Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jejak Petualangan Bekas Menantu

Gunawan Santosa, yang diduga sebagai dalang pembunuhan bos PT Asaba, akhirnya ditangkap. Siapa saja yang membantunya selama jadi buron?

14 September 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JARUM jam sudah beringsut dari angka satu dini hari. Lelaki 40 tahun yang bertubuh tinggi tegap itu mulai resah. Sudah dua jam ia berusaha menepis berondongan pertanyaan dari petugas Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya, tapi mereka tak menyurutkan interogasi. Karena terus didesak, akhirnya pada Jumat dini hari pekan lalu itu, pria yang wajahnya tampak baru dioperasi plastik tersebut melempar jurus mautnya. "Udahlah, Pak, saya ada uang Rp 50 juta dan silakan Bapak ambil mobil saya," katanya.

Petugas sempat terperangah, tapi buru-buru menampik rayuan itu. "Sudahlah, nanti kamu malah saya kenai pasal penyuapan," kata seorang polisi. Lelaki yang semula mengaku bernama Indra Amapta itu mati kutu, dan ujungnya menyerah. "Ya, saya memang Gunawan," ujarnya. Lengkapnya Gunawan Santosa, bekas menantu Boedyharto Angsono, bos PT Aneka Sakti Bakti (Asaba). Lelaki yang baru saja ditangkap polisi ini juga mengaku telah mengoperasi wajah untuk mengubah penampilannya.

Legalah sejumlah polisi yang memeriksanya di sebuah ruang di Polda Metro Jaya. Gunawan memang orang yang dicari polisi dalam dua bulan terakhir. Dialah yang diduga kuat sebagai otak pembunuhan bekas mertuanya sendiri, Boedyharto. Presiden Direktur PT Asaba ini ditembak di halaman gelanggang olahraga di Pluit, Jakarta Utara, 19 Juli silam. Dalam peristiwa ini, pengawalnya, Sersan Dua Edi Siyep dari Kopassus, juga tewas diterjang peluru dari senjata orang yang datang mengendarai sepeda motor.

Bukan cuma itu tuduhan terhadap Gunawan, yang ditangkap polisi di rumah kos di Griya Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Kamis malam, 11 September lalu. Ia diduga juga terlibat dalam kasus penembakan Direktur Keuangan PT Asaba Paulus Tedjakusuma kendati tidak sampai tewas.

Karena kalah berperang perkara dengan sang mertua, sejak Juni tahun lalu Gunawan telah mendekam di penjara. Ia terjerat perkara penggelapan aset perusahaan yang diadukan oleh Boedyharto. Tapi, karena kelicinannya, Gunawan bisa kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Kuningan, Jawa Barat, tanpa harus membobol tembok atau atap penjara, pada pertengahan Januari silam. Selama itulah ia seolah menjadi hantu yang mengerikan bagi keluarga Boedyharto.

Bagaimana bekas suami Alice (putri Boedyharto) ini bisa dibekuk? Tidak gampang. Untuk memburu buron kakap ini, polisi membentuk lima tim sejak satu setengah bulan silam. Sebuah tim sempat dikirim ke Bandung karena Gunawan punya pacar di sana. Sebagian tetap mengubek-ubek telatah Jakarta dan sekitarnya. "Sebulan saya menyelidiki di Bandung, tapi ternyata sembunyinya tak jauh-jauh," kata seorang polisi sambil tertawa.

Sejatinya temuan di tempat pembunuhan Boedyharto yang memandu penyelidikan. Dari selongsong peluru yang ditemukan, diketahui bahwa senjata organik yang biasa dipakai tentaralah yang digunakan untuk membunuh. Dari para saksi, terungkap pula Gunawan sering dikawal oleh anggota marinir. Semua indikasi inilah yang menyebabkan empat anggota marinir ditangkap akhir Juli lalu. Mereka mengaku disuruh Gunawan untuk menghabisi bos Asaba dengan imbalan sejumlah uang.

Dengan ditangkapnya para eksekutor, Gunawan tinggal menunggu giliran. Apalagi Kopral Dua Suud Rusli, salah seorang tersangka, sudah bernyanyi nyaring sejak sebulan lalu. Ia membeberkan bahwa sang buron selalu mengendarai mobil BMW seri-7 bernomor polisi B-19-LW. Petunjuk yang lebih penting: Gunawan telah mengubah penampilannya. "Dia sudah dioperasi plastik," kata Suud Rusli kepada pemeriksanya di Polisi Militer Angkatan Laut.

Berbekal nyanyian itu, polisi menggiatkan pemburuan dengan melacak sinyal telepon genggam yang biasa dipakai Gunawan. Mula-mula diketahui sinyal teleponnya sering berkedip-kedip di sekitar Jalan Gunung Sahari, Kemayoran, dan Mangga Besar. Setelah dilakukan penelusuran dengan mengamati mobil BMW yang berseliweran di kawasan ini, diketahui ternyata Gunawan tinggal di sebuah rumah kos di Jalan Kartini II/11, Jakarta Pusat. "Di sini dia menyewa kamar sejak Mei lalu dengan tarif Rp 1,8 juta sebulan," tutur Komisaris Besar Mathius Salempang, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Hanya, ketika rumah itu digerebek, Gunawan sudah tidak lagi tinggal di situ.

Setelah menyisir berbagai lokasi lain, polisi akhirnya menemukan mobil BMW yang diduga milik Gunawan di Griya Kemayoran, Jakarta Pusat. Hanya, mobil BMW seri-7 itu bernomor polisi B-1153-JV, bukan B-19-LW seperti penuturan Suud Rusli. Karena ciri-cirinya sama, yakni kaca belakangnya retak, petugas tetap yakin itu mobil Gunawan. Apalagi, setelah dicek, nomor B-1153-JV sebenarnya milik sebuah mobil BMW seri-3.

Lewat penggerebekan yang direncanakan, akhirnya pada Kamis malam pekan lalu Gunawan ditangkap. Saat itu ia sedang bermain kartu dengan tetangga kosnya. Gunawan memakai kaus berwarna pink dengan motif bunga-bunga. Padahal biasanya ia memakai kaus lusuh. Kendati sedikit kaget, ketika ditangkap, dia sama sekali tak menunjukkan wajah ketakutan. "Bahkan dia sempat tertawa," kata seorang saksi mata kepada TEMPO.

Ketika dompet Gunawan digeledah, polisi menemukan kartu tanda penduduk dengan tiga identitas. Satu dengan nama Indra Amapta beralamat di Kemayoran Baru I/1. Yang lain dengan nama Dustin Bakrie beralamat di Rajawali Selatan II/19, Gunung Sahari. Satunya lagi menggunakan nama Kevin Martin beralamat di Tangerang. Semuanya dengan foto wajah baru. Ada pula surat izin mengemudi A dan C atas nama Indra Amapta. Sebuah pengelabuan berlapis dan nyaris sempurna.

Hanya, senyum langsung lenyap dari wajahnya ketika polisi juga menemukan surat tanda nomor kendaraan BMW silver metalik seri-7 nomor B-19-LW atas nama Gunawan Santosa di sana. Ia pun segera digelandang ke Polda Metro Jaya. Dalam pemeriksaan yang dipimpin Ajun Komisaris Besar Tito Karnavian, ia sempat bertahan bahwa dirinya bernama Indra. Tapi lama-lama ia menyerah dan mengakui dirinya sebenarnya Gunawan Santosa.

Menurut seorang sumber TEMPO di kepolisian, sejatinya tim pemeriksa sempat ragu juga apakah orang yang tertangkap itu benar-benar Gunawan. Apalagi, beberapa waktu lalu, polisi pernah salah tangkap saat memburu sang buron. Karena itu, malam itu juga polisi segera mendatangkan Alice Angsono untuk mengenali bekas suaminya.

Wajah Gunawan memang sudah jauh berubah. Matanya yang dulu sipit kini lebih besar. Hidungnya lebih mancung. "Tapi, karena belum lama dioperasi, hidungnya masih merah," kata Fauzie Rawi, bekas orang dekat Gunawan yang juga diminta mengenalinya. Sang tersangka kini memelihara kumis, tapi rambutnya dipotong pendek. Badannya juga jauh lebih kekar karena ia rajin melakukan body building selama jadi buron.

Alice datang ke Polda Metro Jaya ditemani kakaknya, Stephen Angsono. Di sana, lewat kaca yang tembus satu arah, ia meneliti ciri-ciri khusus lelaki itu. Menurut polisi, Alice masih bisa mengenali suaranya. Alice juga masih melihat adanya bekas tompel di pahanya kendati sudah dihilangkan dengan pisau bedah. Hanya, ketika dihubungi TEMPO, bekas istri Gunawan ini mengelak berkomentar. "Saya masih merasa trauma. No comment," ujarnya.

Polisi juga mengundang ibu Gunawan, Mulyati Santosa, untuk mengenali anaknya. Namun, Mulyati mengaku tak mengenalnya. "Orang yang dipertemukan dengan saya itu bukan Gunawan. Saya tidak kenal dengan orang yang telah ditangkap polisi itu," ujarnya kepada Tempo News Room dengan nada tinggi dan gusar.

Menurut Alamsyah Hanafiah, pengacara Gunawan, saat Nyonya Mulyati dihadirkan, tidak ada adegan yang mengharukan layaknya pertemuan ibu dan anak. "Tidak ada rangkulan, pelukan, atau tangis keharuan. Salaman sama ibunya saja tidak. Ia diam tak bereaksi," ujarnya. Hanya, diakui oleh Alamsyah, begitu mendengar anaknya tertangkap, Mulyati langsung menghubungi Alamsyah untuk mendampinginya.

Hingga akhir pekan lalu, polisi masih terus memeriksa Gunawan. Selain soal pemalsuan dokumen dan kaburnya dari penjara Kuningan, tentu saja dia akan dijerat dengan kasus pembunuhan. "Kami tengah mendalami kasus pembunuhan Boedyharto serta penembakan Paulus," kata Kepala Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Makbul Padmanagara.

Tiga tersangka lain juga telah ditetapkan. Mereka adalah Mulyati Santosa, Sulistina, kakak Gunawan, dan Andre Basuki, sepupu Gunawan. "Ketiganya diduga ikut serta atau membantu pembunuhan Boedyharto," ujar Iwan Fahzizi, pengacara keluarga Gunawan.

Nyonya Mulyati sebenarnya sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 9 Agustus, tak lama setelah empat anggota marinir ditangkap. Ia diduga telah menyuruh Sulistina meminjam motor kepada Andre. Motor itulah yang digunakan Suud Rusli, salah satu anggota marinir, untuk mengeksekusi Boedyharto.

Sulistina juga dituduh terlibat pemalsuan KTP Gunawan dengan meminta Andre membuat KTP atas nama Kevin Martin. Hanya, tuduhan ini ditepis oleh Iwan. "Saat itu dia tidak tahu foto itu foto siapa," ujarnya.

Dari telepon genggam Gunawan yang disita polisi, menurut sumber TEMPO, juga didapat temuan penting. Diduga, selama jadi buron, Gunawan tetap berhubungan dengan kawan-kawannya, antara lain seorang petinggi di Mahkamah Agung. Tapi, ketika dikonfirmasi, sang pejabat mengelak. "Enggak tahu, saya enggak tahu," ujarnya kepada Agus Hidayat dari TEMPO. Sebelum buru-buru mematikan teleponnya, ia mengaku sudah dua tahun tak pernah berkontak dengan Gunawan.

Orang lain yang dikontak adalah seorang perwira menengah TNI berpangkat mayor. Perwira inilah yang memberi tahu Gunawan lewat pesan singkat (SMS) bahwa dia tengah dipantau polisi, sehingga dia sempat kabur dari rumah kos di Jalan Kartini. "Lu dibayang-bayangi kawan kita dari Polda dengan menggunakan Suzuki Escudo kuning," begitu bunyi SMS itu.

Sebelumnya, Komandan Polisi Militer Angkatan Laut Brigjen Soenarko mengaku telah mendengar isu tentang beberapa oknum marinir yang melindungi Gunawan selama pelarian. "Tapi saya telah mengeceknya di jajaran marinir dan ternyata kabar ini tak benar," kata Soenarko.

Petualangan Gunawan memang telah berakhir, tapi masih banyak jejaknya yang perlu diungkap.

Hanibal W.Y. Wijayanta, Edy Budiyarso, Juli Hantoro, Jobpie Sugiharto


Bermula dari Penjara Kuningan

1991
Gunawan Santosa menikah dengan Alice, anak kedua Boedyharto Angsono, bos PT Asaba.

1995
Perseteruan Gunawan dengan mertuanya meruncing. Ia lalu melaporkan Boedyharto soal penguasaan aset ke Polres Jakarta Barat, tapi penyelidikannya dihentikan. Belakangan, giliran sang mertua yang mengadukan Gunawan ke polisi dalam kasus pemalsuan akta dan penggelapan aset perusahaan.

1999
Gunawan divonis 2 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Jakarta Barat. Ia mengajukan banding dan kasasi, tapi kalah. Tak lama kemudian Gunawan bercerai dengan Alice.

27 Juni 2002
Tim Polres Jakarta Barat membekuk Gunawan di Vila Cidahu, Sukabumi. Ia lalu mendekam di Rumah Tahanan Salemba.

Desember 2002
Gunawan dipindahkan ke Penjara Kuningan, Jawa Barat.

15 Januari 2003
Gunawan melarikan diri dari Penjara Kuningan. Paginya, ia sempat menghadap kepala lembaga pemasyarakatan, Imam Tauhid.

30 Januari 2003
Petugas penjara Kuningan baru melaporkan kaburnya Gunawan ke Polres Kuningan.

6 Juni 2003
Direktur Keuangan PT Asaba, Paulus Tedjakusuma, koma setelah ditembak oleh dua orang bersepeda motor saat mengendarai mobilnya di Jalan Angkasa, Jakarta Pusat.

19 Juli 2003
Boedyharto tewas ditembak orang tak dikenal di halaman parkir Gedung Olahraga Sasana Krida, Pluit, Jakarta Utara. Sersan Dua Edy Siyep, prajurit Detasemen Penanggulangan Teror Kopassus yang mengawalnya, pun tewas. Dugaan langsung mengarah ke Gunawan.

31 Juli 2003
Empat anggota marinir yang diduga membunuh Boedyharto ditangkap. Keempat orang anggota Brigade Infanteri II Marinir Cilandak itu dikenal dekat dengan Gunawan.

11 September 2003
Polisi membekuk Gunawan di rumah kos di Griya Kemayoran, Jakarta Pusat. Wajahnya sudah dioperasi dan ia menggunakan KTP baru dengan nama Indra Amapta. Tapi dari penggeledahan, ditemukan STNK BMW seri 7 atas nama Gunawan.

Hanibal W.Y. Wijayanta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus