Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LUKMAN Abbas mengingat betul pertemuan di ruang 1201 Gedung Nusantara 1 Dewan Perwakilan Rakyat pada awal Februari tahun lalu. Ia datang bersama dua koleganya dari Pemerintah Provinsi Riau menemani Gubernur Rusli Zainal. Mereka menemui sahibulbait, Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto.
Para tamu datang menjelang makan siang. Di ruang kerja Setya, lebih dulu hadir sejumlah anggota Dewan dari Golkar, yakni Kahar Muzakir, Melchias Markus Mekeng, Rumkono, juga Muhidin Muhammad Said. Lukman juga melihat Sudikerta, Ketua Golkar Bali. "Pak Gubernur langsung memperkenalkan kami kepada Pak Setya," katanya.
Pertemuan itu diungkapkan Lukman kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, lima bulan kemudian, setelah ia menjadi tersangka korupsi proyek pembangunan fasilitas Pekan Olahraga Nasional XVIII Riau. Sejumlah anggota dewan perwakilan rakyat daerah provinsi itu ditangkap dalam perkara ini. Gubernur Rusli Zainal juga menyandang status tersangka.
Menurut Lukman, Rusli mengeluhkan seretnya dana pembangunan stadion utama. Gubernur menyodorkan kebutuhan Rp 290 miliar, buat menutup kekurangan bayar kepada kontraktor Rp 164,6 miliar dan pembangunan infrastruktur stadion Rp 125 miliar. Rusli, Ketua Partai Golkar, menyatakan diburu waktu karena perhelatan empat tahunan itu tinggal tujuh bulan.
Rincian keperluan tambahan anggaran telah lebih dulu dikirimkan. Total keperluan dana untuk proyek kompleks Pekan Olahraga itu Rp 460 miliar. "Gubernur sudah menyetujui usul penambahan anggaran," Lukman menjelaskan dalam keterangan yang tertulis pada berita acara. Persetujuan tertuang dalam Surat Gubernur Riau Nomor 902/PU/28.23a tertanggal 10 Oktober 2011.
Setya, menurut Lukman, kemudian memintanya berurusan dengan Kahar Muzakir, anggota Badan Anggaran dari Komisi Olahraga. "Silakan langsung berkoordinasi," kata Setya, seperti ditirukan Lukman. Mendapat perintah, Kahar langsung mengajak Lukman pindah ke ruang kerjanya, di lantai yang sama.
Ditemui di ruang besuk penjara Pekanbaru, Kamis pekan lalu, Lukman, yang menjalani hukuman lima setengah tahun, membenarkan semua keterangan itu. Setya Novanto juga membenarkan adanya pertemuan tersebut. Menurut dia, Rusli dan anak buahnya datang mendadak dan berada di ruang kerjanya selama sepuluh menit. Tapi ia menyatakan ketika itu tidak membahas masalah anggaran Pekan Olahraga Nasional. "Tidak ada cerita soal anggaran," ujar Bendahara Umum Partai Golkar itu kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Sepekan setelah pertemuan itu, Lukman kembali terbang dari Pekanbaru ke Jakarta. Ia memenuhi panggilan Kahar lewat telepon. Surat perincian penggunaan anggaran Rp 290 miliar telah lebih dulu dikirimkan melalui Wihaji, asisten pribadi Kahar. Dalam perjamuan kedua ini, Kahar mengatakan telah mempelajari usul penambahan dana melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012.
Intinya, penambahan anggaran disetujui. Syaratnya, pemerintah Riau harus menyiapkan dana US$ 1,7 juta atau sekitar Rp 16 miliar, enam persen dari total anggaran yang diajukan. Pembayaran dilakukan dua kali, dan pada tahap pertama mesti tersedia setengahnya. "Itu nanti akan dibagikan kepada anggota DPR agar penambahan anggaran PON disetujui," kata Lukman, seperti tertulis dalam dokumen pemeriksaan.
Berpacu dengan waktu, Lukman mengÂiyakan permintaan Kahar. Dia lalu mengumpulkan perusahaan kontraktor rekanan pembangunan proyek PON di Plaza Senayan, Jakarta. Hadir perwakilan dari empat perusahaan pelat merah dan dua perusahaan swasta. Kepala Dinas Olahraga itu menyampaikan hasil pertemuannya dengan Setya dan Kahar, termasuk permintaan upah US$ 1,7 juta. Ia meminta perusahaan rekanan memberi iuran untuk setoran pertama sogokan ke Dewan yang diberi sandi "jenggot" sebesar US$ 850 ribu.
Dicky Eldianto, mantan Manajer Operasional Adhi Karya Cabang Riau, membenarkan adanya pertemuan di Plaza Senayan itu. Ketika menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru, Desember tahun lalu, dia juga membenarkan ada dua kali penyerahan uang kepada Lukman untuk biaya penambahan anggaran. "Katanya untuk anggota DPR," ujarnya ketika itu. Jumat pekan lalu, ia dimintai keterangan oleh KPK sebagai saksi tersangka Rusli Zainal.
Pengakuan serupa disampaikan Anil Salbir Singh Gill, Direktur Utama Orindo Prima, perusahaan rekanan. Dia menyerahkan uang Rp 100 juta pada saat pertemuan di Plaza Senayan. "Saya berasumsi untuk pribadi Lukman," katanya pertengahan Januari lalu.
Pekan ketiga Februari 2012, Lukman berhasil memenuhi target setoran pertama. Satu perusahaan negara menyetor Rp 4,6 miliar, lalu konsorsium pembangunan stadion utama menyediakan Rp 2,75 miliar, sementara satu perusahaan pelat merah lainnya menyerahkan Rp 225 juta. Lukman harus cari sana-sini buat menutup kekurangannya.
Lukman masih mengingat, pada 23 Februari 2012, sekitar pukul 17.00, dia mendapat pesan dari Kahar lewat BlackBerry. "Ini sudah jam 5, kalau tidak terkumpul sampai jam 7, besok aja," katanya. Pada pukul 20.00, ia baru bisa mengumpulkan US$ 805 ribu. Lukman kemudian mengirim pesan ke Kahar mengabarkan uang sudah terkumpul menjelang tengah malam. Pesan itu tidak dibalas.
Lukman mengatakan melaporkan semua pergerakannya kepada Rusli Zainal. Lewat tengah malam, dia menelepon bosÂnya, mengabarkan uang yang diminta Kahar sudah terkumpul dan siap diserahkan. Rusli, menurut Lukman, meminta dia terus berkomunikasi dengan politikus Beringin itu.
Pagi harinya, sekitar pukul 09.00, ditemani sopir Heriyadi, Lukman membawa uang US$ 850 ribu menuju kantor Kahar. Uang sogokan dikemas dalam dua tas dan dimasukkan ke bagasi Toyota Harrier B-282-LUK. "Pak, uang yang dipesan sudah di mobil, gimana?" ujar Lukman sesaat setelah tiba di ruang kerja Kahar. "Yang ada hanya segini."
Belum sempat Lukman melanjutkan penjelasan, Kahar memotong. "Tambah dong dua ratus. Ini mau sidang komisi," katanya, ditirukan Lukman. Kahar lalu memanggil Wihaji, asisten pribadinya, menunjuk bingkisan duit. "Tolong ambil tuh," ujarnya.
Lukman keluar dari ruang kerja Kahar sambil menghubungi Heriyadi lewat telepon seluler memberitahukan bahwa dua tas itu segera diambil. Wihaji kemudian naik ke mobil sambil mengarahkan Heriyadi menuju area parkir basement Gedung Nusantara 1. Sesampai di sana, dia keluar sambil menenteng dua tas tadi dan membawa masuk lewat lift.
Setelah transaksi pertama beres, Lukman kembali putar otak mencari tambahan setoran US$ 200 ribu. Dia menelepon dua pegawai perusahaan rekanan, meminta uang itu disiapkan dalam waktu empat hari. Namun permintaan itu tidak bisa terpenuhi. Tambahan sogokan itu baru terkumpul pada 22 Maret 2012. Setelah uang di tangan, Lukman mendatangi Kahar lagi. Sang anggota Dewan kembali mengutus Wihaji menjemput fulus senilai US$ 200 ribu di area parkir basement Nusantara 1.
Sumber Tempo di Dewan Perwakilan Rakyat mengatakan seluruh proses permintaan dan penerimaan uang dari Lukman dilaporkan Kahar kepada Setya Novanto. Menurut dia, setelah terkumpul, uang dibagikan kepada sejumlah anggota Panitia Kerja PON di Komisi Olahraga dan anggota Badan Anggaran. "Panja PON perlu diguyur karena persetujuan penambahan anggaran memerlukan rekomendasi mereka," ujar politikus itu.
Menurut dia, Setya memegang peran penting dalam persetujuan penambahan anggaran PON. Sebagai lazimnya alokasi penggunaan anggaran tambahan, lampu hijau ketua fraksi sangat penting. "Eksekusi alokasi APBN Perubahan itu sepenuhnya urusan ketua fraksi, pimpinan DPR, dan Badan Anggaran," politikus itu menjelaskan.
Jejak uang PON ke Senayan justru terekam dalam peristiwa lain di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada 15 Maret 2012, anggota Fraksi Partai Demokrat, Juhaini Alie, mengembalikan uang yang ia terima sebesar Rp 700 juta ke Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi. Uang dikirim ke rekening penampungan gratifikasi KPK di Bank Rakyat Indonesia Cabang Veteran. Juhaini baru mengisi formulir pelaporan gratifikasi enam bulan setelah transfer.
Dalam penjelasan kepada petugas KPK, Juhaini mengatakan uang itu diterimanya pada Februari 2012, saat ia masih duduk di Komisi Olahraga. Dibungkus kardus, uang diantarkan seseorang yang mengaku sebagai kader Demokrat ke ruang kerja Juhaini, Gedung Nusantara 1, kompleks DPR. "Bungkusan itu diberikan sebagai bentuk tanda terima kasih atas tugas pokok dan fungsi saya," kata Juhaini dalam dokumen berita acara klarifikasi dan verifikasi KPK.
Sumber Tempo menyebutkan uang yang diserahkan adik Ketua DPR Marzuki Alie itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan bagian dari suap yang digelontorkan pemerintah Riau. Sebagai anggota Badan Anggaran dari Fraksi Partai Demokrat, Juhaini memperoleh jatah sogokan yang segera disetor ke komisi antikorupsi.
Dalam dokumen analisis laporan penerimaan gratifikasi KPK, penyidik kasus suap PON juga mencium keterkaitan pemberian gratifikasi Juhaini dengan dugaan aliran suap ke DPR. Selanjutnya, seperti yang tertulis dalam laporan itu, pengembalian gratifikasi ini diteruskan ke Deputi Bidang Penindakan.
Kahar menolak berkomentar saat ditemui di kantor Dewan Pimpinan Pusat Golkar di Slipi, Jakarta Barat. "Tidak, saya tidak mau ngomong," ujarnya. Sebelumnya, dia membantah pernah menerima uang dari Lukman sembari menegaskan tidak pernah memiliki asisten pribadi bernama Wihaji.
Lukman menanggapi santai bantahan Kahar yang menyatakan tidak memiliki asisten pribadi bernama Wihaji. "Silakan saja dia membantah," katanya sambil tersenyum.
Adapun Rusli Zainal, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, mengatakan tidak mengetahui pemberian suap oleh Lukman. Menurut dia, Lukman tidak pernah melaporkan kegiatannya dalam mengurus anggaran. "Malah saya pernah menegur dan mengingatkannya agar tidak melakukan aktivitas menyimpang," ujarnya.
Pada akhir bulan lalu, 22 penyidik KPK menggeledah ruang kerja Setya dan Kahar. Dalam penggeledahan selama lima jam itu, penyidik mengangkut delapan kardus berisi dokumen. Menurut juru bicara KPK, Johan Budi S.P., penggeledahan itu dilakukan dalam penyidikan tersangka Rusli Zainal. "Diduga ada jejak-jejak pertemuan di sana," katanya.
Jejak-jejak itu akan menentukan nasib Setya Novanto, anggota Dewan tiga periode, yang selalu lolos dalam kasus-kasus sebelumnya.
Setri Yasra, Sundari, Rusman Paraqbueq (Jakarta), Riyan Nofitra (Pekanbaru)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo