Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Keluhan di Balik Layanan Gratis

Pemerintah mengklaim program berobat gratis bagi kaum miskin sudah terlaksana 100 persen. Namun keluhan masih bermunculan.

31 Januari 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SESEKALI Ade Irma Agustin merintih. Bocah berusia 13 bulan ini tergolek lemah di pangkuan ibunya. Dengan berat badan 5,9 kilogram, ia tampak kurus. Ade memang susah makan, hanya mau minum air susu ibu. Perutnya juga terganggu. Kadang-kadang sampai seminggu ia tidak buang air besar. Semua ini gara-gara penyakitnya yang amat serius: kebocoran klep jantung.

Kelainan itu sudah diketahui dokter saat si kecil masih berumur 4 bulan. Orang tuanya, pasangan Agung Budianto-Warsiti, yang tinggal di rumah petak dalam gang di Jalan Pemuda, Jakarta Timur, bukan tidak mengupayakan kesembuhan putrinya. Masalahnya, Agung yang sehari-hari adalah pedagang sayur tak sanggup menanggung biaya operasi Ade. "Dokter bilang, membutuhkan Rp 40 juta, belum termasuk obat dan biaya lain," ujar Nyonya Warsiti, 26 tahun, saat ditemui Tempo pekan lalu.

Sang dokter lalu menyarankan agar Warsiti mengurus kartu Jaring Pengaman Sosial Keluarga Miskin (JPS-Gakin) ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Tentu dengan segala persyaratannya, termasuk surat keterangan dari Ketua RT/RW dan lurah. Dengan berbekal kartu JPS Gakin, pasien bisa mendapatkan layanan kelas tiga di rumah sakit secara gratis. Saran ini pun dilaksanakan. Tapi setelah menunggu sampai sembilan bulan, kartu tersebut tak juga keluar.

Keluarga Warsiti mungkin termasuk yang tercecer dari sentuhan program JPS-Gakin. Sebetulnya, program ini sudah dimulai pada 2003 di era Presiden Megawati Soekarnoputri. Nah, setelah rezim berganti, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono berjanji ingin menuntaskannya.

Menteri Kesehatan Dr Siti Fadilah Supari memang berusaha memenuhi janji itu. Jika dulu, program JPS-Gakin hanya dilaksanakan di tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Yogyakarta, dan Gorontalo, kini sudah menyentuh semua provinsi di Indonesia. Tak hanya melibatkan rumah sakit pemerintah, tapi juga rumah sakit swasta. Di Jakarta, misalnya, terdapat 75 rumah sakit yang ditunjuk untuk melayani pasien yang memiliki kartu JPS-Gakin.

Sosialisasinya pun dianggap sudah beres. Ini diungkap dr Widyastuti, Direktur Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan. Dia menyatakan, pihaknya sudah membeberkan program JPS-Gakin ke rumah-rumah sakit. Jadi, "Program ini sudah berjalan 100 persen," ujar Widyastuti.

Prakteknya di lapangan tidak seelok yang digambarkan pemerintah. Menurut Leo Irfan Batubara dari Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan, Jakarta, banyak pasien miskin yang ditolak oleh rumah sakit pemerintah. "Sosialisasinya juga tidak ada. Kita juga tidak tahu rumah sakit swasta mana saja di Jakarta yang melayani program JPS-Gakin," katanya.

Menurut dr Susy Himawati, Kepala Bagian Medik Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, penolakan seperti itu tidak pernah terjadi. "Asal sesuai prosedur, mudah kok. Kami tidak mempersulit mereka," ujar Susy.

Dia juga menggambarkan pelaksanaan program JPS-Gakin di RSCM mengalami peningkatan. Ini bisa dilihat dari jumlah pasiennya. Pada 2003, pasien yang memanfaatkan layanan rawat inap gratis hanya 4.565 orang. Setahun kemudian jumlahnya meningkat dua kali lipat.

Diakui oleh Susy, tak sedikit orang yang menyalahgunakan program itu. Ada yang mengaku miskin, tapi datang dengan ponsel terbaru, berpenampilan oke dan berkendaraan roda empat. Ada juga pasien umum kelas tiga yang iri melihat tetangganya bisa gratis dengan kartu JPS-Gakin. Dia lalu berusaha untuk kelihatan miskin agar mendapatkan layanan gratis.

Selama ini RSCM tidak mengalami kesulitan untuk menagih biaya yang telah dikeluarkan untuk melayani pasien miskin ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Menurut Susy, paling lama seminggu setelah tagihan dikirim, uang pasti turun. Tapi hal ini tidak terjadi pada Rumah Sakit Pusat Pertamina. Menurut Mardalena, kepala humas rumah sakit ini, kiriman uang dari pemerintah daerah sering terlambat. "Kalau satu bulan termasuk cepat. Ini bisa dua atau tiga bulan," katanya.

Kendati begitu, Mardalena mengungkapkan, RS Pertamina selalu menjamin adanya pelayanan yang maksimal bagi keluarga miskin. Dalam keadaan darurat, pasien selalu ditolong lebih dulu, baru kemudian mereka diminta mengurus kelengkapan sebagai pasien JPS-Gakin. Begitu pula yang terjadi di RSCM.

Walau begitu, bukan berarti keluhan tidak muncul. Layanan yang mengecewakan dialami oleh Rudi Hartono, warga Ciracas, Jakarta Timur, saat mengurus istrinya yang sakit karena hamil di luar kandungan. Istri Rudi pernah dirawat di RSCM dengan fasilitas JPS-Gakin. Seharusnya ia tidak dipungut biaya untuk semua jenis layanan. Tapi, Rudi mengaku sempat diminta mem-bayar uang untuk CT-Scan sebesar Rp 400 ribu dan biaya Unit Gawat Darurat sebesar Rp 335 ribu.

Kesulitan menentukan orang yang berhak atas kartu JPS-Gakin juga membuat tidak semua orang miskin memperoleh layanan gratis. Ini diakui oleh Widyastuti dari Departemen Kesehatan. "Kini memang masih ada juga orang yang tidak miskin tapi dapat kartu berobat gratis," katanya.

Itulah yang dialami oleh keluarga Nyonya Warsiti. Kendati anaknya benar-benar memerlukan pertolongan dokter, ia belum juga mendapatkan kartu JPS-Gakin sampai sekarang. Tiap kali menanyakannya ke petugas Dinas Kesehatan, ia malah dimarahi. Dia juga diminta menyogok jika urusannya ingin cepat beres. "Saya tak mau karena saya memang tak punya duit untuk menyogok," ujar Warsiti.


Dua Jalur bagi Kaum Miskin

SEBUAH janji pernah dilontarkan oleh Dr Siti Fadilah Supari saat dilantik menjadi Menteri Kesehatan tiga bulan lalu. Dia bertekad mengembangkan sistem jaminan kesehatan bagi rakyat miskin. Pelaksanaannya akan dilakukan dengan dua cara, yakni menambah layanan gratis di puskesmas dan memberikan layanan kelas tiga di rumah sakit secara cuma-cuma bagi kaum miskin.

Program berobat gratis bagi orang tidak mampu sebenarnya bukan kebijakan baru. Saat krisis moneter terjadi pada 1998, hal itu sudah dilaksanakan lewat Kartu Sehat dan Surat Keterangan Tidak Mampu. Bedanya, pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono berusaha melaksanakan secara lebih sistematis sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaringan Sosial Nasional.

Caranya, lewat dua jalur. Ini dijelaskan oleh dr Widyastuti, Direktur Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, Departemen Kesehatan. Pasien yang kurang mam-pu bisa memanfaatkan kartu Jaring Pengaman Sosial Keluarga Miskin (JPS-Gakin) yang dikeluarkan pemerintah daerah seperti yang dilakukan oleh DKI Jakarta dan sejumlah provinsi. Pilihan kedua, mereka bisa menggunakan kartu asuransi kesehatan yang dikeluarkan oleh PT Askes.

Rumah sakit pemerintah maupun swasta yang ditunjuk untuk melayani pasien miskin secara gratis tidak akan dirugikan. Soalnya, mereka akan mendapat uang pengganti dari pemerintah daerah atau PT Askes.

PT. Askes memang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan asuransi kesehatan bagi orang miskin. Pemerintahlah yang membayar preminya. Menurut Wiyastuti, dana yang dikeluarkan pemerintah buat keperluan ini sekitar Rp 1-2 triliun, yang didapat dari pencabutan subsidi BBM dan bantuan Bank Dunia.

Sayangnya, program ini baru menjangkau sekitar 6 persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 12 juta ji-wa. Padahal, jika yang disebut orang miskin adalah mereka yang berpendapatan kurang dari US$ 2 atau sekitar Rp 16 ribu per hari, jumlahnya amat banyak, yakni 63 persen.

Kriteria yang dipakai Departemen Kesehatan rupanya berbeda. Orang miskin yang berhak mendapatkan kartu Askes adalah mereka yang berpendapatan kurang dari US$ 1 atau sekitar Rp 8.000 sehari. "Kalau tidak, banyak banget yang miskin," kata Widyastuti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus