SEBUAH revolusi telah menampakkan wujudnya. Secara berbarengan, Senin pekan lalu, perhatian dunia ditujukan ke Washington, London, Paris, Berlin, Tokyo, dan Beijing. Petinggi keenam negara anggota proyek raksasa Human Genome Project (HGP) tersebut dengan bangga memaklumkan, peta gen manusia sudah komplet dan siap menunggu langkah revolusioner berikutnya. Artinya, harapan bagi diagnosis dan pengobatan aneka kecacatan genetis, kanker, dan beragam penyakit lain yang dahsyat segera menyusul.
Selain sumbangannya bagi peradaban manusia, peristiwa ini menandai sebuah tradisi ilmiah bagi ilmuwan dunia untuk sebuah mahaproyek kemanusiaan. Batas negara ditanggalkan. Riset ambisius HGP yang dimulai sejak 12 tahun lalu itu diawali oleh Amerika Serikat dengan anggaran US$ 3 miliar. Tak lama kemudian, berbagai negara turut menggeber proyek serupa sehingga HGP juga berkembang di Eropa dan Asia Pasifik. Sebuah perusahaan bioteknologi swasta AS, Celera Genomics, ikut terjun dalam kancah pemetaan gen ini.
Sepanjang waktu itu pula frustrasi dan ketegangan sempat melanda berbagai pusat riset yang terlibat. Masing-masing tak mau pihak lain mengintip. Barulah pada awal tahun 2000, Clinton meminta agar semua pihak bekerja bareng. Perdana Menteri Inggris Tony Blair juga menegaskan, semua informasi tentang gen harus bebas diakses. Jadilah pemetaan gen proyek bersama.
Kebersamaan itu membuahkan ketakjuban. "Ini peta paling menakjubkan yang pernah diciptakan manusia," kata Clinton. Derajat kedahsyatan peta ini dalam mengubah peradaban manusia diramalkan setaraf dengan penemuan mesin cetak oleh Johann Gutenberg pada abad ke-15. Tak main-main, ada 3,1 miliar kode nukleotida atau rantai penyusun asam deoksiribonukleat (DNA) manusia yang sudah terpecahkan. Dalam DNA ini terangkum 80-100 ribu gen yang masing-masing membawa sifat yang menurun. Gen "abc" membuat si A berambut hitam ikal, misalnya, atau gen "xyz" membuat bocah B menderita kanker kulit.
Memang, peta gen ini bisa berujung pada ribuan hal yang tak terbayangkan. Ujung yang terburuk pun menunggu. Dengan utak-atik gen di laboratorium, sangat mungkin memesan makhluk secantik penyanyi Britney Spears, sejenius Bill Gates, tapi sekejam Hitler yang bernafsu menaklukkan dunia.
Namun, tak terhitung pula potensi positifnya. Melalui penelisikan tugas gen, yang berarti mengetahui muasal beragam penyakit, sejuta harapan menanti. Di masa depan, bakal ada ledakan penemuan penyakit dan produksi obat-obatan. Untuk melawan HIV, virus penyebab AIDS, misalnya, tak mustahil akan ditemukan obat yang tangguh.
Melalui peta ini pula cara pandang manusia terhadap penyakit bakal berubah total. General check-up masa kini, misalnya, hanya sanggup mendeskripsikan kondisi badan dan penyakit yang sedang Anda derita. Di masa depan, berbekal informasi genetis tubuh Anda sendiri, dokter bisa menentukan, "Saat ini Anda sehat, tapi sepuluh tahun lagi akan terkena kanker karena gen nomor sekian memerintahkan demikian."
Hanya, kegembiraan masih perlu direm. Menurut Sangkot Marzuki, Direktur Lembaga Eijkman, Jakarta, dalam percakapan dengan TEMPO beberapa waktu lalu, yang penting adalah "what's next?" Jalan masih panjang sesudah peta gen tersusun, apalagi bila menyangkut terapi genetis. Yang terpetakan saat ini barulah kode susunan protein. "Hanya sepuluh persen protein yang kita ketahui. Sisanya masih segelap hutan belantara," kata Sangkot, yang juga anggota Human Genome Organization (Hugo). Sangkot memperkirakan, setidaknya perlu setengah abad lagi untuk membuat katalog komplet gen manusia.
Sementara katalog disusun, sebenarnya uji coba terapi gen sudah dikembangkan beberapa tahun terakhir, meskipun jarang membukukan sukses. Bahkan, September tahun lalu, Jesse Gelsinger, 18 tahun, tewas setelah menjalani percobaan terapi gen di Universitas Pennsylvania, AS. Setelah musibah ini, American Society for Gene Therapy mengeluhkan anjloknya minat sukarelawan.
Sikap ekstra-hati-hati memang mutlak diperlukan menghadapi era revolusi genetika. David Suzuki, ahli genetika kenamaan Kanada, pernah mengingatkan, jangan buru-buru merayakan kemenangan bila pemetaan gen rampung. Suzuki benar. Sejarah membuktikan, tanpa kehati-hatian, penguasaan teknologi yang dramatik—seperti halnya nuklir dan bom atom—justru berbuntut tidak sedap.
Mardiyah Chamim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini