Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MESKI sudah berstatus tersangka perkara korupsi, mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, masih bisa menghirup udara bebas hingga beberapa waktu ke depan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak akan terburu-buru menahan politikus Partai NasDem 68 tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengibaratkan penyidikan perkara dugaan korupsi yang menjerat mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu seperti makan bubur panas. "Kami mulai dari pinggir-pinggir dulu," katanya pada Selasa, 3 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari dokumen yang diperoleh Tempo, KPK menetapkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka dalam tiga perkara: pemerasan, gratifikasi, dan pencucian uang. KPK menaikkan status penyelidikan tiga kasus itu ke tahap penyidikan pada Selasa, 26 September lalu.
Dalam penyelidikan, KPK mengantongi pelbagai bukti Syahrul Yasin Limpo memaksa para pejabat di Kementerian Pertanian menyetorkan uang jika ingin mempertahankan jabatan mereka atau menyediakan uang jika ingin naik jabatan. Karena itu, KPK juga menetapkan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Muhammad Hatta sebagai tersangka. Mereka diduga menjadi kaki tangan Syahrul dalam mengumpulkan uang sogok tersebut.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi saat menggeledah salah satu mobil di rumah dinas Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo di Jakarta, 28 September 2023/Tempo/Hilman Fathurrahman W
Dugaan tersebut makin kuat ketika KPK menggeledah rumah dinas Syahrul di Jakarta pada Kamis-Jumat, 28-29 September lalu. Di hari libur Maulid Nabi Muhammad itu, para penjaga rumah Syahrul pulang ke Makassar. Adapun tuan rumah sedang menjalani kunjungan kerja di Roma, Italia. Ada banyak temuan dalam penggeledahan itu, termasuk pistol dan peluru tajam.
Sadar posisinya makin terpojok setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka, pada Kamis, 5 Oktober lalu, Syahrul mengajukan surat permohonan pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo. Pengunduran diri itu adalah permintaan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang ditemui Syahrul sehari sebelumnya.
Bagi Partai NasDem, Syahrul adalah menteri kedua yang menjadi tersangka kasus korupsi. Pada Mei lalu, Kejaksaan Agung menetapkan bekas Menteri Komunikasi dan Informatika sekaligus Sekretaris Jenderal NasDem, Johnny Gerard Plate, sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan menara pemancar sinyal Internet (BTS) 4G.
Ali Fikri mengklaim KPK tak memiliki kepentingan politik dalam kasus Syahrul. Politisasi kasus korupsi dua menteri NasDem mencuat karena para penegak hukum giat mengusut kasus pejabat dari partai ini setelah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024. KPK kini berada di bawah kekuasaan presiden, sementara Presiden Joko Widodo tak mendukung Anies karena menjagokan calon lain.
Untuk menunjukkan pengusutan korupsi Syahrul bebas dari politisasi, Ali mengatakan KPK tak akan buru-buru menahannya. KPK, dia menerangkan, tak khawatir sempat kehilangan kontak dengan Syahrul saat dia melawat ke Roma. Syahrul bahkan dikabarkan hilang setelah tak terlihat di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada Ahad, 1 Oktober lalu, hari kepulangannya dari Italia.
Rupanya, Syahrul naik kembali ke pesawat dan terbang menuju Singapura. Politikus Partai NasDem mengklaim Syahrul sedang berobat di negeri jiran itu. “Mau hilang juga tidak apa-apa. Kan, bisa dimasukkan DPO (daftar pencarian orang),” ucap Ali Fikri.
Ali mengatakan penyidik tak akan langsung memanggil Syahrul meski sudah berstatus tersangka. KPK akan memaksimalkan pemeriksaan saksi dan penelusuran barang bukti lebih dulu. Karena itu, penyidik tak hanya menggeledah rumah Syahrul di Jakarta, tapi juga dua rumah pribadinya di Makassar pada Rabu, 4 Oktober lalu.
Saat menggeledah rumah dinas Menteri Pertanian di Jakarta, penyidik menemukan puluhan amplop berisi uang tunai dengan nilai total Rp 30 miliar. Sementara itu, dari rumah Syahrul di Makassar, penyidik menyita mobil Audi. Penyidik, Ali menambahkan, akan memanggil Syahrul saat bukti pendukung untuk tiga tuduhan itu sudah cukup. “Kalau main langsung periksa dia, kami bisa kehabisan waktu,” ujarnya.
Menurut KPK, korupsi Syahrul, Kasdi, dan Hatta diduga terjadi pada 2019-2023. Kasdi dan Hatta diduga mengumpulkan uang dari potongan dana non-bujeter dan mutasi jabatan di Kementerian Pertanian. Uang itu diduga untuk menopang keperluan Syahrul dan keluarganya, seperti membeli mobil, perhiasan, dan jam tangan.
Pada akhir Juni lalu, pelaksana tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebutkan KPK tengah mendalami tiga kluster perkara yang menjerat Syahrul. Saat itu kasus Syahrul masih berstatus penyelidikan. "Mohon bersabar, yang sedang ditangani baru kluster pertama, masih ada kluster kedua dan ketiga," tuturnya.
Kluster pertama yang menjerat Syahrul adalah kasus pemerasan, gratifikasi, dan pencucian uang. Seorang penegak hukum KPK mengatakan ada enam perkara yang berhubungan dengan Syahrul Yasin Limpo masuk ke KPK pada akhir 2022. Ali Fikri tak membantah informasi ini. Ia memastikan KPK menindaklanjuti semua laporan tersebut. "Memang banyak aduannya," ujar Ali.
Pada edisi 19-25 Juni lalu, majalah Tempo menurunkan artikel soal dugaan gratifikasi Syahrul berjudul “Orang Menteri Penarik Upeti”. Syahrul diduga menarik upeti dari sejumlah pejabat eselon II dan III di Kementerian Pertanian. Nilainya Rp 250 juta per tahun dari setiap pejabat. Sumber uangnya dari pemalsuan surat perintah perjalanan dinas (SPPD). Ada juga yang memotong nilai dana di SPPD sebesar 20 persen. Kasdi dan Hatta disebut dalam laporan itu sebagai pengepul uang para pejabat eselon II.
Majalah Tempo edisi 1-7 Agustus 2022 juga pernah menulis artikel tentang skandal pengadaan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) untuk periode April-November 2022 di Kementerian Pertanian dengan judul “Untung-Buntung Wabah PMK”. Kementerian Pertanian menunjuk lima importir vaksin tanpa tender. Salah satu perusahaan dengan jatah vaksin kedua terbanyak merupakan perusahaan buah-buahan.
Tim Tempo menemui seorang petinggi Kementerian Pertanian di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, untuk membahas sejumlah perkara yang menjerat lembaganya pada Jumat, 6 Oktober lalu. Ia berbicara panjang soal dugaan kasus-kasus korupsi yang menjerat Syahrul Limpo. Tapi ia menolak namanya disebut dan meminta isi pembicaraan tidak dikutip.
Juru bicara KPK, Ali Fikri di gedung Komisi Pemberantasan korupsi, Jakarta, 29 September 2023/Tempo/Imam Sukamto
Adapun Syahrul Yasin Limpo berjanji bersikap kooperatif dalam pemeriksaan. Lewat keterangan tertulis pada 16 Juni lalu, ia mengatakan akan mengikuti prosedur penyelidikan. “Saya akan menjalani seluruh aral melintang ini,” tulisnya.
Tak hanya bukti di KPK, Kejaksaan Agung sudah memegang bukti-bukti dugaan korupsi Syahrul Limpo dalam kasus lain. Sejak Januari 2023, para jaksa menyelidiki penyelewengan subsidi pupuk di Kementerian Pertanian. Jaksa penyidik belum menemukan bukti terang ihwal peran Syahrul dalam kasus ini. "Kasus itu masih penyelidikan," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kuntadi pada Jumat, 6 Oktober lalu.
Penggeledahan KPK di rumah dinas Menteri Pertanian juga berbuah perkara baru untuk Syahrul. Saat menggeledah, penyidik menemukan 12 pucuk pistol. Ada pistol khusus peluru tajam, ada juga pistol berpeluru karet. Seorang penegak hukum di KPK mengatakan tak semua pistol itu memiliki izin. Hanya lima pucuk yang berizin.
KPK melimpahkan dugaan kepemilikan senjata api dan peluru itu ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. "Barang bukti sudah kami terima untuk tindak lanjut dan verifikasi," ujar Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho pada Kamis, 5 Oktober lalu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Avit Hidayat dan Riky Ferdianto berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kepungan Perkara di Tiga Lembaga"