Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Hutan primer belum boleh diberi izin pelepasan kawasan hutan karena ada aturan moratorium.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah meletakkan batu pertama proyek pembangunan Kawasan Industri Pupuk Fakfak di lokasi tersebut pada 23 November lalu.
Tanah dan air di Papua masih dimiliki masyarakat adat.
FAKFAK — Proyek Kawasan Industri Pupuk Fakfak, Papua Barat, disebut menuai sejumlah masalah. Proses pembukaan hutan untuk proyek strategis nasional (PSN) itu ditengarai belum memiliki izin pelepasan kawasan hutan serta analisis mengenai dampak lingkungan alias amdal belum rampung karena baru dikerjakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sulfianto Alias, anggota organisasi masyarakat Perkumpulan Panah Papua-Manokwari, mengatakan pembukaan lahan proyek yang dilakukan di hutan di lokasi inti di antara Kampung Fior dan Kampung Andamata Distrik Arguni, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, tersebut ditengarai belum berizin. Pengerjaan proyek di hutan primer juga dinilai menabrak aturan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sulfianto menjelaskan, hutan primer belum boleh diberi izin pelepasan kawasan hutan. Sebab, masih ada aturan moratorium yang dikeluarkan pemerintah. Aturan yang dimaksudkan adalah Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. “Izin pinjam-pakai kawasan hutan diduga juga belum ada,” ujar Sulfianto kepada Tempo, Jumat, 1 Desember 2023.
Lokasi PSN Kawasan Industri Pupuk Fakfak. Dok. Panah Papua
Pemerintah berencana menjadikan Kawasan Industri Pupuk Fakfak sebagai perusahaan petrokimia berbasis gas alam terbesar di Asia-Pasifik. Kawasan industri ini dijadikan PSN berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 21 Tahun 2022 tertanggal 12 Desember 2022.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah meletakkan batu pertama proyek pembangunan Kawasan Industri Pupuk Fakfak di lokasi tersebut pada 23 November lalu. Pemerintah menunjuk PT Pupuk Kalimantan Timur merealisasi proyek tersebut. Pupuk Kaltim nantinya juga beroperasi di kawasan tersebut.
Menurut rencana, PT Pupuk Kaltim membangun industri di kawasan ini dengan total luas lahan 500 hektare. Di kawasan tersebut, PT Pupuk Kaltim akan membangun pabrik amonia dengan kapasitas 2.500 ton per hari dan pabrik pupuk urea dengan kapasitas 3.500 ton per hari.
Namun sebagian masyarakat Kampung Fior menolak proyek tersebut. Mereka menilai proyek ini bakal merebut lahan warga. Proyek tersebut juga diduga bakal merusak lingkungan sehingga mengganggu mata pencarian.
Arsyad Tator, warga Kampung Fior, menuturkan sejumlah masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam proses pembangunan PSN tersebut. Mereka menolak proyek ini karena dinilai akan mengganggu mata pencariannya sebagai nelayan. ”Proyek ini merampas kehidupan kami,” ujar Arsyad pada Rabu, 29 November lalu.
Sulfianto mengatakan dia bersama tim perkumpulan berkunjung ke lokasi peletakan batu pertama pada Ahad, 19 November lalu. Di lokasi, mereka melihat tangki bahan bakar minyak atau BBM bertulisan “PT Papua Jaya”. Tim sempat bertanya kepada sejumlah orang yang diduga karyawan yang ada di sekitar tangki. Dari keterangan yang diperoleh, pembukaan lahan ini disebutkan untuk PSN Kawasan Industri Pupuk.
Pekerja berada di lokasi pembukaan lahan untuk Kawasan Industri Pupuk Fakfak di perbatasan Kampung Fior dan Andamata, Distrik Arguni, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, 16 November 2023. Istimewa
Di lokasi tersebut, menurut Sulfianto, terdapat juga beberapa alat berat untuk bekerja. Alat tersebut digunakan untuk membuka lahan sehingga hutan di kawasan tersebut terlihat rata dengan tanah. Tak hanya itu, beberapa bukit juga sudah diratakan. ”Padahal di kawasan tersebut termasuk hutan primer,” katanya. Sulfianto menegaskan hutan primer sejatinya belum boleh diberi izin pelepasan hutan.
PT Papua Jaya sebagai kontraktor ditengarai belum mendapat izin pengerjaan proyek. Sulfianto mencoba mengecek nama PT Papua Jaya di layanan pengadaan secara elektronik (LPSE). Namun, kata Sulfianto, ”Nama dia (perusahaan) belum ada.”
Tak hanya dianggap belum mempunyai izin pembukaan lahan, tutur Sulfianto, perusahaan yang menggarap proyek juga disebut belum memiliki izin amdal untuk membuka lahan di gunung dan bukit. Bila tak ada izin itu, kata dia, tindakan membuka lahan di kawasan gunung tersebut bisa dianggap sebagai tindakan ilegal.
Dokumen yang diterima Tempo menyatakan PT Pupuk Kaltim disebut baru memulai proses amdal pada 15 November 2023. Tahapan yang berlangsung saat ini adalah mendengar masukan warga hingga 25 November lalu. Padahal, menurut Sulfianto, sejak 6 November lalu—jauh sebelum peletakan batu pertama proyek—sudah ada aktivitas pengeboran dan pematokan di kawasan Kampung Andamata. “Jadi ini bisa dikatakan tak ada izin,” ujarnya.
Tempo berupaya meminta konfirmasi kepada Direktur PT Papua Jaya, Santoso Banda, melalui pesan aplikasi WhatsApp dan menghubungi per telepon sejak Rabu, 29 November lalu. Namun pesan singkat WhatsApp dan telepon belum direspons hingga berita ini diturunkan. Tempo juga sudah mengirim permohonan wawancara ke PT Papua Jaya melalui surat elektronik atau e-mail, tapi belum juga direspons.
Adapun VP Corporate Communication Pupuk Kaltim Anggono Wijaya membantah anggapan PT Papua Jaya merupakan kontraktor PSN dalam proyek tersebut. Menurut dia, belum ada kontraktor yang ditunjuk dalam pengerjaan proyek tersebut. “Sampai saat ini belum ada yang ditunjuk untuk membangun kawasan industri pupuk,” ujarnya, kemarin.
Anggono menjelaskan, ada dua dasar peraturan rencana proyek tersebut. Pertama, Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 21 Tahun 2022. Aturan ini menetapkan Kawasan Industri Pupuk Fakfak menjadi PSN. Aturan kedua: Surat Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Nomor: IPW/27/D.VI.M.EKON/02/2023 perihal Surat Keterangan Proyek Strategis Nasional Kawasan Industri Pupuk Fakfak. Isi surat tersebut menjelaskan bahwa pengelola dan pelaksana Kawasan Industri Pupuk Fakfak akan dilakukan oleh PT Kaltim Industrial Estate bersama dengan PT Pupuk Kaltim. “Sementara izin yang masih dalam proses adalah amdal,” ujar Anggono.
Tempo menghubungi Deputi Bidang Hilirisasi Investasi Strategis Kementerian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Heldy Satrya Putera untuk meminta penjelasan soal legalitas proyek. Namun Heldy belum menjawab surat permintaan wawancara Tempo hingga berita ini diturunkan.
Ihwal izin pinjam pakai kawasan hutan, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nunu Anugrah juga tak menjawab pesan dan panggilan telepon Tempo hingga berita ini diturunkan.
Presiden Joko Widodo saat acara groundbreaking Proyek Strategis Nasional (PSN) Kawasan Industri Pupuk Fakfak di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, 23 November 2023. BPMI Setpres/Kris
Kekebalan Setelah Ditetapkan sebagai PSN
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua Emanuel Gobay menyebutkan seluruh hutan, tanah, dan air di Papua masih dimiliki masyarakat adat. Menurut dia, ada batas-batas adat mengenai hutan yang harus dihormati semua orang. “Artinya, bila diambil paksa, ada praktik perampasan tanah,” ujarnya.
Emanuel mengatakan setiap proyek di Papua seharusnya melibatkan masyarakat adat. Hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua. Namun, baik perusahaan, pemerintah daerah, maupun pemerintah pusat dinilai tak ada niat melibatkan masyarakat. “Masyarakat adat Kampung Fior tak dilibatkan. Padahal ini berhubungan dengan mata pencarian warga,” kata Emanuel.
Menurut Emanuel, tidak dilibatkannya masyarakat adat bertentangan dengan Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 tentang pengakuan dan pelindungan terhadap masyarakat adat. Dia menilai seharusnya pemerintah wajib taat pada undang-undang. “Tapi mereka menentangnya. Ini tentu melanggar hak asasi manusia,” ujarnya.
Ihwal amdal, menurut Emanuel, sebelum ada izin tersebut seharusnya pemerintah tidak melakukan aktivitas pembukaan lahan. Perusahaan harus mendapat izin lebih dulu dari masyarakat. “Kalau diteruskan bisa dianggap melanggar aturan,” katanya.
Emanuel curiga atas cepatnya pengerjaan proyek ini. Padahal proyek ini baru ditetapkan sebagai PSN pada 28 Agustus lalu. “Tahu-tahu sudah ada peletakan batu pertama. Padahal belum diketahui proses perizinannya bermasalah atau tidak.” Dia menduga izin proyek ini bermasalah, tapi mendapat kekebalan setelah ditetapkan sebagai PSN.
Adapun Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas menilai motivasi PSN memang demi kepentingan modal dan investasi. Kawasan PSN akan dipermudah perizinannya karena dianggap prioritas. Namun, ironisnya, hal itu menabrak aturan lain yang sudah ada. “Dengan status PSN, mereka diberi kemudahan dan privilese. Bahkan memangkas prosedur-prosedur, termasuk amdal dan hak atas tanah,” katanya, kemarin. Akibatnya, masyarakat menjadi korban. Ruang hidup mereka dirampas dengan dalih PSN.
HENDRIK YAPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo