Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kaleidoskop Olah Raga

22 Desember 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Chris John
Super-Kampiun

JARUM akhirnya harus berlabuh di wajah Chris John, 29 tahun. Benda kecil itu bolak-balik sebanyak 70 kali menjahit luka di sekitar pelipis dan kelopak matanya. Luka ini adalah oleh-oleh dari pertarungan melawan Hiroyuki Enoki, petinju asal Jepang, saat dia mempertahankan gelar juara dunia kelas bulu versi WBA di Tokyo, Oktober lalu.

Laga itu memang berlangsung keras dan alot. Dalam pertarungan itu, Chris—ayah dari dua putri—tak hanya harus menghindari pukulan, tapi juga tandukan kepala Enoki. Beruntung, sang Naga—begitu julukannya—bukan petinju kacangan. Kombinasi pukulan, taktik cerdik, dan daya tahan yang luar biasa membuat dia berhasil memenangi pertarungan itu dengan angka.

Prestasi itu menggenapkan kehebatan Chris. Sejak merebut gelar melalui pertarungan melawan Oscar Leon, 25 September 2003, dia telah mempertahankan gelar sepuluh kali, sehingga dia mendapat gelar tambahan: juara super. Sebuah prestasi yang hanya bisa diraih segelintir petinju.

”Saya masih ingin bertemu petinju yang punya nama besar, seperti Marco Antonio Barrera, atau bertarung ulang melawan Juan Manuel Marquez.”
— Chris John

14 September 1979
Yohanes Christian John lahir di Jakarta.

1998
Memulai karier sebagai petinju profesional. Lawan pertamanya Firman Kanda.

2001
Merebut gelar juara kelas bulu versi Asosiasi Tinju Asia Pasifik.

26 September 2003
Menang atas Oscar Leon dari Kolombia dan menyandang gelar juara dunia WBA sementara. Selanjutnya berturut-turut mempertahankan gelar dengan mengalahkan Osamu Sato, Jose Cheo Rojas, Derrick Gainer, Tommy Browne, Juan Manuel Marquez, Renan Acosta, Zaiki Takemoto, Roinet Caballero.

24 Oktober 2008
Meraih gelar juara super setelah mengalahkan Hiroyuki Enoki.


Markis-Hendra
Penerus Tradisi Emas

Pasangan ganda putra Markis Kido dan Hendra Setiawan meneruskan tradisi meraih emas di Olimpiade untuk cabang bulu tangkis. Mereka mengalahkan pasangan Cina, Fu Haifeng dan Cai Yun, di Beijing University of Technology, 16 Agustus 2008. Skornya ketat: 12-21, 21-11, 21-16. Medali emas diboyong ke Tanah Air melanjutkan sukses di Barcelona (1992), Atlanta (1996), Sydney (2000), dan Athena (2004).

Hendra Setiawan, anak kampung yang lahir di Pemalang, Jawa Tengah, 25 Agustus 1984, sudah nekat hijrah ke Jakarta pada usia 12 tahun. Cita-citanya adalah masuk klub besar, Jaya Raya, agar bisa menjadi pemain andal.

Sedangkan Markis Kido, yang lahir di Jakarta, 11 Agustus 1984, memang berpostur pendek, hanya 165 sentimeter. Namun putra pasangan Djumharbey Anwar dan Yul Asteria Zakaria ini piawai melakukan smes dengan melompat. Dan jurusnya yang satu itu sangat mematikan.

”Sebelum bertanding, kami merasa tegang. Kami menjadi harapan satu-satunya untuk melestarikan tradisi emas di bulu tangkis.”
— Markis Kido

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus