BERBAGAI sengketa tanah masih berlangsung. Sementara itu janji
Dirjen Agraria Daryono tentang peraturan harus di bidang
agraria, belum juga terwujud. Tapi Pemda Kodya Semarang
bersama Kantor Agraria setempat, sejak awal bulan ini memberi
sertifikat tanah secara mudah dan murah kepada sekitar 2.000
warga di kota itu.
Untuk melancarkan proses pembuatan sertifikat tanah milik
penduduk di empat kampung (Mlatiharjo, Bandarharjo, Krobokan dan
Bugangan), para petugas agraria di Semarang langsung turun ke
lapangan, ke kampung-kampung yang bersangkutan. Mereka malah
berkantor di rumah ketua RK (Rukun Kampung) setempat -- mulai
dari saat memanggil penduduk untuk mendaftarkan diri, sampai
pada saat menyerahkan sertifikat. Menurut Soeratno SH, Wakil
Kepala Agraria Semarang, sejak pendaftaran hingga rampung, cuma
memerlukan waktu satu bulan. Kalau dibayar lunas sekaligus,
malah bisa selesai dalam dua minggu.
Dengan sertifikat di tangan, tentu saja para pemilik tanah dan
bangunan merasa tenteram. Amrin, 35 tahun sopir truk yang
tinggal di Mlatiharjo dengan bangga menunjukkan sertifikat bagi
tanahnya seluas 5 x 19 meter, ia terkena biaya Rp 49.050: "Ayem,
pak," katanya meyakinkan.
Sebelumnya memang diumumkan, ongkos administrasi pengurusan
sertifikat itu adalah Rp 10.575, seperti yang dikatakan
Soeratno SH. Karena itu bisa dimengerti bila Anwar Nurochman
47 tahun, Ketua RK VII pada mulanya tak bingung. Di samping
ongkos yang Rp 10.575, ia dikenakan pembayaran Rp 405 sebagai
uang ganti rugi untuk tiap meter persegi tanah yang 100 mÿFD.
Berarti ia membayar Rp 10.575 + (100 x Rp 405) = Rp 51.075.
Bagaimanapun juga, menurut Soeratno SH ongkos administrasi yang
Rp 10.575 itu, jelas murah. Menurut dia biaya bisa ditekan
begitu rendah karena dikerjakan secara massal. Kalau sendirian,
tentu mahal.
Adapun perincian untuk ongkos administrasi tersebut formulir
blangko permohonan hak Rp 500, pendaftaran sertifikat Rp 5000,
kutipan gambar situasi tanah Rp 1000, surat keputusan
pendaftaran tanah Rp 1000, administrasi Rp 200 dan blangko
sertifikat Rp 1.525.
Tapi tidak hanya ongkos yang murah. Ganti rugi yang ditetapkan
pemerintah Kodya Semarang, juga dipandang murah. Menurut Anwar,
harga tanah di kampungnya sudah mencapai Rp 10.000 per mÿFD,
sedangkan pihak Kodya menentukan Rp 3000 per mÿFD. Sedang tanah
yang terletak di pinggir jalan raya Rp 4.000 per mÿFD.
Kemudahan dan kemurahan yang menerbitkan rasa iri penduduk di
tempat-tempat lain itu, rupanya merupakan tekad bersama antara
Pemerintah Kodya Semarang dan Kantor Agraria setempat. "Saya
ingin mengajak mereka membangun. Untuk itu mereka perlu senang
dulu pada pemerintah," tutur Walikota Semarang, H. Iman Soeparto
Tjakrayudha SH. Menurut pendapatnya, kalau penduduk sudah
senang, tentu bangkit kegairahan mereka untuk membangun. "Toh
mereka diajak membangun untuk keperluan mereka sendiri," tambah
Iman.
Agaknya walikota memang bersungguh-sungguh. Empat kampung yang
memperoleh kemudahan dalam urusan sertifikat tanah itu tergolong
ke dalam 42 kampung yang masuk daftar KIP (Kampurlg Improvement
Project). Perbaikan kampung ini dilaksanakan dengan bantuan Bank
Dunia, Pemerintah Pusat, Pemda Jawa Tengah dan Kodya Semarang.
Dan gagasan tentang sertifikat erat kaitannya dengan KIP
tersebut. Setidak-tidaknya diharapkan dapat memperlancar
pelaksanaan KIP dengan lebih dulu menciptakan ketenangan di
hati penduduk. Tapi kemudahan sertifikat itu juga dimaksudkan
dapat memberantas praktek calo yang mengaku dapat mengurusnya
tapi dengan cara yang merugikan rakyat.
Kemudahan mendapat sertifikat itu rupanya khusus untuk penduduk
ekonomi lemah saja. Menurut Walikota Semarang, penduduk kaya
"umumnya telah memiliki sertifikat." Tapi ia tidak menutup
kesempatan bagi warga lain untuk mendapat pelayanan sama: mudah
dan murah. Syaratnya satu: harus diajukan permohonan secara
massal. "Bahwa sekarang kemudahan itu hanya untuk
kampung-kampung yang termasuk KIP, itu merupakan permulaan
saja," Imam menegaskan.
Tapi bagaimana di kota-kota lain? Di Jakarta umpamanya,
kemudahan seperti itu belum terlihat. Ny. Amiruddin seorang
warga Jakarta Timur mempunyai seperangkat pengalaman pahit
berurusan dengan kantor agraria di wilayahnya. Bersama suaminya
ia telah memperjuangkan selembar sertifikat tanah dari tahun ke
tahun. Sampai kepala kantor agraria diganti dan stafnya ikut
berganti. Berlanjut pada kepala agraria baru, urusan sertifikat
belum juga beres.
Dia memperoleh kesan, mengurus sertifikat tanah di ibukota ini,
bukan saja rumit, tapi sengaja dipersulit. Bayangkan saja,
katanya, mengukur tanah bisa lebih dari sekali. Semata-mata
karena kepala agraria berganti. Konon kepala agraria yang baru
tidak bersedia memikul tanggungjawab atas kerja kepala yang
lama. Jadi pengukuran tanah mesti diulang.
Dan sesudah pengukuran diulang dan semua surat yang diperlukan
telah tersedia, sertifikat belum kunjung tiba. Proses yang
lambat itu seperti tidak ada jalan keluar.
Tidak Sulit
Ketidakpastian adalah satu hal yang paling menyakitkan Lubis,
juga seorang warga Jakarta Selatan, di saat-saat mengurus
sertifikat tanahnya. Dia tidak keberatan mengurus dan membayar
berbagai uang pelicin, tapi sebagai pencari nafkah yang
sepenuhnya terikat jam kerja, Lubis tidak mungkin tiap kali
pulang balik ke kantor agraria untuk urusan yang itu-itu juga.
"Bisa ubanan, kalau begini terus," keluhnya dengan muka
cemberut. Proses enam bulan untuk satu sertifikat, kalau memang
harus begitu, apa boleh buat. Tapi yang menjengkelkan ialah
ketakpastian kapan urusan dapat selesai. Sayang tak ada pejabat
agraria di Jakarta yang mau memberi komentar tentang kemudahan
mengurus sertifikat tanah di Semarang.
Soeratno SH, Wakil Kepala Kantor Agraria Semarang itu,
menganjurkan satu cara terbaik bagi warga kotanya. "Saya keluar
masuk kampung menjelaskan pada penduduk, bahwa mengurus
sertifikat tidak sulit dan bisa dikerjakan sendiri. Jangan lewat
calo," tuturnya bersemangat.
Namun seperti yang diakuinya, calo tanah masih tetap berkeliaran
di Kantor Agraria ataupun di Kantor Dinas Tatakota Kodya
Semarang. Tarif calo untuk mengurus gamba situasi tanah,
bergerak antara Rp 7500 s/d Rp 10.000. Tarif pelicin berkisar
antara Rp 25.000 s/d Rp 35.000. Sekalipun begitu, keributan
selalu terjadi, manakala sertifikat yang dijanjikan tidak
selesai-selesai juga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini