SOAL keselamatan bangunan tiba-tiba mengusik pikiran beberapa
kalangan, khususnya di Jakarta yang makin dipadati bangunan
tinggi. Padahal sejak 1974, diketahui ada sebuah instansi yang
bernama Dinas Pengawas Pembangunan Kota (DP2K) yang tugas
utamanya meletakkan tatanan bagi ketertiban bangunan di ibukota
ini.
Kemudian karena usaha di bidang bangunan maju pesat, pada 1976
Gubernur DKI mengeluarkan SK yang mengharuskan tiap perencana
bangunan dan direksi pengawas pembangunan memiliki SIBP (Surat
Izin Bekerja Perencana). Dalam SK serupa tiap pemborong
diwajibkan memiliki SIPP Surat Izin Pelaksana Pembangunan).
Kepala DP2K, Ir. G. J. Kaunang mengakui instansinya belum banyak
berbuat selama ini. "Belum semua bangunan umum di Jakarta
terjangkau oleh DP2K," kata Kaunang. Termasuk juga jembatan
Sarinah yang runtuh itu. Terutama karena penggunaan jembatan
itu, tambah Kaunang, semestinya dikontrol oleh instansi yang
memberi izin pemakaiannya sebagai restoran.
Tapi instansi yang mana? Kepala Humas DKI, Ramona Ginting,
tampak ragu menyebutkannya. Mula-mula ia mengatakan itu wewenang
Direktorat III (Kesejahteraan). Tapi kemudian dikatakannya
Direktorat II (Ketertiban Umum). Sayang, kedua instansi ini tak
mau memberi penjelasan.
Siapa pun yang bertanggungjawab yang pasti tak lama setelah
jembatan itu ambruk, berbagai tim muncul untuk menyelidiki
sebab-sebabnya. Mulai dari PT Yodya Karya (konsultan bangunan).
Tim Peneliti Konstruksi Bangunan pimpinan Ir. Duwe Adininrat
dari Dinas PU DKI -- belum lagi Badan Penasehat Teknis Bangunan
(BPTB) yang dibentuk dengan SK Gubernur DKI pada 1974.
Ambarukmo
BPTB beranggotakan ahli-ahli konstruksi swasta, seperti Ir.
Roosseno, Ir. Wiratman, Ir Suwondo, Ir. Sanusi dan banyak lagi.
Untuk memperlancar tugas-tugasnya, BPTB membentuk 3 tim pengawas
Tim Pengawas Arsitektur Kota (TPAK), Tim Pengawas Konstruksi
Bangunan (TPKB), dan Tim Pengawas Instalasi Bangunan (TPIB).
Tim-tim ini bersidang seminggu sekali. Tapi kabarnya, pemakaian
jembatan Sarinah sebagai restoran belum pernah tercantum dalam
acara sidang-sidangnya.
DP2K pimpinan Kaunang, tampaknya selama ini masih lebih banyak
mengawasi bangunan rumah, khususnya ketika pemiliknya mengurus
IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Terhadap bangunan-bangunan umum,
DP2K masih lebih terbatas pada pengawasan apabila diminta pihak
pengelolanya. "Padahal ditentukan, pihak pengelola harus
melaporkan kondisi bangunannya tiap jangka waktu tertentu," kata
Wakil Kepala DP2K, Suharto.
Bagaimanapun juga, tampaknya jembatan Sarinah telah menjadi
tumbal yang memacu para ahli maupun instansi agar lebih rajin
berselidik-selidik. Dan barangkali juga, lantai ke7 Hotel
mbarukmo di Yogyakarta yang retak-retak oleh gempa Sabtu pekan
lalu, akan menambah kesibukan para ahli tadi: untuk tidak hanya,
berlomba meninggikan bangunan -- tapi juga menelitinya agar tak
telanjur terduduk ke bumi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini