Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dikenal tidak banyak bicara. Tapi dua pekan silam tiba-tiba mantan wakil gubernur Lemhannas dan guru besar ilmu hubungan internasional ini melontarkan pernyataan yang menohok. Orang-orang berduit dari lingkaran Cendana, kata dia, berperan dalam pelbagai kerusuhan di Indonesia, termasuk di Maluku.
"Setiap kali perkara Pak Harto atau perkara menyangkut petinggi di masa lampau diajukan, selalu terjadi kerusuhan," kata Juwono.
Siapakah mereka? Kenapa penjahat itu tidak langsung ditangkap? Berikut wawancara Arif Zulkifli, Tomi Lebang, dan fotografer Rully Kesuma dari TEMPO dengan Juwono Sudarsono pekan lalu.
Mengapa Anda sampai pada kesimpulan bahwa ada peran elite Jakarta dalam berbagai kerusuhan?
Pola itu tampak sejak 1995/1996. Setiap kali ada pertarungan antarelite, muncul pialang-pialang kerusuhan dan intrik. Ada banyak uang yang dimiliki beberapa tokoh di Jakarta. Pemuda pengangguran juga banyak bisa dimanfaatkan. Dengan Rp 35 juta saja, tidak susah menggalang kerusuhan.
Informasi dari mana saja yang Anda dapatkan?
Dari Bakin, dari Bais, dan dari intelijen.
Apa indikasi keterlibatan orang Jakarta dalam pelbagai kerusuhan itu?
Pertama, sejak setahun lalu, saya mengamati bahwa setiap kali perkara tentang Pak Harto atau perkara menyangkut petinggi di masa lampau diajukan, selalu terjadi kerusuhan. Semakin dilakukan pemeriksaan, semakin kelihatan upaya-upaya itu.
Ini juga berlaku untuk semua kerusuhan, termasuk Banyuwangi dan Situbondo pada 1996. Jelas sekali ada indikasi bahwa itu merupakan akibat konflik elite dalam pemerintah. Sedangkan orang kecil selalu menjadi korbannya.
Itulah sebabnya, saya mengimbau supaya orang-orang ini secara kesatria tidak mengorbankan orang-orang kecil. Kalau toh punya uang banyak dan mau mengganti pemerintah, salurkan ke partai politik, tunggu sampai 2004.
Anda mengatakan Cendana berada di balik kerusuhan, apakah itu tidak spesifik?
Saya bilang, ada orang-orang yang mengaku membela Soeharto. Saya duga, orang-orang itu adalah mantan pejabat pada waktu kabinet Pak Harto terakhir, dan dipakai lagi oleh Habibie. Jadi, mantan kolega saya di kabinet.
Mereka sebenarnya melindungi diri mereka sendiri. Kroni-kroni ini berlindung di bawah nama Pak Harto dan keluarga. Sebab, yang mereka bela sebenarnya bukan Pak Harto, tapi diri mereka sendiri. Mereka khawatir, jika Pak Harto diusut, mereka akan kena pula. Kroni-kroni ini lebih kaya daripada Keluarga Cendana.
Jika begitu, siapa sebenarnya "orang Jakarta" itu?
Belum bisa saya sebutkan.
Tapi Anda sudah tahu?
Kira-kira begitu. Penyandang dananya. Tapi saya tidak tahu siapa pialang-pialang kerusuhannya. Kita sudah berbicara dengan Kapolri dan Panglima TNI. Namun, saya akui, secara hukum sulit membuktikan bahwa si ini atau itu terlibat.
Bukankah itu bisa dideteksi dari tingkah laku operator di lapangan?
Operasi intelijen juga ada batasnya. Lebih dari itu, terus-terang saja di kalangan militer dan intelijen masih berimbang antara kekuatan lama dan kekuatan yang baru. Ini kan transisi, tidak bisa seketika. Mungkin ada beberapa pribadi yang tidak puas dan melakukan itu, tapi tidak bisa dikatakan aparat melakukannya secara sistematis.
Ada yang bilang juga bahwa Cendana berada di balik teror bom di Medan belum lama ini. Apakah informasi ini juga sampai ke Anda?
Ya. Cuma, kita harus hati-hati tentang definisi orang Cendana itu. Apakah diketahui oleh Pak Harto atau diketahui oleh putra-putrinya atau cuma mereka yang mengatasnamakan Cendana. Namun, siapa pun mereka, motifnya adalah menimbulkan kegusaran.
Orang-orang ini, karena bekas pejabat tinggi, baik sipil maupun militer, memahami kesulitan pemerintah sekarang menangani empat-lima kasus yang berlangsung serempak di berbagai daerah seperti di Aceh dan Maluku. Belum lagi menjelang sidang. Jadi, saya boleh mengatakan bahwa ada kesengajaan untuk membuat aparat terbebani di luar kemampuannya secara sistematis, sehingga terkesan lagi bahwa pemerintah tak mampu mengendalikan situasi.
Kalau indikasinya di tingkat atas, apakah itu berarti juga bisa diselesaikan di tingkat atas?
Ya, tapi kita harus menangkap basah mereka. Sebab, cara-cara penggalangan dana, cara penyampaian dana dan penggalangan orang tidak pernah dilakukan tertulis. Kalaupun ada nanti yang tertangkap dan mau bernyanyi, sulitnya lagi diproses verbal. Dia bisa menyangkal. Orang-orang itu tahu bahwa penyelidikan dan penyidikan secara hukum akan sulit.
Baik Polri, Panglima, Bais, maupun Bakin sepakat bahwa penyandang dana itu punya kepentingan dengan menciptakan kegelisahan dan terjadinya kerusuhan.
Apa kendala dalam penyelidikannya?
Salah satu problem besar, menurut saya, adalah uang yang disandang para penyandang dana itu lebih banyak dari uang yang dimiliki oleh aparat negara untuk melakukan operasi. Ini yang membuat kita, aparat, baik Polri maupun TNI, harus hati-hati.
Tapi kita tidak bisa tergesa-gesa melakukan penuntutan secara hukum, jangan sampai kita terjebak pada menuduh orang, yang menjurus ke fitnah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo