Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
#FinCENFiles merekam ratusan transaksi mencurigakan yang melibatkan 20 bank di Indonesia.
Bank menjadi sarana paling rawan dalam pencucian uang transnasional.
Penyidikan menjadi biang masalah penanganan tindak pidana pencucian uang.
SALAH satu butir kesimpulan dalam hasil penilaian tim intelijen keuangan delapan negara, termasuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), pada November 2019 menyalakan lagi alarm bahaya bagi industri keuangan dalam negeri. Perbankan, menurut laporan tersebut, dianggap paling rentan dan paling sering digunakan untuk pencucian uang hasil korupsi.
Ancaman pencucian uang lintas negara paling tinggi terjadi di bank asing dan swasta. “Kemungkinan karena akses yang lebih baik ke pasar keuangan internasional dan menawarkan berbagai layanan pengelolaan kekayaan,” tulis laporan yang dipublikasikan PPATK pada 8 Juli lalu.
PPATK dan Unit Intelijen Keuangan Bank Negara Malaysia memimpin penilaian risiko tindak pidana pencucian uang lintas negara tersebut bersama Kelompok Kerja Konsultasi Intelijen Keuangan (FICG) Asia Tenggara. Tim penilai juga melibatkan Pusat Analisis dan Pelaporan Transaksi Australia (Austrac) dan Unit Intelijen Keuangan Selandia Baru.
Dua tipologi ancaman paling tinggi yang teridentifikasi dalam penilaian itu juga tak kalah menarik. Pencucian uang lintas negara paling berisiko melibatkan orang-orang yang terekspos politik (PEPs). Adapun sumber daya alam menjadi sektor paling rawan terjadinya korupsi.
Laporan transaksi mencurigakan dari Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN), lembaga intelijen keuangan di bawah Departemen Keuangan Amerika Serikat, yang diungkap kolaborasi peliputan Konsorsium Internasional Jurnalis Investigasi (ICIJ) dan BuzzFeed News menguatkan kesimpulan tersebut. Tempo, bagian dari 108 media yang bergabung dalam liputan kolaborasi ini, mencatat sedikitnya 20 bank di Indonesia terekam dalam 496 transaksi mencurigakan sejak 22 Desember 2008 hingga 3 Juli 2017.
Total nilai transaksi itu mencapai US$ 504,6 juta atau sekitar Rp 7,5 triliun—dengan kurs Rp 14.800 per dolar Amerika. Lebih dari separuhnya berupa duit yang ditransfer dari bank-bank dalam negeri.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, misalnya, tercatat menjadi sarana lalu lintas 111 transaksi mencurigakan bersama sejumlah bank asing. Total pengiriman dana dari Mandiri yang diidentifikasi FinCEN sebagai transaksi mencurigakan mencapai US$ 250,39 juta atau senilai Rp 3,7 triliun. Sebaliknya, Mandiri juga terekam menerima transaksi mencurigakan sebesar US$ 42,34 juta atau sekitar Rp 626 miliar.
Transaksi mencurigakan dalam jumlah besar pada periode pencatatan FinCEN juga melibatkan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Bank pelat merah ini tercatat dalam transaksi pengiriman dana sebesar US$ 10,2 juta atau sekitar Rp 150 miliar ke sebuah rekening di DBS Bank Ltd, Singapura, pada 12 Maret 2015. Sebelumnya, pada 7 Juli 2014, sebuah rekening di BNI juga tercatat menerima aliran dana mencurigakan sebesar US$ 428 ribu atau sekitar Rp 6,3 miliar dari CIMB Bank Berhad.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo