Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Kemlu Ungkap Kendala Pemulangan WNI Korban Penipuan di Myanmar

Kementerian Luar Negeri mengungkap kendala pemulangan WNI korban penipuan yang kini berada di Myawaddy Myanmar.

4 Juli 2024 | 20.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menanggapi keluarga delapan warga negara Indonesia (WNI) korban sindikat penipuan di Myanmar yang telah mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi beberapa waktu lalu. Keluarga korban mengaku telah menunggu selama dua tahun agar kerabat mereka bisa dipulangkan ke Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Upaya sudah dilakukan dalam berbagai macam level," kata Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, saat ditemui Tempo di kantornya, Jakarta Pusat pada Selasa, 2 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menjelaskan upaya tersebut mulai dari tingkat bilateral, regional, hingga multilateral. Judha mencontohkan, di tingkat Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN), telah diselenggarakan Deklarasi Pemimpin ASEAN tentang Pemberantasan Perdagangan Orang Akibat Penyalahgunaan Teknologi pada tahun lalu. Saat keketuaan Indonesia, kata dia, Kemlu menyuarakan permasalahan online scam di tingkat ASEAN.

"Tapi kendala yang kami hadapi adalah situasi lapangan yang memang tidak dikuasai oleh otoritas setempat," ujar Judha.

Dia menuturkan posisi WNI korban penipuan itu berada di Distrik Phalu, bagian dari Kota Myawaddy yang berada di perbatasan Thailand dan Myanmar. Judha menyebut distrik tersebut berada di kawasan pegunungan nan jauh, serta dikuasai oleh pemberontak.

"Kami paham pihak keluarga tentu sangat khawatir mengenai keselamatan keluarganya yang ada di sana. Itulah kenapa kemudian kami membuka jalur komunikasi khusus," tutur Judha. 

Dia mengungkapkan telah menemui pihak keluarga secara langsung di kantor Kemlu. Pihaknya juga membuat grup WhatsApp untuk menyampaikan update informasi. 

Sebelumnya diberitakan, keluarga delapan WNI korban sindikat penipuan di Myanmar mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi pada 26 Juni 2024 lalu yang bertepatan dengan Hari Anti Penyiksaan Internasional. Mereka adalah Nurmaya, Yulia Rosiana, Yuli Yasmi, Tan, Selvi, Laily Rosidah, Syahfitri, dan Erna yang tergabung dalam Solidaritas Korban Jerat Kerja Paksa dan Perbudakan.

Berdasarkan salinan yang diterima Tempo, keluarga korban mengungkapkan bahwa delapan WNI masih dipekerjakan secara paksa dan disiksa oleh perusahaan penipuan daring yang beroperasi di Myawaddy, Myanmar. "Sudah dua tahun kami menanti pembebasan dan kepulangan mereka. Kami tidak menunggu dengan hanya duduk manis," tulis Solidaritas Korban Jerat Kerja Paksa dan Perbudakan dalam surat tersebut. 

Solidaritas Korban Jerat Kerja Paksa dan Perbudakan telah mengadukan apa yang dialami keluarga mereka ke pemerintah, mulai dari Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri, KBRI, Kepolisian, Komnas HAM, Komnas Perempuan), Lembaga Pengiriman Tenaga Kerja, hingga pemerintah daerah masing-masing. Namun, kerabat mereka belum bisa dipulangkan setelah dua tahun.

Dia menuturkan bahwa delapan WNI itu bekerja tidak sesuai perjanjian. Mereka diminta melakukan penipuan di dunia maya yang bertentangan dengan hati nurani. Selain itu, mereka disuruh bekerja selama 12 hingga 18 jam kerja, disiksa bila tidak memenuhi target dan dipaksa masuk ruang penjara atau isolasi, dipukul dengan kayu pada bagian tubuh vital, dan sebagainya.

"Keluarga kami tidak bisa pulang ke rumah, terpaksa bertahan, bekerja di perusahaan yang seluruh penjaganya memegang senjata api," kata Solidaritas Korban Jerat Kerja Paksa dan Perbudakan.

Oleh karena itu, Solidaritas Korban Jerat Kerja Paksa dan Perbudakan mendesak dan menuntut pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Jokowi untuk:

1. mengerahkan segala daya upaya untuk segera membebaskan serta mengevakuasi WNI yang terjebak dan dipekerjakan secara paksa di perusahaan penipuan daring di Myanmar;

3. meminta Pemerintah Indonesia dan Kepolisian untuk menangkap para mafia yang mengatur dan memberangkatkan pekerja yang saat ini masih berkeliaran;

4. meminta seluruh jajaran pemerintah yang bertanggung jawab terhadap masalah ini untuk dapat lebih berempati terhadap korban dan keluarganya, serta menunjukkan komitmen yang serius dalam upaya penanganan persoalan ini;

4. menjamin para korban dan keluarganya bisa mendapatkan reparasi yang efektif dan menyeluruh sesuai dengan standar-standar hukum internasional.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus