Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Kamera Digital Makin Pintar

Otak baru kamera digital memungkinkan foto yang dijepret sama persis dengan apa yang tertangkap mata fotografer.

14 September 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


SUDAH seminggu ini Aldi rajin mengumpulkan iklan kamera digital di media cetak. Tapi yang membuat pelajar salah satu sekolah menengah umum di Jakarta Timur itu bingung adalah gencarnya perang megapixel dari setidaknya lima merek kamera digital yang paling sering beriklan di koran. Maklumlah, Aldi selalu memegang satu nasihat temannya: "Pilih kamera digital yang resolusinya paling tinggi."

Bisa jadi, nasihat itu benar. Megapixel adalah besaran resolusi foto yang dapat dihasilkan sebuah kamera digital. Misalnya kamera digital 1.280 x 960 pixel (1 megapixel). Artinya, kamera itu dapat menghasilkan foto yang memiliki 1.280 titik mendatar dan 960 titik vertikal.

Angka megapixel-lah yang kerap dipakai pembuat kamera digital untuk merebut persaingan di pasar. Kini di pasar tersedia kamera beresolusi 1 megapixel, 2 megapixel, 4 megapixel, bahkan 6 megapixel. Banyak. Tapi jangan mudah terkecoh iklan. Tingginya angka megapixel tak menjamin sebuah kamera digital menjadi yang terbaik.

Pada prinsipnya, untuk menghasilkan gambar sempurna diperlukan tiga komponen terpenting dari kamera digital, yakni lensa berkualitas tinggi, perangkat sensor pencitraan (charged coupled devices) yang andal, dan prosesor yang pintar. Jika kamera digital dianalogikan sebagai sistem penglihatan manusia, lensa fungsinya sama dengan mata, perangkat sensor pencitraan sebagai retinanya, dan prosesor sebagai otak. Ketiga komponen ini harus dapat bekerja sama dengan baik untuk penglihatan tanpa cacat.

Canon Inc., perusahaan elektronik yang berkantor pusat di Tokyo, Jepang, termasuk yang memegang teguh prinsip itu. Para insinyur di departemen riset dan pengembangannya tak berhenti membuat inovasi meski telah menghasilkan 19.902 paten di Amerika Serikat. Salah satunya dengan menciptakan prosesor baru untuk meningkatkan kemampuan kamera digitalnya. Sejak semester kedua 2002, prosesor baru yang dinamakan Digic (Digital Imaging Core) itu telah ditancapkan pada model terbaru, seperti Canon PowerShot A70, IXUS 400, dan PowerShot S50.

Prosesor yang sama juga dipakai kamera lensa refleks tunggal digital EOS 300D dan PowerShot A80. Rencananya, dua kamera ini berturut-turut akan diluncurkan di Indonesia pada pertengahan September dan akhir Oktober.

Dengan otak yang lebih cerdas itu, kamera digital dapat menghasilkan foto berkualitas tinggi dengan waktu pemrosesan yang semakin singkat. Kenjiro Suzuki, Manajer Produk di Consumer Imaging & Information Division Canon Singapore Pte. Ltd., kepada wartawan Asia Selatan dan Asia Tenggara yang berkunjung ke pabrik Canon di Hanoi, Vietnam, dua pekan lalu, menyebut Digic sebagai sebuah prosesor yang memadukan enam fungsi sekaligus yang sebelumnya ditangani beberapa chip terpisah. Keenam fungsi itu adalah pengendali perangkat sensor pencitraan; pengatur bukaan diafragma otomatis (autoexposure), fokus otomatis (autofocus), dan penyeimbang warna putih automatis (auto-white balancing); pemrosesan sinyal; pemadatan file JPEG; pengendali kartu memori; dan layar monitor LCD.

Kemampuan itu membuat Digic berbeda dengan prosesor kamera digital merek lain yang ada di pasar saat ini. Misalnya dalam mengatasi noise—efek tampak berupa titik-titik atau noda putih pada gambar akibat gangguan elektronik. Digic mampu mencegahnya langsung dari sumbernya. Memang, semua kamera digital memiliki fitur antinoise, tapi biasanya noise dihapus ketika citra telah dihasilkan, sehingga ada bagian citra yang ikut terhapus, yang berakibat resolusi gambar menurun.

Digic juga diklaim dapat menghaluskan citra yang dikirimkan oleh perangkat sensor pencitra dan mengevaluasi sumber cahaya dari luar. Hasilnya, diperoleh keseimbangan warna yang sempurna meskipun pemotretan dilakukan di berbagai kondisi cahaya.

Prosesor pintar itu juga memiliki perpustakaan data pencitraan yang besar. Informasi ini akan memandu prosesor selama proses konversi data warna. Dengan begitu, warna merah tetap tampak tegas, warna hijau tampak bersemangat, dan biru langit tampak sejernih kristal. Pendeknya, apa yang tertangkap oleh mata fotografer, seperti itulah gambar yang dihasilkan—what you see is what you get.

Selain itu, Digic mampu mengendalikan penyimpanan citra ke kartu memori sehingga kapasitas buffer—memori penyangga—kamera dapat dikosongkan agar pengambilan gambar berikutnya dapat dilakukan kembali. Dengan demikian, pemotretan berkesinambungan tak menemui hambatan. Canon mengklaim kamera digitalnya 25 persen lebih cepat ketimbang milik para pesaingnya.

Pemrosesan yang cepat berdampak langsung pada konsumsi baterai yang kecil. Sebagai gambaran, majalah Jepang Nikkei Trendy pada edisi Juni 2002 membandingkan daya tahan baterai beberapa merek kamera digital. Hasilnya, dua baterei kamera digital Olympus C-2zoom mampu melakukan 348 kali jepretan, Sony P31 membuat 329 jepretan, Toshiba Sora 115 jepretan, dan Sanyo MZ2 hanya menghasilkan 20 jepretan. Sementara itu, Canon PowerShot G5 dengan prosesor Digic dapat menghasilkan 450 jepretan foto beresolusi tinggi.

Canon mengembangkan sendiri prosesor pencitraan digitalnya berdasarkan pengalamannya dalam teknologi pemrosesan warna primer sejak era video camcorder digital dan still video camera, yang hasilnya hanya dapat dilihat melalui televisi. Setiap tahun, 10 persen dari total penjualan produk Canon dianggarkan untuk departemen riset dan pengembangannya.

Di Indonesia, menurut pemantauan Merry Harun, Manajer Divisi Senior PT Datascrip di Jakarta, kamera-kamera digital Canon menempati posisi lima besar. Pada 2002, angka penjualannya mencapai 4.000 unit dari 10.000 pangsa pasar. Sedangkan sampai pertengahan 2003 telah terjual 18.000 unit kamera digital Canon dari pangsa pasar 50.000 unit.

Inovasi teknologi kamera digital seperti yang dilakukan oleh Canon adalah faktor penting yang bisa mempertahankan semboyan "Lebih indah dari aslinya". Dengan itulah fotografer seamatir Aldi, yang masih bingung mencari kamera digital terbaiknya, dapat menghasilkan foto sekelas karya fotografer profesional.

Dody Hidayat (Hanoi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus