Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jika KRL Tiba

Guna memecahkan masalah angkutan di Jakarta, tampaknya gubernur Ali Sadikin mencurahkan perhatiannya pada kereta api. Tapi PJKA sendiri merasa belum siap.

12 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERETA rel listrik yang sudah dikenal sejak 1925 ('zaman kuda gigit besi' kata orang), tampaknya akan dipaksa berperan lagi di DKI Jakarta. Dan ini kabarnya jadi tumpuan harapan terakhir Ali Sadikin, buat memecahkan masalah angkutan umum. Sebab mengenai bab yang satu ini, ia tampak sudah kewalahan. Meski sudah diotak-atiknya selama 2 kali masa jabatan sebagai gubernur. Namun agaknya kecil harapan bisa dibereskan hanya dalam tempo 6 bulan lagi, yaitu selama jadi Penjabat Gubernur sejak pelantikannya Senin pekan terakhir bulan lalu. Bagaimana pun alat angkutan jenis lainnya yang jadi wewenang DKI (bis kota/mikrobis, taxi dan helicak/minicar dan lainnya) diotak-atik, tapi daya angkutnya belum juga mencukupi kebutuhan. Apalagi jika dihubungkan dengan pembangunan kota-kota satelit Depok dan Cengkareng, seperti dikemukakan ir. Ary Chayaridipura, Kepala Fisik/Prasarana Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah) DKI Jakarta. "Pembangunan kota satelit tanpa dibarengi peningkatan sistim angkutan di Ibukota, tidak akan terasa mengurangi kepadatan arus lalu-lintas, terutama di saat-saat jam kerja", katanya kepada KNI pekan terakhir bulan lalu. "Angkutan dengan kereta api kota seperti sudah dimulai sekarang dengan kereta rel listrik (KRL) dan kereta rel disel (KRD) perlu ditingkatkan", tambahnya "mengingat daya angkutnya yang lebih besar dari bis kota". Tapi sudah siapkah PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) yang selama ini dikenal sebagai yang punya kereta api itu? Tampaknya belum. Sebab menurut Oyet Ratma, Humas PJKA Exploitasi Barat, meski sekarang sudah datang 20 buah KRL (1 set terdiri dari 4 buah) dan 24 KRD (satu set 2 buah), "tapi jangan dikacaukan bahwa semua itu untuk angkutan dalam kota Jakarta". Menurut Oyet, "kedatangan semua kereta itu adalah dalam rangka komitmen bantuan Jepang tahun 1971/1972". Komitmen itu menyebutkan bahwa KRL akan dioperasikan pada lintas Jakarta-Bogor. Karena di lintas itu sudah ada jalur kawat listriknya. Sedang KRD dioperasikan pada lintas Jakarta-Merak, Jakarta-Cirebon dan Jakarta-Bandung. Jalan Landai Jangankan siap buat memecahkan angkutan umum di dalam kota, mengurus diri PJKA sendiri tampaknya masih repot. Sebab menurut Oyet, KRD-KRD itu cuma sanggup ngeloyor di jalan landai, dengan tanjakan kurang dari 10 promil. Hingga mustahil buat lintas Bandung. Lantas pada lintas Jakarta-Merak bantalannya, paku-paku dan relnya tak cukup kuat. Alhasil, yang bisa jalan cuma lintas Jakarta-Cirebon. Lalu bagaimana KRL? Lebih repot lagi. Karena memerlukan antara lain pengamanan dan pengadaan suplai tenaga listrik pada jalur yang ada rentangan kawat listriknya, perbaikan jalanjalan di ring band (rel yang mengelilingi kota Jakarta) dan perbaikan depot Bukit Duri. Membebani ring band itu saja repotnya bukan main. Sebab lintas timur (Jatinegara-Senen-Kota) panjangnya tak kurang dari 12.489 M, lintas tengah (Manggarai-Gambir-Kota) 9.754 M dan lintas barat (Manggarai-Angke-Jakarta Kota), 16.374 M. Yang berkawat listrik hanyalah lintas timur dan tengah. Dan karena gardu-gardu listriknya yang jalan cuma yang Kedung Badak (Bogor), Depok dan Jatinegara, maika yang bisa dilewati KRL hanya lintas tengah. Lintas Jakarta-Bogor peresmiannya dilakukan Presiden Suharto 12 Agustus tahun silam. Untung pembersihan pinggir rel dari rumah-rumah liar sudah beres. Dikerjakan Kamtib DKI atas permintaan PJKA dengan memberi ganti rugi Rp 37.500 per keluarga, kata Oyet. "Umumnya angkutan dalam kota tak pernah memberikan keuntungan uang", kata Oyet pada Mansur Amin dari TEMPO. Itulah sebabnya Oyet buru-buru minta, agar perkara kereta-kereta rel itu, "jangan dikacaukan sebagai untuk angkutan dalam kota Jakarta". Selain katanya ada komitmen tadi. Bila hal ini dihadapkan kepada Syariful Alam, jurubicara Pemda DKI Jakarta, tentu saja akan terheran-heran. "Yang menyanggupi akan membantu memecahkan masalan angkutan umum dalam kota itu fihak PJKA sendiri", tutur Syariful Alam pada TEMPO. "Mengherankan ada pernyataan seperti itu", katanya. "Tapi kalau yang punya kereta bilang begitu, mau apa lagi?" 1 Juta Dollar Tapi Syariful tak lantas berhenti sampai di situ ia mengingatkan bahwa gagasan mengnidupkan kereta listrik itu datang dari Pemda DKI dan sudah disodorkan Gubernur Ali Sadikin kepada Pusat (Departemen Perhubungan) sejak 1972. Karena kereta api merupakan alat angkutan jenis I menurut pola angkutan DKI Jakarta, yang memang tak akan mampu dikerjakan DKI, di samping bukan wewenangnya. Dan kabarnya sudah diaminkan Emil Salim. Ini pun disusul kemudian dengan mengadakan penelitian menyeluruh soal angkutan umum di DKI. "The Jakara Metropolitan Areal Transportation Study, begitu sebutan itu penelitian. Dilakukan bersama Pemda DKI dan dipimpin drs. R. Sukotjo dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Deperhub. Lamanya: 3 tahun (1972 s/d 1974). Menurut Sukotjo (kini Kepala Bagian Keuangan Ditjen Perhubungan Darat), setelah penelitian yang menghasilkan rencana induk transportasi di DKI Jakarta itu, menyusul kemudian penelitian lanj utannya . Yakni penelitian khusus atas lintas timur yang bersifat tehnis dan terperinci. Dengan alasan bahwa arus lalu lintas di sana termasuk paling padat. Hingga diperkirakan bila lintas ini dibenahi, akan sangat membantu angkutan jalan raya lainnya di DKI. Mass rapid transit study Jakarta Eastern Corridor, begitu sebutan itu penelitian. Berlangsung selama 3 bulan. Dan disertai ahli-ahli dari Jerman Barat. Jangan lupa, tak kurang dari 1 juta dollar AS habis dilahap kedua penelitian tadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus