Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dokumen #FinCENFiles juga mengungkap transaksi perusahaan asal Indonesia seperti Jhonlin Group.
Berdasarkan dokumen #FinCENFiles, Jhonlin mentransfer US$ 47,9 juta ke rekening Mandiri.
FinCEN menyatakan transaksi tersebut janggal berdasarkan lima alasan.
TERLETAK di lantai 47 gedung Equity Tower di kawasan Sudirman Central Business District, kantor PT Jhonlin Group tampak kosong dan gelap. Hanya ada sedikit cahaya yang menerangi meja penerima tamu. Di sudut meja, bertumpuk sejumlah paket dan dokumen yang belum dibuka. Petugas keamanan bernama Abdullah mengatakan kantor tersebut sudah tak lagi digunakan untuk operasi Jhonlin Group. Abdullah masih berjaga karena surat atau paket tetap datang. “Operasional sudah pindah ke Kalimantan,” kata Abdullah pada Selasa, 15 September lalu.
Jhonlin, perusahaan milik Andi Syamsuddin Arsyad atau yang dikenal sebagai Haji Isam, meresmikan pembukaan kantor baru pada 31 Desember 2019 di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Sejumlah pejabat, seperti Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor, dan mantan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, hadir dalam peresmian itu. Jhonlin Group merupakan perusahaan multisektor yang bergerak di pertambangan, infrastruktur, perkebunan, dan transportasi udara.
Isam masuk ke dunia politik dengan menjadi Ketua Dewan Penasihat Partai Amanat Nasional Kalimantan Selatan—belakangan mengundurkan diri. Pada pemilihan presiden 2019, ia sempat menjadi Wakil Bendahara Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Namun, belakangan, namanya hilang dari struktur tim kampanye. Kendati demikian, sejumlah politikus yang terlibat dalam pemenangan Jokowi-Ma’ruf menyatakan Isam ikut membantu pemenangan pasangan itu dengan memberikan donasi.
Nama Jhonlin Group ikut disebut-sebut dalam skandal keuangan global #FinCENFiles. FinCEN atau Financial Crimes Enforcement Network adalah lembaga di Kementerian Keuangan Amerika Serikat yang memantau transaksi mencurigakan, termasuk praktik pencucian uang. Bocoran dokumen FinCEN mencatat lebih dari 2.100 transaksi mencurigakan sejak 2000 hingga 2017 dengan nilai lebih dari US$ 2 triliun. Perusahaan media BuzzFeed, yang mendapat dokumen tersebut, berkolaborasi dengan International Consortium of Investigative Journalists dan 108 media, termasuk Tempo, di 88 negara untuk menelusuri dokumen itu. FinCEN dalam pernyataan resminya menolak berkomentar tentang ribuan transaksi mencurigakan tersebut.
Dalam satu dokumen, disebutkan bahwa pada 1-31 Oktober 2014 FinCEN menemukan adanya 114 transaksi mencurigakan dengan nilai US$ 105,1 juta atau sekitar Rp 1,56 triliun yang mengalir ke Indonesia. Duit tersebut dikirim ke rekening bank di Tanah Air melalui sejumlah bank asing, seperti Bank of New York Mellon dan DBS Bank di Singapura. FinCEN mengkategorikan transaksi-transaksi ini janggal karena dilakukan orang yang tidak bisa diidentifikasi dan sumber dananya mencurigakan—meskipun dokumen itu juga menyebutkan, “Kejanggalan ini tidak selalu terkait dengan tindak pidana.”
Dari semua transaksi yang tercatat di dokumen itu, FinCEN menyebutkan adanya pengiriman uang senilai US$ 47,9 juta atau sekitar Rp 710 miliar ke rekening PT Jhonlin Group di Bank Mandiri. Transaksi ini terjadi pada 8-29 Oktober 2014. FinCEN menyebutkan lima alasan transaksi itu janggal. Pertama, transaksi ini dilakukan bank dengan perusahaan cangkang atau perseorangan yang tidak teridentifikasi. Kedua, transaksi ini dikirim dari, melalui, dan ditujukan ke rekening di Indonesia, wilayah dengan risiko tindak pidana pencucian uang tinggi dan kejahatan keuangan lain.
FinCEN juga menyatakan transaksi itu janggal karena dilakukan secara berulang dengan jumlah besar. Alasan keempat, transaksi itu dikirim atas perintah sejumlah orang yang tak terlacak dan ditujukan untuk penerima yang sama. Kelima, “Sumber uang dan tujuan transaksi tidak terkonfirmasi untuk apa,” tulis dokumen FinCEN.
Dalam dokumen itu, disebutkan bahwa duit dikirim ke rekening Jhonlin di Bank Mandiri melalui rekening DBS Bank di Singapura milik dua perusahaan cangkang di British Virgin Islands, yaitu Supreme Union Investors Limited dan Seacons Trading Limited. Supreme Union dan Seacons memiliki alamat yang sama di British Virgin Islands, yaitu di Cay 1, Road Town, Tortola. Keduanya juga memiliki alamat yang sama di Singapura, yakni di 12 EU Tong Sen Street. Lokasi itu digunakan pula sebagai alamat Jhonlin Resources International Pte Ltd.
Seacons Trading Limited merupakan perusahaan yang didirikan Andi Syamsuddin Arsyad. Jejak bisnis Seacons Trading terlacak dalam pembelian Boeing Business Jet Max 7 pada 17 Juli 2018 dalam Farnborough International Airshow 2018. Penandatanganan pembelian ini dihadiri Andi Syamsuddin sebagai pendiri Seacons Trading dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Keadilan Sejahtera, Aboe Bakar Al-Habsyi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Haji Isam (paling kiri) saat peresmian gedung baru PT Jhonlin Group di Batulicin, Kalimantan Selatan, Desember 2019. mc.tanahbumbukab.go.id
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam rilis yang diterbitkan Boeing, Chief Executive Officer Seacons Trading Limited Dudy Purwagandhi mengatakan mereka menyambut antusias pembelian ini. Mereka sebelumnya mengoperasikan Boeing Business Jet Next Generation dan Gulfstream G550. Sebelum pembelian itu, Seacons Trading juga membeli satu helikopter Airbus H145 dan Airbus H175 dari perusahaan Aero Queen Pte Ltd. Di pasaran, harga H145 berkisar US$ 9,7 juta atau sekitar Rp 135 miliar dan harga H175 diperkirakan US$ 17 juta atau sekitar Rp 238 miliar. Dimintai tanggapan soal pembelian ini, Dudy tak merespons panggilan telepon dan pesan yang dikirim Tempo.
Andi Syamsuddin Arsyad pun tak merespons permintaan wawancara. Pesan WhatsApp ke nomor yang biasa digunakannya tak dibalas. Surat yang dikirim ke rumahnya di Jalan Sriwijaya Nomor 8, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pun tak berbalas. Chief Executive Officer Jhonlin Group Ghimoyo sempat menerima panggilan telepon Tempo pada Senin, 14 September lalu. “Saya sedang rapat,” katanya dan langsung menutup telepon. Dihubungi kembali berulang kali, Ghimoyo tak mengangkat telepon. Ia pun tak menjawab pesan yang dikirim Tempo.
Rully Setiawan, Sekretaris Korporasi Bank Mandiri, menolak menjelaskan transaksi tersebut. Menurut dia, seluruh informasi tentang nasabah merupakan rahasia perbankan. Bank Mandiri, kata dia, secara konsisten menerapkan program anti-pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme agar selaras dengan rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering. “Termasuk menjalankan kewajiban pelaporan sebagaimana amanat undang-undang, seperti transaksi mencurigakan atau nominal tertentu,” tutur Rully melalui keterangan tertulis.
WAYAN AGUS PURNOMO, RAYMUNDUS RIKANG, DEVY ERNIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo