak mau memberi hadiah. "Nanti dikira saya membayar orang untuk membunuh mereka," katanya kepada Munawar Chalil dari TEMPO. Masa berlaku "sayembara" ini sampai 31 Desember 1992. Pabila sampai batas waktu itu mereka belum tertangkap, Jit Oei akan bikin konperensi pers lagi. "Siapa tahu, hadiahnya nanti bisa bertambah atau malah berkurang," tambahnya, seraya membagikan foto dua pemuda yang dicurigai itu. Dan tak panjang usut lagi, wajah dua tersangka itu kontan disiarkan koran-koran di Medan. Mereka adalah sopir dan kenek yang merangkap salesman roti Thien Huat. Foto dua tersangka itu didapatnya secara kebetulan. Yakni, sesaat sebelum mereka berangkat, anak-anak Thien Huat membuat foto di rumah -- satu kompleks dengan pabrik rotinya. Lantas Thien Huat, yang dekat dengan karyawannya itu, menyuruh anaknya memotret ketiga karyawan yang akan pergi bersamanya hari itu. Malah Thien Huat sempat berseloroh, "Kalian enggak bisa lari lagi, fotonya sudah ada sama aku," katanya. Setelah itu mereka bertolak mengendarai mobil kotak roti itu. Baru beberapa kilometer berjalan, Nasip, yang mengemudikan mobil itu, menghentikan mobil persis di tengah perkebunan karet yang sepi dan gelap. Semuanya turun. Di situlah kepala Thien Huat dipukul. Mayatnya dibuang ke parit, di tepi jalan raya Medan-Kisaran. Menurut polisi, cerita itu diperoleh dari mulut Rusman, salah seorang karyawan yang mengikuti Thien Huat. Ia tidak buron seperti dua rekannya. Sehari setelah mayat Thien Huat ditemukan, Rusman menyerahkan diri ke Polres Asahan di Kisaran. Menurutnya, dia menyerahkan diri karena merasa tak bersalah. Karena tidak cukup bukti dan saksi, Rusman dilepas hingga saat ini. Dari Rusman, polisi juga mengetahui Nasip dan Jupri telah menggelapkan uang setoran Rp 12 juta milik tokenya itu. Selama ini mereka bohong dan menuding langganan menunggak sehingga mereka panik ketika Thien Huat turun menagih. Lalu mereka menghabisi si juragan di tengah perkebunan karet tadi. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini