Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo.co, Jakarta - Belakangan, jagad sosial media diramaikan oleh video yang menunjukkan anak Nikita Mirzani, LM (17 tahun) histeris saat dijemput paksa oleh sang ibu di apartemen daerah Bintaro. Video tersebut turut dibagikan oleh orang-orang dekat Nikita. Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menghimbau agar para pihak, termasuk keluarga tidak menyebarkan konten video yang menyebabkan kerugian pada anak nantinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya menyayangkan, jika ada kasus sengketa anak dan orang tua lalu menjadi konsumsi publik apalagi di digital," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah, Ahad, 22 September 2024. Menurutnya, jejak digital akan sulit dihilangkan, bahkan jika sudah ditakedown.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjemputan paksa tersebut didampingi oleh Kepolisian Resor Jakarta Selatan dan UPT Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) Provinsi DKI Jakarta. Selain untuk membawa si anak pulang, penjemputan itu juga bertujuan untuk tindakan visum kepada LM. Kepolisian menegaskan Nikita berhak menjemput LM dan hal tersebut tidak melanggar hukum. Karena sang anak masih di bawah pengampuan orang tua.
Sebelumnya, Nikita MIrzani membuat laporan ke Polres Jaksel. Ia melaporkan mantan kekasih anaknya, Vadel Badjideh atas dugaan persetubuhan anak di bawah umur dan tindakan aborsi. LM diketahui sudah tidak tinggal bersama Nikita sejak pertengahan 2023, lantaran dipicu konflik. Namun, laporan Nikita itu dibantah oleh LM. Ia secara terbuka melalui media sosial pribadinya mengaku tidak pernah melakukan hubungan badan dan aborsi.
Perihal maraknya pembagian video atau konten menyangkut anak. Alimatul menegaskan, tindakan ceroboh menyebarkan konten anak dikhawatirkan membuat anak menjadi korban dua kali. Terlebih jika hal itu berkaitan dengan asusila, "Saya khawatir korban mengalami reviktimisasi, mengalami masalah tapi malah disalahkan," ujar dia.
Meurutnya, persoalan itu semestinya hanya di buka di depan pengadilan. Dan pengadilan juga memiliki ketentuan perihal persidangan anak. Terlebih belum ada keputusan pengadilan yang membuktikan kebenaran dugaan tersebut. Ia khawatir, stigma buruk akan terlanjur melekat kepada si anak. Kekhawatiran Alimatul bukanlah omong kosong belaka. Hal itu sudah dialami oleh LM. Banyak netizen Indoensia mengkritik tindakan LM yang dianggap membrontak kepada orang tua. Sikapnya yang membela mantan kekasihnya dan menentang orang tua juga menuai kritik.
Menurut Alimatul, di usia anak yang menginjak usia remaja, sangat wajar jika anak mengambil keputusan salah, karena ia belum banyak pengalaman. Untuk itulah diperlukan kehadiran orang tua.
Meski begitu, dalam proses pemberian perlindungan dan pendampingan, orang tua tidak disarankan bersikap otoriter. "Prinsipnya apapun yang dilakukan untuk perlindungan, pengasuhan, tetap harus berprinsip untuk kepentingan anak yang sebaik-baiknya," ujar dia.